After The Light Goes Down (4)

6K 451 19
                                    

Masih nunggu cerita ini?

Kalo mau ngumpat adeknya Mia, monggo.... aku gak bakal marah kok. Bukan adek gua juga 😶

Buat ide cerita berikutnya, banyak yg setuju ya, aku buat action-thriller-romance. Tapi jangan berekspektasi tinggi. Aku gak jago bikin cerita action meski suka filmnya. Jangan protes, oke?

* * *


Sudah lewat jam 9 malam. Rania baru akan menutup toko kelontongnya ketika sebuah mercedes benz silver berhenti di depan. Terlihat mencolok di jalan sempit desa yang jauh dari pusat kota itu. Seorang lelaki dengan kemeja biru muda yang lengannya digulung dan celana kain yang agak kusut turun dari mobil itu.

Rania sudah tahu siapa orang itu hanya dari mobilnya yang hampir setiap hari selalu menyambangi rumahnya. Bangunan berlantai dua yang lumayan luas. Lantai satu dijadikan toko kelontong sedang lantai dua sebagai rumahnya.

"Kirain nggak dateng," sambut Rania setelah pria itu masuk.

"Tadi ada pasien yang lumayan lama lahirannya," jawab Evan, pria yang bertamu. Tamu rutin hingga Rania pun mulai akrab dengannya.

"Khandra udah tidur?" Evan menanyakan putranya sebelum menaiki anak tangga.

"Khandra apa ibunya?" Goda Rania.

Tapi yang digoda malah terkekeh meski wajahnya tampak lelah. "Dua-duanya deh."

Rania tertawa pada pria yang menjadi ayah dari anak sahabatnya. Kan, jadi bingung sendiri menyebutkan status Evan. Salah Mia sih, pria sebaik Evan kok digantung tanpa status yang jelas.

"Lagi asyik main tuh, sama Rama. Besok kan libur, pasti bakal kemaleman tidurnya," jelas Rania sambil mengeluhkan putranya yang dipastikan tidak kenal waktu kalau sudah bermain dengan si kecil Khandra.

Evan tertawa mendengarkan ibu single parent itu lalu pamit ke lantai dua. Kakinya melangkah tak sabar untuk bertemu buah hatinya.

Suara tawa bayi menyambut pria itu begitu sampai di lantai dua. Di tengah lantai itu adalah tempat bersantai. Meja kayu sengaja diletakkan menempel dinding hingga membuat tempat itu lebih luas. Tak ada sofa atau kursi. Hanya karpet tebal yang membentang sebagai alas duduk. Beberapa macam mainan anak berserakan. Khandra yang sudah bisa duduk, memegang mainan bebek favoritnya lalu ia lemparkan. Sementara Rama berulangkali mengambil kembali mainan itu. Tidak bosan meski si bayi terus melemparnya sesuka hati.

"Pa pa pa..." oceh si bayi saat menyadari kedatangan Evan.

Hati Evan selalu menghangat saat melihat wajah menggemaskan Khandra sambil memanggilnya. Bayi enam bulan itu memang mampu mengenali Evan meskipun dia datang nyaris saat malam saja. Itu pun kebersamaan mereka tak pernah lebih dari empat jam. Karena Evan selalu pulang setelah Khandra tidur.

"Jagoan Papa kok belum tidur?"

Evan meraih bayinya dalam pelukan. Menghujani Khandra dengan ciuman di wajah yang begitu mirip dengannya. Si kecil tertawa senang menerima perlakuan ayahnya.

"Om Evan kenapa baru datang?" Tanya Rama.

"Tadi Om harus membantu pasien dulu, Ram." Jelas Evan dengan Khandra di atas pangkuannya.

"Kalo capek nggak usah ke sini," ujar Mia dingin. Wajah penuh senyumnya tadi seketika berubah tanpa ekspresi sejak Evan datang.

"Siapa yang bilang capek?" Evan tak mau terpancing emosi untuk menghadapi Mia. "Demi bisa bersama anak, nggak ada istilah capek."

"Om Evan bantu ibu-ibu melahirkan ya?" Rama bertanya dengan nada antusias, seperti tak sadar akan aura dingin yang diciptakan dua orang dewasa itu.

LOVE - Book Of Romance StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang