[72]

1K 124 2
                                    

Hari ini ayahnya ga ke kantor, kerja dari rumah karena agak ga enak badan. Jadilah Chan-Hee bantuin ngerjain yang sekiranya dia udah pelajari selama di kelas.

Berhubung dia pinter ya jadi lancar-lancar aja.

"Yah, ini artinya apa?"

Karena beberapa berkas ada yang full bahasa Belanda atau Prancis, dan Chan-Hee ga ngerti, jadinya dia nanya ayahnya.

Si ayah ketawa aja liat anaknya kebingungan. "Yang itu sini Ayah aja yang ngerjain. Dijelasin juga kamu ga bakal langsung ngerti."

"Ih, sombong amat."

Udah kayak temen mereka tuh. Chan-Hee sih sebenernya yang kadang ga ada adabnya ke orangtua.

Chan-Hee yang lagi fokus sama berkas yang dia pegang langsung noleh saat ada suara pintu kebuka.

"Kak, Ayah, makan dulu. Udah jam satu tuh, nanti lanjut lagi kerjanya."

Hitomi masuk, nyamperin mereka berdua. Chan-Hee langsung narik pinggang Hitomi dan meluk dia. Wajahnya ditempelin ke perutnya, lagi ngobrol sama anaknya.

"Chan-Hee emang suka kayak gitu, ya?" tanya ayahnya.

Tadinya Hitomi yang mau jawab, tapi keburu disela Chan-Hee. "Ayah makan sana, aku yang lanjutin ini."

"Duh, ngusir nih ceritanya."

Ayahnya ketawa, ngusap rambut Chan-Hee lanjut jalan keluar ruang kerjanya. Sekarang tinggal mereka berdua yang ada di sini.

"Kakak ga mau makan?"

Hitomi ikutan ngusap kepala Chan-Hee. Kayaknya mood si kakak lagi kurang bagus. Semalem juga waktu Hitomi kebangun dini hari si Chan-Hee belum tidur, ga tau ngapain liatin ponsel terus.

Chan-Hee ngelepas pelukannya. "Sini deh duduk," katanya, nyuruh Hitomi duduk di tempat duduk ayahnya tadi.

Istrinya itu nurut. Dia langsung duduk, masih ngeliatin Chan-Hee yang juga lagi natap matanya.

Mereka berdua ga ngomong apa-apa. Hitomi nungguin Chan-Hee untuk ngomong duluan sementara Chan-Hee sendiri belum mau buka suara lagi.

Tangan Chan-Hee genggam kedua tangan istrinya, diusap pelan-pelan. Dia senyum ke Hitomi. "Semester depan, setelah Kakak lulus, kita pindah ke Jepang, ya? Tinggal di Tokyo."

Chan-Hee masih mainin tangan Hitomi, nunggu respons dari sang istri. Belum ada, Hitomi cuma ngeliatin Chan-Hee agak lama.

Karena belum ada tanggapan apa-apa, jadi Chan-Hee lanjutin kalimatnya. "Kamu kan udah mau tahun terakhir, mau ngerjain tugas akhir juga. Syukur-syukur kalo nanti bisa sidang sebelum lahiran jadi ga perlu ambil cuti.

"Kita tinggal di Tokyo aja, ya? Deket kok sama kampus. Kakak juga mau langsung ambil program S2 sembari kerja. Ada rekomendasi dari Ayah untuk kerja di sana.

"Ga apa-apa, kan? Jadi lebih deket juga kalo kamu mau pulang ketemu Ayah sama Ibu."

Chan-Hee gemes lantaran Hitomi belum juga ngomong apa pun. "Sayang?"

"Hm?"

"Kok ga ngomong apa-apa?"

Dia geleng pelan. "Engga. Aku kepikiran Bunda. Nanti sendirian di rumah?"

Kok lucu banget, sih. Chan-Hee terharu istrinya sesayang itu sama bundanya.

Ya kepikiran, sih. Kan tadinya abis nikah emang mau tinggal sendiri, punya rumah sendiri. Tapi karena bundanya ga mau di rumah sendirian makanya Chan-Hee ga jadi beli rumah.

Chan-Hee cium kening Hitomi agak lama, setelah itu ngusap kepalanya. "Dinas Ayah sebentar lagi selesai. Kakak lulus pun nanti Ayah udah pulang, kerja di Seoul lagi."

"Nana ikut kita ke Tokyo?" tanya Hitomi lagi.

Oh iya, Chan-Hee belum bilang yang ini.

"Sayang, Kak Jae sama Ju-Yeon mau ngambil Nana lagi."

Mungkin awalnya mereka berdua agak ga siap ngurus Nana. Mereka jarang ketemu, ga sedeket Nana ke Kevin atau Sun-Woo.

Tapi ngerawat Nana selama ini dan jadi orangtua asuh untuk dia, tentu aja agak sedih untuk pisah sama anak selucu Nana.

"Ju-Yeon kan udah ga kerja, Kak Jae juga. Mungkin mereka mau ngabisin waktunya sebagai keluarga yang utuh lagi.

"Mereka adopsi anak lagi juga, loh. Jadi Nana nanti ada temennya," tambah Chan-Hee.

Hitomi ngangguk. "Bagus deh kalo Nana bisa bareng daddy-nya lagi," jawabnya.

Chan-Hee meluk Hitomi, masih sembari ngusap kepalanya. "Kita kan sebentar lagi juga punya anak. Ga lama, kok. Nanti tau-tau lahir, tau-tau udah bisa jalan, bisa ngomong, bisa lari-lari sampe capek ngejarnya."

Ngomongnya kenapa lucu banget, sih. Kan Hitomi jadi ketawa.

Chan-Hee ikutan ketawa. Kehidupannya sekarang udah lebih dari cukup.

Cukup bahagia aja kayak gini terus, Chan-Hee ga minta apa-apa lagi.

Ketakutan Chan-Hee ga berlebihan kalau harga yang harus dibayar adalah kehidupannya yang hampir sempurna ini.

Dia cuma ga mau kehilangan. Ga mau ditinggal sendirian dan ga mau kecewa lagi.

"Sayang."

"Iya, Kak."

Chan-Hee ngelepas pelukannya. "Besok kita pulang ya ke Seoul."

Kali ini Hitomi ngerutin keningnya, bingung. "Loh, katanya minggu depan bareng Ayah?"

"Ada urusan di rumah, si Chang-Min lagi di Seoul juga jadi bawel dia mau ketemu Kakak."

"Kalian kayak anak kembar, ya."

Setelahnya, Hitomi jadi bantuin Chan-Hee sortir berkas-berkas yang lagi dia kerjain tadi. Dipilah mana yang bisa Chan-Hee kerjain mana yang untuk ayahnya kerjain.

Sesekali Chan-Hee juga nerima telpon. Emang udah harus balik ya ternyata. Bakalan ada rapat untuk proyek lagi.

Padahal dia bener-bener ga mau pulang secepat ini. Tapi gimana, ga mungkin dia ga acuhin semua kepentingan di sana.

"Kak?"

"Kakak??"

"Eh? Iya Sayang kenapa?"

Hitomi masih ngeliatin si kakak. "Ngelamunin apa?"

Ternyata Chan-Hee ga sadar dari tadi abis nerima telpon dia ngelamun agak lama. "Ah engga. Ga apa-apa."

Kevin juga masih ada di Seoul, kan?

Kenapa Chan-Hee makin hari makin ngerasa takut. Dia sendiri ga ngerti.

Bahkan Chan-Hee juga tau kalau Kevin punya masalahnya sendiri, ga mungkin juga gangguin dia sama istrinya. Tapi gimana? Chan-Hee ga bisa ngilangin rasa takut itu begitu aja.

"Hiichan."

Hitomi noleh waktu tangan Chan-Hee genggam tangannya.

Tapi bukan itu fokusnya. Hitomi sadar kalau tangan Chan-Hee gemeteran.

"Kakak kenapa? Ada yang sakit?"

Tangan Hitomi pegang kening sampai pipi Chan-Hee. Ga kenapa-kenapa kok.

"Istirahat aja, ya? Kerjaannya lanjutin nanti."

Baru juga Hitomi mau bangun, tangan Chan-Hee nahan tangannya.

Si cantik senyum lalu bantuin Chan-Hee untuk ikutan berdiri. "Ke kamar, ya? Nanti aku buatin teh anget."

Akhirnya Chan-Hee mau diajak jalan balik ke kamar mereka.

Di ruang tengah, ayahnya ngeliat mereka berdua jalan ke arah kamar. Mau nanya sebenernya, tapi si ayah sadar kalau Chan-Hee mukanya jadi agak beda.

Pasti ada sesuatu di omongan mereka berdua tadi, pikirnya.

Life Is Not Only Yours (Book 2) || The BoyzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang