Delapan Belas

285 70 20
                                    

Jangan lupa vote terlebih dahulu ya! Dan jangan lupa komen juga Terima kasih :)

🎀🎀🎀

Mahera terduduk heran, ia mendapati sebuah kertas yang terselip dari balik buku tulis Geografinya. Ia meremas sebuah kertas yang ia temukan dari balik buku tulis Geografi itu setelah selesai membacanya. Mahera mengusap wajah seakan ingin menghilangkan semua perasaan kesalnya begitu saja. Berulang kali juga ia menghembuskan napas.

Datang ke taman Angkasa kalau ga mau adek lu mati!

Mahera melelungkupkan kepala. Ia tidak ingin siapapun tahu akan masalahnya itu. Sebenarnya ia tidak tahu harus bagaimana dan harus berbuat apa. Semua terasa rumit dipikirkan. Mahera gusar rasanya ia ingin cepat-cepat pergi dari sekolah.

Awan hitam yang kelabu sama seperti perasaan Mahera saat ini. Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Mahera segera mengeblok tas ransel di pubdak kanan dan pergi dari ruang kelas begitu saja. Hal pertama yang tertangkap dipandangan Mahera, ia ingin menghabisi orang itu dengan segera.

Sudah berulang kali Mahera mengirim SMS, Whatsapp serta Line dari orang yang Mahera sudah tahu siapa pelakunya. Namun, tidak ada satu pesan pun yang Mahera balas. Atas dasar tersebut Mahera tidak punya pilihan lain. Tanpa pikiran yang matang, ia nekat untuk mendatangi Denar orang yang telah mengirimkan surat tersebut sendirian. Tanpa tahu apa yang akan terjadi nanti.

Motor Mahera membelah lalu lintas yang cukup padat. Membawanya ke tempat di mana Denar dengan Nadira adiknya berada.

***


"Lepasin tangan gua!" Nadira berusaha melepaskan tangan dari Denar.

"Berisik, diam lo!"

Nadira menginjak serta mengigit tangan Denar dengan keras. Upayanya itu berhasil membuatnya terhindar dari cengkraman tangan Denar.

Denar tidak tinggal diam. Ia menyusul langkah Nadira dengan cepat. Menarik kembali tangan Nadira ke tempat parkiran mobil. Membuka pintu mobil dan menyuruh Nadira masuk ke dalam. Setelah itu, Denar mengunci pintu mobil agar Nadira tidak bisa keluar. Denar menghela napas menghadapi kelakuan Nadira yang terbilang cukup nekat.

Dearni berjalan menyusuri taman Angkasa. Gadis itu mengerutkan keningnya ketika menatap sebuah kejadian yang terlihat aneh. Dearni masih terdiam menatap dalam diam. Pandangan mata Denar tiba-tiba saja mengarah pada Dearni. Membuat Dearni langsung menunduk bersembunyi dari balik tanaman hias di taman.

Beruntungnya Denar tidak mempedulikan karena, seseorang datang menghampirinya.

"Hey Bro!" ucap Arhan—teman Denar.

"Eh lo. Cepet juga datangnya."

"Soal urusan lo sama Mahera gua cepet. Gua masih sakit hati sama dia yang terus-menerus nyakitin hati adik gua." Denar hanya menyungingkan bibir tanpa merespon.

Denar merogoh saku celana. Ponselnya bergetar layarnya menampilkan sebuah nama Mahera. Ia mematikan sambungan telepon Mahera. Tidak ingin Mahera menelepon. Denar menatap Nadira yang berada di dalam mobil.

Gua udah di taman dekat danau.

Denar yang membaca sebuah pesan dari Mahera langsung membuka pintu mobil. Menarik lengan Nadira dengan kasar menuju taman dekat danau yang sepi. Membuat rintihan kesakitan pada Nadira.

"Mahera udah di Tkp," tutur Denar.

"Ya udah kita eksekusi sekarang."

Dearni yang masih berada pada tempat persembunyiannya. Otomatis mendengar percakapan Antara Denar dan temannya itu. Denar pun langsung membuka pintu mobil membawa Nadira pada Mahera. Mereka pun langsung menuju tempat tujuan.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang