"Denganmu, aku merasa lebih tenang, nyaman dan juga kuat..."
Sejak kemarin setelah pemeriksaan penyakitnya, Nava masih tidak percaya dengan penyakitnya itu. Dengan begitu, ketika sekolah pun ia masih terngiang-ngiang perbincangan antara dirinya dengan dokter pada waktu itu.
Ketika pelajaran pertama dimulai, guru yang mengajarkan mereka langsung menjelaskan didepan kelas. Sementara Nava, ia tidak fokus dengan pelajaran yang diberikan karena ia merasakan kepalanya begitu sakit. Wajahnya mulai pucat, pandangannya pun sudah mulai kabur. Nabila yang duduk sebangku dengan Nava mulai khawatir dengan keadaan sahabatnya yang satu ini.
"Va, lo kenapa? kok pucet gitu sih muka lo?" Tanya Nabila yang khawatir sambil memegang dagu Nava untuk menolehkan pandangan Nava agar berhadapan dengan Nabila dengan maksud untuk melihat dan meriksa wajah Nava yang terlihat sudah mulai pucat.
"Gue nggak apa-apa kok, bil." Jawab Nava yang kembali menundukkan kepalanya.
"Duh, va? gue nggak ngerti lagi deh sama lo. Please deh kalau setiap gue ta..." Ucap Nabila yang menggantung karena Nava.
"Maaf pak, saya mau izin ke UKS." Kata Nava kepada guru yang sedang menjelaskan sambil mengangkat tangan kanannya dengan maksud untuk meminta izin kepada guru itu.
"Ya, silakan Nava." Jawab guru itu sambil menganggukkan kepalanya sedikit.
"Makasih,pak" ucap Nava sambil menyudutkan senyum kecil di bibirnya yang pucat sambil memulai langkah kakinya untuk keluar kelas menuju ruang UKS.
Ketika Nava sedang berjalan di koridor sekolah untuk menuju ke ruang UKS, tubuh Nava terhuyung. Rasanya ingin sekali tubuhnya jatuh pada saat itu juga. Untung saja, Nava masih bisa menjaga keseimbangannya walau tubuhnya memang masih terhuyung. Dan, ketika Nava tidak bisa menjaga keseimbangannya, tubuhnya terjatuh di lantai. Ia sudah tidak kuat dengan rasa sakit di kepalanya itu.
Setelah beberapa meni Nava tergeletak di lantai koridor, untungnya Dava melihatnya ketika ia ingin pergi ke toilet. Dava terkejut ketika melihat cewek itu. Dava pun langsung berlari menuju tempat Nava terjatuh. Ia berusaha membangunkan Nava dengan cara mengoyak-ngoyakkan tubuh Nava berkali-kali. Sayangnya cara itu tidak berhasil membangunkan si cewek itu. Dava mulai panik, Wajahnya berkeringat. Tak lama, ia membawa cewek itu ke ruang UKS sama seperti yang kemarin-kemarin cowok itu menggendong Nava untuk menuju ruang UKS.
Sampai disana, Dava membaringkan tubuh cewek itu. Dokter yang sedang bertugas langsung mengecek keadaan Nava. Dava masih terbawa panik, ia takut terjadi sesuatu dengan cewek itu.
Ketika cewek itu sedang diperiksa, Dava setia menemani cewek itu. Dava duduk di dekat cewek itu sambil menggenggam tangannya dengan erat. Ia melakukan hal itu dengan maksud untuk menguatkan cewek itu sampai ia tersadar. Tak lama, Dava mulai kelelahan hingga ia tertidur.
Setelah selesai diperiksa, selang beberapa menit kemudian, cewek itu terbangun dan sadar kan diri. Ia sedikit terkejut ketika ia melihat Dava tertidur di dekatnya sambil menggenggam erat tangannya. Melihat hal seperti itu, Nava malah senyum-senyum sendiri. Ia merasakan perasaan yang beda ketika ada Dava didekatnya. Ia merasa begitu nyaman ketika ada Dava di dekatnya.
Tak lama, Dava pun akhirnya terbangun dari tidurnya. Ia melihat cewek itu lagi senyum-senyum sendiri sambil melihat setiap sudut ruangan UKS.
"Lo kenapa? kok senyum-senyum sendiri gitu sih? kayak orang gila lo." Tanya Dava sambil mengerutkan kedua alisnya yang hitam tebal itu.
Mendengar ucapan Dava barusan, ia langsung salah tingkah dan melepaskan tangannya dari genggaman Dava.
"Lho? kenapa dilepas?" Tanya Dava yang heran dengan sikap si cewek itu.
"Eumm.. g... gu... gue... Ah, udah deh. Lo mau modus kan?" Tanya Nava gugup sambil mengalihkan pembicaraan.
"Nggak usah gugup gitu juga lah. Biasa aja kali. Yaudah, gue mau balik lagi ke kelas. Lo di sini aja sampai jam pulang sekolah, nanti gue yang anter lo pulang." Jawab Dava yang ingin memulai langkah kakinya menuju pintu ruang UKS untuk keluar kembali ke kelas.
"Tapi kan gu..." Ucap Nava yang gantung karena Dava telah memotongnya lebih dulu.
"Nggak usah bawel. Dengerin aja apa yang gue bilang. Get well Soon,ok." Kata Dava sambil mengusap lembut rambut Nava.
Nava sama sekali tak merespon ucapan Dava. Ia lebih memilih untuk menuruti apa yang Dava bilang padanya. Karena menurutnya, apa yang dikatakan cowok itu tentunya demi kebaikan Nava sendiri.
Ketika Dava sudah keluar dari ruangan itu dan Dava sudah tidak menampakkan lagi tubuhnya. Nava masih terlihat jelas senyum-senyum sendiri karena kejadian tadi.
Cewek itu juga merasa heran, mengapa dirinya terlihat begitu nyaman ketika ada Dava. Ia takut dirinya jatuh cinta kepada kakak kelasnya yang terkenal dengan sikap dinginnya itu.
•••
Kring....kring...kring...
Bel pulang sekolah sudah mulai berbunyi. Pada saat itu, Nava hanya bisa menunggu Dava untuk mengantarkan dirinya pulang ke rumah kakak angkatnya, Rano. Ia merasa sedikit bosan menunggu Dava yang kini tak kunjung datang menemui dirinya. Nava takut kalau Dava telah berbohong kepadanya dan meninggalkan Nava pulang sendirian.
Ketika Nava sedang celingak-celinguk dengan maksud mencari Dava, akhirnya ia mendapati sosok Dava ada dibelakang dirinya. Ia terkejut karena Dava telah membuatnya kaget. Maka dari itu, ia merasa sedikit kesal dengan cowok itu.
"Ngapain celingak-celinguk gitu? nyariin gue? Lo takut ya kalau gue bakalan pulang duluan dan gue ninggalin lo? gitu?" Tanya Dava yang meledek Nava sambil mengerutkan kedua alisnya.
"Ck, apaan sih lo? Nggak jelas banget." Jawab Nava dengan nada kesal sambil memutar bola matanya dengan malas.
"Udah deh jangan bawel. Ayo ikut gue ke parkiran buat ngambil mobil gue. Lo mau buru-buru pulang kan? Kangen lo sama kakak lo?" Kata Dava yang lagi-lagi meledek Nava.
"Idih, jangan ghibahin kakak gue. Awas lo, ntar kualat baru tau rasa lo, haha." Jawab Nava sambil tertawa sinis.
"Lah? Galak bener lo." Jawab Dava sambil menyudutkan senyum kiri dibibirnya itu.
"Buruan ah. Rese lo, Dav." Katanya yang lagi-lagi memutar bola matanya dengan malas.
Dava hanya merespon dengan tertawa terbahak-bahak. Ia merasa begitu puas telah berhasil meledek Nava. Sedangkan Nava, ia malah merasa ingin sekali membunuh si cowok itu dengan pisau yang tajam pada saat itu juga. Ia sudah mulai kesal dengan setiap ledekan cowok nyebelin itu.
"Udah deh lo nggak usah ketawa melulu, gue jadi tambah kesel liat lo. Lagian, lo itu niat nggak sih buat nganterin gue pulang?" Tanya Nava dengan tatapan mata sedikit tajam sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Nggak." Jawab Dava singkat.
"Ohgitu, yaudah gue mau turun aja, biar gue naik angkot aja." Ucap Nava yang sedari tadi sudah kesal dengan cowok itu sambil membuka pintu mobil Dava.
Dengan cepat, Dava pun langsung mencegahnya. Ia tak ingin cewek itu pulang sendirian naik kendaraan umum dengan keadaan yang masih kurang fit.
"Eh, jangan. Gue bercanda doang. Kok lo baper gitu sih? Hahaha." Katanya sambil tertawa.
Nava lagi-lagi memutar bola matanya dengan malas. Ia lebih baik mengalah. Ia tak ingin berdebat dengan cowok rese kaya Dava ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Am I Always Blamed?
Teen FictionSiapa si yang ga kenal dengan cewek cantik, periang, baik hati, dan juga suka menolong ini? Nava Delia Fitri, wanita cantik berkulit putih dan berambut lurus sepundak ini menjadi sosok pendiam dan misterius yang selalu tertutup karena masalah keluar...