What Kind Of A Girl Are You?

2.8K 154 4
                                    

"Gadis itu masih hidup! Alana masih hidup!" sayup-sayup Alana mendengar banyak sekali suara di sekelilingnya. Sebagian besar dari mereka terdengar takjub, seolah ini adalah kali pertama mereka melihat seorang gadis muda yang kembali sadar setelah pingsan selama beberapa menit atau mungkin jam. Gadis itu membuka kelopak matanya perlahan dan merasakan sakit kepala yang terdenyut-denyut.

Ketika kedua mata gadis itu terbuka sepenuhnya, wajah pertama yang ia lihat adalah wajah Azarya. Pria itu kini tengah menatapnya, jelas-jelas menatapnya lekat. Hal yang tidak pernah dilakukan Azarya walau apapun yang terjadi. Prinsip yang selalu pria itu junjung tinggi-tinggi semenjak pertemuan pertama mereka hingga detik terakhir sebelum Alana menutup matanya beberapa waktu lalu. Tapi sekarang, pria yang kini berdiri tidak jauh dari ranjang tempatnya berbaring justru-dengan terang-terangan-menatapnya. Tatapan pria itu tajam, seperti hendak menelan Alana bulat-bulat. Gadis itu tidak habis pikir, kenapa Azarya bersikeras menutupi kedua matanya yang padahal terlihat sangat..entahlah..pas mungkin atau sempurna. Bola mata hitam itu, bentuk mata pria itu yang sedikit bulat namun tajam, semuanya, semua hal yang dimiliki pria itu mampu memberikan dorongan tersendiri bagi Alana. Dorongan yang membuatnya entah mengapa seolah ingin melemparkan dirinya pada pria itu secara suka rela. Alana tidak pernah merasa serendah ini, namun ia tahu menolak pesona yang dimiliki pria itu hanyalah sebuah hal yang sia-sia.

Azarya masih berdiri di tempat yang sama, di sudut kamar rumah sakit. Tempat dimana gadis yang beberapa jam lalu tidak sadarkan diri dan membuatnya luar biasa panik. Ia sempat merasa takut, sangat takut, ia bahkan nyaris menangis jika ia tidak mendengar gadis itu bernafas. Pria itu yakin sekali bahwa Alana sempat kehilangan tanda-tanda kehidupan. Gadis itu sempat meregang nyawa usai mereka berdua bertatapan beberapa waktu lalu. Tapi seolah mendapat keajaiban, gadis itu kembali bernafas, jantungnya kembali berdetak dan wajahnya yang sempat memucat lantas berangsur kembali merona. Alih-alih mengadukan semuanya pada Rafka, Azarya memutuskan untuk membawa gadis itu ke rumah sakit dan menyerahkan segala urusan kesehatan Alana pada petugas medis.

Sungguh hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini adalah kali pertama ada seorang gadis yang berhasil selamat dari tatapannya yang mematikan. Kutukan yang selama ini senantiasa mengantui hidupnya dan membuatnya kehilangan hasrat untuk menjalin kedekatan dengan siapapun. Anehnya, hal itu hanya berlaku bagi mereka yang belum menikah, seorang gadis, tidak berlaku bagi pria yang belum menikah. Mereka, yang tidak bersalah, gadis-gadis yang menjadi korban kutukan Azarya pada dasarnya hanya gadis yang sangat sial karena harus bertemu dengannya. Untuk itu ia berusaha membentengi dirinya, menutup segala kemungkinan bagi gadis manapun yang berniat mendekatinya, terlebih menyukainya, mencintainya. Ia rela berubah menjadi pria dingin dan sangat menyebalkan. Ia lebih suka melihat gadis-gadis itu menangis, melarikan diri darinya, menamparnya, memukulnya atau marah padanya asal bukan mati di hadapannya.

Bertahun-tahun Azarya harus hidup dengan menanggung beban yang sama. Beban yang hanya bisa ia bagi pada Rafka, kakak iparnya dan ayahnya. Ia tidak memiliki ibu, wanita itu sudah meninggal sejak Azaya kecil. Ia tidak ingat kapan pastinya, tapi ayahnya bilang, kutukan itu terus menghantuinya bertepatan dengan kematian sang ibu.

"Sedang apa?" tanya gadis berambut panjang yang kini masih terbaring di ranjang. Azarya tahu gadis itu masih belum sepenuhnya pulih. Tapi ia enggan mendekat, takut jika gadis itu kembali mengalami hal yang sama jika mereka berada terlalu dekat. "Apa yang kau lakukan disana? Kemarilah, aku harus bicara denganmu. Bagaimana bisa aku_"

"Kau pingsan." jawab Azarya pendek tanpa membiarkan gadis itu menyelesaikan kalimatnya.

"Apa tidak cukup berbicara tanpa menatapku dan memakai kacamata hitam, lalu sekarang kau justru berdiri sejauh itu, apa kau pikir aku ini mengidap penyakit menular?"

"Syukurlah kau baik-baik saja." meski nyaris melewatkannya, tapi Alana sempat melihat kilasan senyum di wajah dingin pria itu serta ketegangan yang perlahan-lahan mulai surut.

Don't Look Into My EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang