Sembilan Belas

256 63 14
                                    

Jangan lupa vote terlebih dahulu ya! Dan jangan lupa komen juga Terima kasih :)

🎀🎀🎀

19.
Denar mencegah Arhan yang ingin menghampiri Mahera. Entah perasaan apa itu, namun batin Denar mengatakan cukup sampai di sini. Sedangkan Arhan mendengus kesal. Denar menatap motor yang dikendarai oleh Mahera yang kini kian menjauh.

"Lo kenapa sih!" protes Arhan. Denar memilih bungkam seribu bahasa. Dan ia kemudian berjalan pergi begitu saja meninggalkan Arhan sendirian.

"Woy, Denar!" Arhan berlari kecil menghampiri Denar. "Kenapa tiba-tiba lo gini?"

"Pulang," ucap Denar. Ia melangkah menuju mobilnya yang terparkir di parkiran taman.

"Lo, kenapa sih?"

"Gua bilang pulang!" Arhan hanya bisa berdecak. Memilih untuk menuruti perkataan Denar.

Denar menginjak pedal gas sehingga laju mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi. Matanya menatap tajam pada jalanan yang saat terlihat lenggang.

Mobil Denar memasuki pekarangan kantor polisi. Ia keluar dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam kantor polisi. Berniat untuk membesuk Rini—mamanya.

"Tunggu sebentar," ucap seorang  Pak Polisi. Tidak lama kemudian, Rini pun datang dan segera duduk di hadapan Denar.

"Mah..." ucap Denar pelan. "Secepatnya aku akan bebaskan mama dari penjara ini!"

"Bagaimana cara?" tanya Rini antusias. Denar menghela napasnya.

"Aku tadi sandera Nadira. Sebagai umpan agar Mahera mencabut tuntunan dia sama mama. Tapi dia lolos."

Rini mengusap tangan Denar. Menghela napasnya. "Kamu yakin kalau Mahera yang melakukan semua ini?"

"Iya! Siapa lagi kalau bukan dia!"

Rini mengelengkan kepala. Perasannya berdesir ketika ia tahu bahwa Denar sangat membenci Mahera. Kalau saja waktu bisa diulang kembali, mungkin tidak akan seperti ini. Terlebih akibat perbuatannya Denar membenci Mahera.

"Tapi tadi aku mau mukul Mahera. Karena dia ingkar janji sama Denar!" ucap Denar mengebu.

Rini menatap tajam ke arah Denar. "Jangan, jangan lagi jahatin Mahera. Sudah berapa kali mama bilang?" ucap Rini, ia seakan menahan emosinya. "Kamu denger ucapan mama gak sih!" tadas Rini.

Denar mengerutkan keningnya. Bingung. "Tapi mah, diakan yang buat mama masuk ke penjara ini,"  tutur Denar sepelan mungkin karena berusaha menahan emosinya agar tidak membentak Rini.

"Jangan ... Jangan jahatin Mahera, mama bilang!"

"Kenapa ma? Kenapa?" bela Denar.  "Karena dia papa ninggalin kita!"

"Bukan ...  Bukan itu."

"Lalu kenapa ma?" Rini hanya terdiam. "Ma?"

"Pokoknya mama bilang jangan, ya jangan!" Kemudian seorang wanita berpakaian polisi datang menghampiri mereka.

"Maaf jam besuk sudah habis."
Rini pun segera menuruti perkataan dari wanita tersebut. Ia meninggal kan Denar begitu saja.

"Ma?"

Pandangan mata Denar masih tertuju pada Rini. Ketika ia mendengar sebuah ucapan dari Rini yang membuat dirinya menjadi semakin dibuat bingung. Denar pun keluar dari kantor polisi. Ia duduk di dalam mobil sambil menatap langit biru. Berusaha meluruhkan semua pikiran yang menjadi bebannya.

Denar hanya bisa berharap ia salah mendengar sebuah ucapan dari Rini, mamanya. Karena hal tersebut membuat guncangan hebat di dalam dirinya.

"Gak lah mana mungkin!" serga Denar. Ia pun menyalakan mesin mobilnya.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang