3. AWAN HITAM ~

10 2 1
                                    

Cara pov

Bagiku kehilangan adalah hal paling menyakitkan dari kesakitan yang pernah ada.

Ibu pernah bilang, jika pertemuan itu awal dari perpisahan. Aku tak percaya karena aku telah di pisahkan dengan ayahku sebelum aku di pertemukan dengannya.

Pagi ini aku menjalani rutinitasku seperti biasa, berangkat sekolah dengan berjalan kaki.

Ibu sering menawarkan untuk diantarkan ke sekolah menggunakan mobil miliknya. Tapi aku menolak nya dengan halus, aku tak ingin merepotkan siapapun, lagi pula jarak dari rumah ku ke sekolah cukup dekat menurutku.

" Aku berangkat bu " ucapku yang sudah menghabiskan makanan sederhana yang selalu ibu siapkan setiap pagi sebelum berangkat bekerja.

" Hati hati sayang " seperti biasa sebelum berangkat aku mengecup kedua pipi ibuku secara bergantian lalu menyalaminya, itu sudah menjadi kebiasaan ku saat kecil.

***

Aku bertanya pada hatiku, kemana langkah ini akan berhenti ?
Sebab detak ku tak kuat berdenyut lagi ...

Lelah rasaku mengubur marah.
Sebab tak pantas aku berbisik keras

Tangan ku lagi lagi memegang pena, ingin menulis dan melukis hal indah.

Namun kaku, tiba tiba saja semua membatu. Sulit bergerak meski dalam bayangan semu.

Aku menjerit pada alam ...

Kenapa semesta tidak pernah adil ?
Tanah yang ku pijak seolah menghukum ku di keramaian, Bahagia yang harus aku dapatkan selalu tertahan.

Aku menangis pada bumi ...

kenapa dunia seakan tak pernah mendengar ?
Langit yang ku tatap seolah menghukumku di deras hujan, membiarkanku terguyur rindu yang terkapar.

ADR puisi~


Langkah ku terhenti saat menemukan kertas kecil berisi puisi, aku tidak tau siapa yang menulisnya tidak ada nama yang tertera di kertas kecil putih itu.

Aku memasukannya ke dalam tas gendong ku berwarna biru tua, puisinya seperti untuk ku tentang perasaan yang sudah lama ingin ku keluarkan kalimatnya.

Ah sudahlah, bukan saat nya untuk bersedih.

Aku melanjutkan langkah ku karena waktu sudah menunjukan pukul 7.05 .

" Ahh pasti telat " gumam ku.

Sampai di sekolah, ternyata keberuntungan sedang di pihak ku. Gerbang sekolah belum terkunci, aku pikir akan bebas dari hukuman guru piket.

Aku melihat jam yang bertengger indah di pergelangan tanganku yang ternyata sudah menunjukan pukul 7.15 . 'Selelet itu ya aku berjalan ? '  batin ku berseru.

Aku tidak ingin membuang waktu, aku harus buru buru memasuki kelas.

" Bima " gumam ku lagi, Yah aku melihat Bima lagi.

Aku melihat Bima di lorong jalan menuju kelasku, jalan itu sudah sepi karena aku yakini mereka sudah memasuki jam pertamanya yang berbunyi beberaoa menit yang lalu.

Aku melihatnya jelas karena dia berjalan ke arah ku, Aku tak percaya bagaimana mungkin ? Bima sekarang ada di hadapan ku dengan wajah pucat pasi. Baju sekolah yang berlumur darah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AWAN HITAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang