Peristiwa lima

35 8 5
                                    

"Olif ada di mana ya?"

Tangan kecil menepuk surai coklat, dua kurva bibirnya tertarik membentuk senyuman dengan mata yang menyipit.

"Pertanyaan yang bagus! Kau sekarang ada di dalam mimpi," senyuman berganti menjadi lirikan sinis ke arah Olif "atau mungkin pikiranmu sendiri?"

"Pikiranku?"

"Ya... kupikir kau harus tahu beberapa untuk masa depanmu," Aphy menghela napas, "aku akan meminjam tubuhmu ini dan ada 4 hal yang harus kau ketahui," katanya sambil berputar-putar mengelilingi gadis itu.

Bubuk emas itu terus berjatuhan dari sayapnya, sedangkan pemiliknya hanya terkekeh kecil ketika Olif menatapnya dengan rasa keingin-tahuan. Memang, para makhluk yang disebut manusia 'mitos' itu tidak pernah menampakkan dirinya, tapi tidak menampakkan bukan berarti tidak ada'kan?

"Pertama, karena aku sudah menyelamatkan nyawamu yang terancam, hadiah yang kuterima adalah tubuhmu."

Egois memang. Tanpa sepengetahuan apapun Aphy langsung mengklaim tubuh Olif sebagai hadiahnya, mungkin ini adalah pemerasan. Walaupun Olif belum pasti mengerti yang dimaksudkan Aphy dan hanya mengangguk--Aphy tersenyum masam. Mungkin terlalu awal.

"Kedua, tidak ada jaminan jika tubuhmu akan meledak, terluka, atau bahkan mempunyai berkat karenaku. Namun, yang terakhir ... apa kau tertarik? Sebuah kekuatan untuk menjadi manusia super," senyum kecil merekah saat mengucapkan kalimat tersebut.

Jari telunjuknya ia arahkan ke atas kepala Olif, sinar keemasan itu datang melalui hari tangannya dan akhirnya berpindah menjadi sebuah ledakan kecil yang berakhir dengan jatuhnya kelopak bunga berwarna hitam dengan sekitarnya berupa serbuk emas.

Tangan Olif menangkap kelopak bunga berwarna hitam, tapi anehnya saat ia menyentuhnya tangannya langsung menjadi hitam yang sedikit-demi sedikit menjalar seperti tumbuhan merambat. Mata hijau zamrud itu terkejut, sedangkan Aphy melebarkan senyumannya.

"--Ups, apa aku sudah berkata itu racun?"

"EH?!" pekiknya.

Dengan tangannya yang sedikit menjadi hitam ia menjauh dari tempat kelopak hitam berjatuhan, ia menatap tangannya--matanya seolah akan menumpahkan air mata. Tenaga yang tersisa itu digunakannya untuk menggoyangkan tangannya yang menjadi hitam dan berharap itu akan hilang.

Sedangkan peri itu--Aphy tertawa sambil menyeka air mata yang terdapat di ujung matanya, wajahnya seolah tanpa dosa. Siapa juga yang melakukan semua ini kepada gadis berumur 6 tahun? Apakah dia tidak punya hati nurani?

"Tenang kau masih di dalam pikiranmu, itu tidak akan melukaimu sama sekali," ucapnya, Olif langsung menjadi tenang, walau sekarang ia menghindari kelopak bunga berwarna hitam itu dan juga tangannya yang menjadi normal perlahan. Olif menghela napas.

"Apa kau tertarik dengan bakat ini?" tanyanya sekali lagi, ia melirik gadis kecil itu dengan ke ingin tahuan.

"Tidak, karna itu membuat orang lain terluka," jawabnya dengan sederhana.

Aphy tersenyum, sepertinya belum waktunya untuk memberi pertanyaan ke gadis tersebut. Itu karena Olif sendiri belum pernah merasakan kesedihan, kesengsaraan, pengkhianatan, ataupun yang lain. Dia belum menjadi sesosok manusia rakus--layaknya babi yang akan mempertaruhkan semua demi yang ia inginkan.

Oleh karena itu, menipu seorang manusia sangat mudah. Tentu, Aphy sendiri tidak pernah melakukannya, ia selama ini terkurung dalam suatu tempat.

"Seperti yang kuduga, ah tapi aku tidak bisa menjamin itu ... maaf."

"Apa?"

"Ketiga, jika kau mati maka aku mati, dan berlaku juga sebaliknya. Karena, aku sudah menjadi bagian dari badanmu, dan jika aku tidak ada di sini maka kau akan mati atau mengalami cacat," katanya cepat mengalihkan pembicaraan.

Olif hanya terdiam, sungguh peri kecil di depannya ini tidak pilih kasih untuk orang yang diajaknya bicara. Bukankah ini terlalu membebani Olif dengan umurnya yang masih 6 tahun? Ini terlalu untuknya.

"Kenapa bisa cacat?" tanyanya.

"Karena aku mulai sekarang adalah bagian dari tubuhmu, kau bisa menganggapku sebagai jantungmu, dan jika aku keluar dari tubuhmu... kau akan mengalami gangguan dan mati sekejap, keren 'kan?"

Olif menatapnya aneh, kalau diingat sebelum ia berada di sini, Olif seperti masuk terjerumus ke dalam ruangan gelap sedangkan ayahnya meneriakkan namanya untuk kembali, setelah itu ia berada di sini.

Olif menggelengkan kepala sambil menatap Aphy tajam, "tidak! Kalau Olif mati maka tidak ada yang menemani ayah."

Aphy bertepuk tangan, setelah itu ia menepuk kepala Olif dengan senyuman kecil, "anak baik!"

"Dan yang keempat?"

"Kalau kau mati dengan sendirinya aku tidak bisa membantumu."

Olif memandangnya, Aphy yang tersenyum lebar kepadanya. Meski semua yang dibilangnya termasuk ancaman, tapi ia sama sekali tidak merasakan takut malah ia merasa sangat tenang dan merasa terlindungi karena keberadaan Aphy.

"Hanya itu saja?"

Aphy mengangguk, Olif adalah anak yang sangat manis di matanya, tapi mungkin takdir tidak berpihak pada gadis kecil itu karena bertemu dengannya.

"Jadi Olif, maaf ya dan selamat tinggal...."

Serbuk emas mulai mengudara mengelilingi tubuh mungil. Olif mematung seluruh tubuhnya tidak bisa ia gerakkan, bahkan lama-kelamaan semua indranya tidak bisa digunakan. Mulai dari pandangannya yang menghitam, dan sampai ia tidak bisa mendengar suara apapun. Padahal jika dilihat sekarang ia sudah dikelilingi oleh serbuk emas layaknya sebuah puting beliung.

Namun, Olif mendengar suara Aphy terakhir kali. Ia mengucapkan perpisahan, suaranya lirih bahkan nyaris tidak didengar. Hingga tubuhnya lenyap dan menyisakan sosok peri itu sendirian.

"Sampai jumpa," ujarnya sekali-lagi.

--[ 🌓 ]--

Olifia's DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang