"Iya, Om. " Lalu Aza mengambil seiris lagi pizza dan memakannya dengan senyuman. Ia tidak tau apa yang terjadi. Pikirannya belum sampai untuk melihat masalah pelik yang ada di depan matanya. Yang ia tau, Om Juna menangis karena menyakiti Ibunya dan meminta maaf. Sesederhana itu.
"Om, ini untuk ibu, kan? Aza kasih ibu dulu ya."
Juna mengangguk. Melihat tangan kecil Aza membawa kotak pizza yang besar melebihi lengannya dengan berlarian menggunakan kaki pendeknya. Anak itu berlari cepat dengan memanggil ibunya dengan semangat.
"Ibu, ibu, ibu, " panggil Aza lalu hilang di balik pintu. Namun suaranya terdengar sampai ke ruang tengah.
"Ibu, lihat! Aza bawa pizza! Enak loh!"
"..."
"Dari Om Juna! Om Juna bawa baaaaanyyyaaak..."
"..."
"Ayo, bu. Coba! Aza tadi sudah coba, enaaaakkk bangeeettt."
"..."
"Mau! Mau! Mau!"
"..."
Lalu hanya terisi tawa nyaring Aza diseberang sana. Hati Juna menghangat dan mengembang. Sesuatu yang dibawanya bisa mengukir senyum dan tawa kedua sosok itu.
.
.
."Bu, Dafa belum pulang ya?"
"Belum, Nak. Kenapa memang?"
"Ini jadwal rutin aku, Bu."
"Itu, Juna belum pulang. Minta antar dia saja."
"Ti---"
"Juna." Potong Ibu Asri yang langsung memanggil Juna.
"Ya, Bu." Juna mendekat.
"Tolong antari Yuna ke Dokter Rama ya? Dafa belum pulang. Dia lembur katanya."
Ia menatap Yuna, Yuna menghela napas. Juna menyembunyikan senyumnya, "Iya, Bu."
"Om, mana motornya?" Tanya Aza karena ia ingin ikut bersama.
"Oh, Om bawa mobil. Aza--"
"Wah, mobil? Mana Om, mana?" Kepala Aza celingak-celinguk dengan senang. Matanya mencari penasaran.
"Itu yang warna biru."
"Waaahhh," Aza berlari mendekatinya dengan keceriaan diwajahnya, " ayo cepat bu! Ayo cepat buka Om!"
"Aza senang ya?"
"Iyaaaa!!!" Begitu pintu di buka. Aza masuk. Ia mengedarkan pandangannya dengan takjub.
"Kenapa?" Tanya Juna setelah membukakan pintu untuk Yuna. Dan duduk didepan kemudi.
"Soalnya dulu, Ibu cuman ada sepeda. Jadi, kalau hujan harus berteduh, kalau panas, ya tahan panas. Nggak enak. Aza berharap cepat besar supaya bisa beliin ibu mobil, agar tidak panas dan kehujanan."
Hati Juna begitu terharu bercampur sedih.
"Ternyata enak duduk disini. Dingiiin." Ujar Aza lagi.
"Aza suka?"
"Ya!"
"Om bisa ajak Aza naik mobil tiap hari. Kita keliling kota." Usul Juna.
"Waaaahhh." Mata Aza sontak berbinar-binar.
"Mau?"
"Mmm..." Aza melirik ibunya.
"Ibu Aza juga boleh ikut." Juna melirik Yuna. Ia memberi senyuman pengharapan.
Aza langsung sumringah. Sementara Yuna mendelik sebal pada Juna.
"Boleh, Bu?"
Tak tega menolak keceriaan yang tampak di wajah Aza. Yuna mengangguk pasrah. Lalu membuang tatapannya ke arah jendela mobil.
***
14 Januari 2020Vote dan komen 😉
Jangan lupa baca juga cerita adiku
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
General FictionWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...