Dua Puluh Tujuh

3.2K 338 46
                                    

"Jih, Sena mana?" tanya Alex ketika lelaki itu baru saja menginjakkan kakinya di koridor kelas 11.

Jihan yang sedang mondar-mandir sembari menggigit kukunya langsung menghentikan aktivitasnya. Gadis itu menatap Alex sembari menggeleng. "Sena nggak masuk."

"Loh? Kok bisa? Padahal kemarin dia udah janji mau nungguin gue ujian praktek seni!"

Jihan menjentikkan jarinya dengan cepat. "Tuh kan, Sena aneh banget hari ini. Dia nggak masuk tapi nggak ngasih kabar gue sama sekali. Bahkan gue telpon nggak diangkat dari tadi."

Mendengar penjelasan itu sontak saja Alex panik bukan main. Bukan tanpa alasan, tiba-tiba saja Alex teringat dengan perkataan Sena sebelum mereka berpisah semalam. Gadis itu seolah memendam kesedihan yang mendalam. Tetapi apa? Dan mengapa Sena tiba-tiba tidak masuk dengan keterangan yang tidak jelas? Apakah gadis itu baik-baik saja? Bagimana keadaannya? Banyak sekali pertanyaan dan spekulasi bermunculan di kepala Alex. Tetapi satu hal yang Alex tau, ia khawatir dengan Sena. Ia tak mau hal buruk terjadi pada gadis itu.

"Kira-kira tempat yang bakalan Sena kunjungi saat seperti ini dimana?"

***

Motor sport sudah dinaiki dengan begitu coolnya, tak lupa helm fullface sudah terpasang di kepala, dan paket komplitnya adalah jaket denim tanpa dikancing sama sekali.

Alex berniat untuk menyusul Sena, menjelajahi semua tempat yang Jihan katakan sebagai destinasi tujuan disaat Sena dalam keadaan seperti ini. Persetan dengan ujian seninya, ia tak peduli. Yang ia pedulikan hanya Sena, Sena, dan Sena.

Gas motor mulai menggema di parkiran yang sepi. Memang sepertinya hanya dirinya lah yang akan berniat bolos hari ini. Akhirnya, dengan kecepatan penuh, ia mulai menjalankan motornya menjauhi area sekolah.

"Mas Alex mau kemana?" tanya Pak Rudy hampir menutupi setengah jalan yang Alex lalui.

"Aduh Pak Rudy, lagi buru-buru nih. Pacar saya ilang pak!"

Pak Rudy nampak terkejut. "Mbak Sena kok bisa ilang kemana?"

Alex kembali menutup kaca helm yang sempat ia buka. "Makanya Bapak minggir dulu, saya mau berangkat nyari nih. Kalo kelamaan pencurinya bisa tambah jauh pak kaburnya,"

Dan tentu saja satpam tua itu percaya. Bahkan pria itu membuka gerbang dengan perasaan khawatir. "Hati-hati ya mas, semoga Mbak Sena cepet ketemu," timpalnya setelah mendengar deruman gas memekakan telinganya.

Alex mulai menatap jeli area pinggiran jalan. Menurut instingnya, Sena pasti akan berjalan kaki ataupun mengendarai kendaraan umum seperti bis. Dengan cepat dan teliti, ia mengamati keadaan sekitar di atas motornya yang melaju kencang.

Tak sampai lima menit, motor yang ditumpangi Alex berhenti di sebuah perkampungan yang asri. Kata Jihan, Sena sering sekali datang kesini untuk sekedar melihat-lihat dan merelaksasikan diri.

Kampung itu bersih dan tertata rapi. Banyak penjual aksesori yang ada di pinggiran jalan. Di setiap depan rumah penduduk selalu terdapat taman mini dengan bunga-bunga yang indah. Selama 18 tahun Alex hidup di Jakarta, ia baru tau kalau ada tempat seperti ini di hiruk pikuknya kota.

Alex tak bisa membuang banyak waktu. Setiap seseorang lewat, ia buru-buru menanyakan keberadaan Sena melalui ciri-cirinya. Kebanyakan ibu-ibu tak tau karena habis selesai pergi ke pasar naik becak.

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang