Kata ayah, aku terjatuh ke jurang. Namun, entah kenapa aku tidak mengingatnya! Oh sebelumnya aku ingat sesuatu, tapi bukan seperti yang dikatakan ayah.
Aku bertemu seorang peri kecil yang cantik! (Ini belum kuberitahu ke ayahku).
˙˚˙˚˙
Gelap,
Hitam,
Sendirian,
Ayah aku takut.
Tidak ada apa-apa di sini, suara juga tidak ada. Hamparan yang sangat luas sekali bahkan jika aku berlari pasti sangat lelah menemukan jalan keluarnya dan juga berwarna hitam, ayah yang selalu berada di sampingku sekarang juga tidak ada.
Langit biru yang tadi aku lihat sudah tidak ada, rumput hijau, pohon-pohon yang sangat besar juga lenyap, apa artinya ayah juga ikut lenyap? Kenapa hanya aku yang sendirian di sini?
"H-halo...."
"Namaku Olif, apa ada orang di sini?"
Tanganku gemetar--ketakutan. Aku bahkan tidak menyangka akan ada dalam kondisi seperti ini, tanpa ayah. Namun, ketakutan itu berhenti perlahan setelah beberapa benda mirip salju berwarna emas itu berjatuhan, serbuk emas itu turun, tapi anehnya tidak membuat lantai itu menjadi kotor, apakah lantai ini bisa bersih secara otomatis? Jika bisa, aku harus beritahu ayah. Pasti ayah tidak akan kelelahan lagi.
Tapi, itu benar-benar hebat!
"Hebaaat!"
Tanganku menyentuh serbuk emas itu, dan langsung hilang seolah tertelan bumi.
"Eh? Apa Olif menyakitinya?"
Serbuk emas itu layaknya salju, walau tidak bisa disentuh bahkan jatuh ke lantai saja seolah 'tak bisa. Hanya menikmatinya sebelum menginjak daerah lantai dan langsung lenyap. Sangat rapuh.
Beberapa detik berlalu sampai serbuk itu menghilang semuanya. Suara gemerincing lonceng terdengar dari berbagai arah, mulai mendekat ke arahku, apa ada seseorang yang datang ke sini? Tapi, kenapa orang itu menggunakan lonceng? Apakah mungkin itu hanya hewan?
Semakin dekat. Itu mendekat ke arahku!
"Halo ...."
"Hai!"
Jantungku langsung berdetak lebih kencang, ada seseorang yang menjawab sapaanku. Padahal, di sini tidak ada seseorang. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar berusaha menemukan sumber suara. Namun, nihil itu tidak bisa ditemukan. Andai saja aku sudah menjadi dewasa, pasti akan menjadi mudah. Seperti ayah, ayah selalu bisa diandalkan.
"Hei! Aku di atas sini."
Benar, dia ada di atas. Hm... tapi, apakah manusia memang sekecil itu? Bahkan jika itu kurcaci yang ada di dalam buku dongeng (sering dibacakan ayah untukku sebagai pengantar tidur) itu tidak sekecil itu dan oh--itu mengeluarkan cahaya!
Itu mengingatkanku pada serbuk emas tadi.
Makhluk kecil itu mendekat ke arahku, setelah kulihat lebih teliti lagi makhluk itu seperti tokoh yang ada di buku dongeng, oh aku tahu namanya.
Pari?
Bukan,
Peru?
Tidaaak,
Oh iya!
Peri.
"Apa kau seorang peri?"
"Ya! Kau benar."
Aku benar?
Dia di depanku, jika kulihat dengan dekat dia sangat cantik. Surai kuningnya yang disanggul serta irisnya yang berwarna kuning keemasan. Kulihat sayap di belakangnya juga, masih dikepakkan agar tidak terpengaruh hukum gravitasi, sayapnya transparan disertai beberapa motif berwarna emas.
Peri itu sangat cantik.
"Sudah puas melihatku?" peri itu melihatku dengan senyumannya.
"Kau sangat cantik!"
Ia terkekeh pelan sambil mengucapkan terimakasih, peri itu mengitariku sambil menatap tubuhku baik-baik. Aku hanya diam dan menatapnya bingung.
"Namamu siapa gadis manis?" tanyanya, ia mulai menjajarkan tubuhnya dengan wajahku.
"Olif, lengkapnya Olifia! Kalau peri namamu siapa?"
"Nama yang bagus Olif. Namaku Aphy."
"Aphy? Nama yang aneh."
Raut wajahnya langsung berubah menjadi kesal karena ucapanku. Eh apa kata-kata yang kulontarkan tadi tidak sopan kepada peri?
"Hei! Itu tidak sopan anak manusia, derajat kalian lebih rendah dari kami," sarkasnya.
Aku terdiam, mencoba berfikir apa maksud dari kata-kata Aphy. Mungkin ini belum waktunya aku mengetahui semua ini. Aphy menghela napas kasar, apa mungkin peri itu marah kepadaku karena mengatai namanya aneh? Lagipula apa yang dimaksud dengan derajat manusia lebih rendah.
Aku harus minta maafkan?
"Olif minta maaf."
"Tidak apa-apa, aku hanya sulit mengontrol emosiku 150 tahun terakhir, dan sekarang malah makin parah," tuturnya santai.
Seratus lima puluh? Aku pernah membaca bahwa peri itu umurnya sangat panjang melebihi manusia. Jadi, seperti ini peri yang berumur 150 tahun lebih. Apa Olif harus memanggil Aphy dengan nenek ya, untuk menghormatinya?
"Seratus lima puluh tahun? Kau sangat tua! Itu bahkan lebih tua dari nenekku."
"Aku masih muda, umurku ini 15 tahun kalau dalam wujud manusia!"
"Bagaimana bisa?"
"Entahlah, lagipula bukan keinginanku untuk mendapat sebuah umur panjang."
"Eh! Kenapa? Bukankah itu menjadi sebuah berkat untukmu?" aku berkata kepadanya, aneh.
Ada orang-orang yang mencari umur panjang, tapi malah Aphy tidak menginginkannya. Aku pernah menginginkan umur panjang juga, tapi kata ayah, 'semakin panjang umurmu maka semakin menderita'. Apa itu yang dirasakan oleh Aphy?
"Kau tidak perlu tahu, tapi apa kau sadar kau ada di mana?"
Aphy menyunggingkan senyumnya untukku.
"Eh?" dalam sekejap aku ingat apa yang telah aku lupakan.
"Olif ada di mana ya?"
--[ 🌠 ]--
Marsel-
KAMU SEDANG MEMBACA
Olifia's Dream
FantasyApa kau percaya dengan mimpimu? Karena, Olif sangat percaya dengan mimpinya tersebut. Ia akan memberi tahu semua orang tentang mimpinya dan bercerita panjang lebar tentang itu. Namun, semua orang tidak mengira semua yang ada di mimpinya itu terjadi...