Hai... Namaku Sarah Edenia, kini Jakarta menjadi temanku, hehehe, teman bisu namun ramai...
Jakarta....
Apa bayanganmu dengan kota Jakarta?? Tentunya kota yang sesak, padat, rutin kena banjir tiap tahunnya, kota dengan ratusan kasus kejahatan tiap tahunnya. Hufttt...dengar namanya saja aku sudah bejad... Tapi, kali ini aku benar-benar pusing 7 keliling. Orang tuaku terpaksa pindah dari desa asri yang sejuk dan nyaman ke kota. Apalagi aku harus berpisah dengan Mak Nyak, nenekku tercinta yang bisa membuat kepalaku panas. Memang sih, dari segi infrastruktur Jakarta adalah yang paling maju. Menjadi sanggahan dan harapan penduduk desa sepertiku untuk merantau ke sana. Berharap nasib bisa diubah. Ya,,, benar saja siapa yang berusaha dialah yang menuainya. Orang tuaku berhasil membuka warung makan khas jawa, yang tersebar sebanyak 18 cabang di seluruh ibukota. Nasib bisa berubah, tapi kini orang tuaku lebih memihak pekerjaannya daripada aku. Ditambah banyak sekali masalah yang terjadi di Jakarta yang menimpa diriku.***
Pernah aku merasa sunyi...
Hingga tak kusadari sudut ruangan adalah tempat favoritku
Bunga yang merekah di waktu pagi kan layu semu berguguran pada esoknya...
Tak kusangka keladiku yang sempurna, kini robek
Waru taruhan poker lenyap dari kartu
Renggutan maut kan sejengkal menyapa
Andai waktu berbicara
Mungkin aku bisa menyebutnya pahlawan
Tapi tidak
Kenyataanya akulah yang pengecut...
Pecundang...
Dalam kelam...***
Pagi hari menyapa, Sarah seorang siswi berseragam kotak biru putih, dengan pita senada dan rok putih
"Ma, Sarah berangkat dulu ya,""Iya, hati-hati di jalan,"
"Nggak usah dijawab sekalian aja," gerutu Sarah dalam hati.
"Dari masa bayi orok gitu aja mulu. Emang nggak ada ya jawaban yang lain? Dari abjad A-Z, susahkah merangkai kata yang beda? Cihh..."
Kringg.... Bel sekolah berbunyi, tanda kelas akan dimulai.
Hari ini, mapel pertama adalah bahasa indonesia. Dan yang mengajar adalah salah satu guru yang dicap killer oleh mantan muridnya. Dia adalah Bu Agnes."Anak-anak, berhubung hari ini hari pertama sekolah, maka Ibu minta kalian membuat karangan tentang diri kalian masing-masing dan diberi judul 'Siapa Aku?', supaya lebih akrab dengan teman sekelas, Ibu ada urusan administrasi sebentar, jangan keluar kelas, dan jangan lupa untuk organisasi kelas segera tentukan siapa pengurusnya, paham?", kata Bu Agnes.
"Paham bu"
Selepas jawaban serentak dari murid sekelas, Bu Agnes pun segera pergi meninggalkan kelas.
"Hmmm, hari ini aku pilih kursi pojok dekat jendela, supaya bisa cuci mata liatin cogan-cogan junior sama senior, kerjaanku melamun, kenapa?"
"Ya nggak tahu lah, masak hari pertama abis liburan langsung digenjot pake question", seorang cowok dengan kerah baju khas berandalan, tiba-tiba menyahut setelah sekilas mengintip karanganku.
Aku sedikit tersentak dengan sahutannya yang ala-ala berandalan itu.
"Mmm, anda siapa ya?" tanyaku malu-malu. Cowok itu, dengan lancangnya mendekatkan mukanya kehadapanku. Mengobservasi setiap bagian wajahku.
"Oh, gue rasa kita pernah ketemu, dan ini juga bukan kali pertama aku nyaut kaya gini", jawab cowok itu.
"Makasih atas jawabannya, sangat membantu", jawabku dengan senyum kecut dan lekas berpaling dari tatapan mautnya.
"Hei, lo beneran nggak inget gue?" tanyanya memastikan.
"Apasih, cowok psikopat nggak jelas", batinku dalam hati.
"Maaf, tapi kuis untuk anda sudah anda jawab, trims", jawabku.
"Lo cewek yang ada di gang waktu itu kan", kata cowok itu.
Deg... Seketika mataku terbelalak kearahnya, bagaimana dia tahu kejadian waktu itu?
"Emm, maaf kehadiran anda mengganggu saya, saya harus segera menyelesaikan tugas dari Bu Agnes", jawabku datar.
"Oh, oke maaf mengganggu, btw aku duduk dibelakangmu, jangan sungkan buat minta bantuan yes, gini gini saya pernah masuk 10 besar, hehe" jawab cowok itu, yang entah kenapa jadi agak sopan.
Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kelas. Seketika membuyarkan keadaan kelas, yang semula ramai menjadi tenang. Dia adalah dewi penenang, Bu Agnes. Tapi, malangnyaa...
"Hei, yang di pojok jendela sana, siapa namamu? Ayo maju, bawa karanganmu sekalian"
"Siapa bu? Yang cowok atau cewek?" kata cowok itu dengan PD segunung everest.
"Ya, kalian berdua, ayo maju ke depan!" perintah Bu Agnes.
"Ok bu, kalau sama cewek cantik sih nggak keberatan, hehe"
"Sepertinya dia orang yang humoris dan nggak jaim" kataku dalam hati.
"Eh, cantik ayo maju, miss killer manggil kita","Eh, kita? Sejak kap.."
Belum selesai Sarah ngomong, cowok dengan PD setinggi langit itu langsung gercep meraih tangannya dan membawanya maju ke depan. Sarah pun hanya diam membatu, detak jantungnya pun berdetak tak beraturan.
"Ayo, sekarang bacakan karangan yang kalian buat", kata Bu Agnes.
"Hi, kenalin nama gue Qeano Xavier, buat yang naksur gue bisa ngapelin di Perumahan Griya Santano Jln. Jeruk No. 25, gue tunggu hehe, terus umur gue..."
"Itu karangan??" tanya salah satu murid di kelas.
"Bentar, kan belum tamat", jawab Qeano santai.
"Gue umur 16 tahun, biasa dipanggil Qean, tanggal lahir gue pokoknya bentar lagi, nanti kalian buat surprise dan pastinya malah ngerepotin, kan aku jadi nggak enak, hehe," katanya diikuti gelak tawa sekelas.
Tapi, ada yang mencolok di antara semua siswa yang tertawa lepas karena lawakan Qean. Sarah seolah tidak bergeming, wajahnya mendadak pucat, tubuhnya menggigil, meski cuaca sedang tidak hujan. Namun, keadaannya seakan sirna dalam keramaian akibat gelak tawa seisi kelas. Berasa kelas itu seperti studio stand up comedy.
Tubuh Sarah pun mulai lemas, keringat dinginnya mulai mengucur membasahi pelipisnya.Brukk...
KAMU SEDANG MEMBACA
The First Dandelion's Snow In Jakarta
Teen FictionThe first dandelion's snow in Jakarta Sarah merupakan siswi SMA yang pendiam dan "pemalu". Bayang-bayang akan masa lalunya yang kelam terkadang membuatnya takut menjalani hari-harinya. Namun, suatu hari ia ingat akan kotak yang diwasiatkan oleh nene...