Prolog

389 26 5
                                    

"Lepas! Lepasin gue bangsat!"

"Ra! Plese kasih tau aku dulu kenapa kamu mutusin aku Ra!"

"Sebaiknya lo sadar diri! Gue benci sama lo! Gue benciii!" Rara terduduk lemas tak mampu menahan bobot tubuhnya untuk berdiri lagi. Dia menangis sesenggukan. Seorang lelaki yang menjadi alasan Rara menangis pun ikut berjongkok dihadapan Rara. Dia adalah Gafa.

"Raa.. Kasih tau aku alasan kamu mutusin aku.. Aku gak bisa terima gitu aja tanpa tau alasan yang jelas Raa.." Gafa berujar dengan nada lembut tanpa lepas menatap Rara.

"Udahlah Gaf, gausah pura-pura. Lo selama ini cuma mainin gue doang kan? Lo gak tulus kan sama gue?! Iya kan!!" Rara berteriak dengan menutup wajahnya. Dia menangis histeris lagi. Untung saja suasana sekolah sedang sepi saat ini, dikarenakan jam pembelajaran telah usai.

"Raa.. Aku gak ngerti apa yang kamu omongin. Please jelasin" Pinta Gafa dengan tampang memelas sambil mengamit tangan Rara untuk dia genggam. Untungnya Rara tidak berontak.

"Seenggaknya jangan bikin gue jatuh cinta beneran, Gaf! Seenggaknya lo nggak usah pura-pura biar bikin gue makin jatuh sama lo! Gak gini caranya Gaff gak ginii.." lirih Rara dengan nada sedih.

Gafa menghela nafas lelah. Dia semakin tak mengerti arah pembicaraan gadisnya ini.

"Kamu tenangin diri kamu dulu. Stabilin emosi kamu dulu Ra. Baru jelasin ke aku, ya?"

"Gue bingung harus mulai dari mana dulu Gaf! Gue benci harus nginget itu!" ucap Rara dengan nada yang masih sesenggukan.

"Oke oke. Aku akan tunggu kamu. Sekarang aku bakal diam. Kamu tenangin diri dulu. Tapi jangan pernah kamu nyuruh aku pergi, karna aku tetep disini nunggu kamu jawab pertanyaan aku. Oke?" Gafa berucap panjang lebar dengan tangan mengelus pipi serta mata sembab Rara.

Selang beberapa menit kemudian, terdengar helaan nafas dari Rara.

"Gaf," Rara bersuara dengan memberanikan diri mendongak menatap tepat kearah netra kekasih yang sudah ia anggap mantan itu.

"Iya Ra?," suaranya bahkan lembut sekali. Bagaimana Rara bisa marah padanya?

"Sekarang lo jujur sama gue. Sebenernya lo nembak gue enam bulan yang lalu, itu karna apa?"

Gafa mengernyit bingung mendengar pertanyaan Rara.

"Ya karna aku suka lah sama kamu. Aku tertarik sama kamu sejak awal kita ketemu! Kenapa nanyanya gitu sih?" Emosi Gafa mulai terpancing sebab Rara yang sepertinya meragukan keseriusannya.

"Gue minta lo jujur Gaf, please. Cuman itu ajaa.." Air mata Rara kembali berjatuhan, tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

"Kalo kayak gini terus gak bakalan selesai Raa. Lebih baik kita pulang dulu. Kamu tenangin diri kamu. Emosi gak bakalan bikin masalah selesai. Aku akan kembali hubungin kamu untuk minta kejelasan semuanya. Aku gak akan ganggu kamu dulu. Aku janji. Sekarang kita pulang ya?" Ajak Gafa menarik tangan Rara untuk ikut berdiri.

Rara menunduk lesu.

"Emang itu kan, yang lo mau? Lo suka kan? Kalo gak berhubungan lagi sama gue?!"

"Cukup! Maksud lo apa sih? Jelasin biar gue ngerti!" habis sudah kesabaran Gafa.

Rara terkejut mendengar bentakan Gafa padanya. Selama enam bulan berpacaran, tak pernah dia mendengar intonasi bicara Gafa semarah ini.

"So..sorry. Ga..Gak ada yang perlu dijelasin lagi kok Gaf. Gue minta maaf udah nuduh lo yang enggak-enggak. Gue gak bakalan ganggu lo lagi. Gue bisa pulang sendiri kok, gausah lo anterin. Makasih Gaf, makasih untuk semuanya!" Rara berujar panjang lebar dengan matanya menatap sendu kearah Gafa untuk terakhir kalinya. Lalu berlari kencang menjauh dari hadapan Gafa. Mungkin mereka tak akan bertemu lagi. Rara ingin memulihkan keadaan hatinya yang hancur berkeping-keping.

Inestable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang