04. Oh Shit!

2.9K 451 51
                                    

Entah kenapa semakin bertambahnya hari semakin itu pula aku menjadi dekat dengan Pak Daniar. Lelaki itu bahkan seolah tidak memberikanku celah untuk menghindarinya, selalu ada alasan untuk ia menemuiku selama beberapa hari ini.

"Anjingku kesepian, mau menemaninya di apartemenku?"

Seperti hari ini, ia datang dengan alibi anjingnya Coco dan Lulu yang tidak ada teman bermain. Padahal anjingnya itu jelas-jelas ada dua dan bisa saja mereka memilih bermain bersama dari pada dengan manusia.

"Aku banyak tugas Pak, memangnya dosen seperti Bapak tidak sibuk?"

Pak Daniar menggelengkan kepalanya, "Hari ini aku free."

Pantas saja.

Tapi apa tidak konyol kalau dia hanya menyuruhku untuk menemani anjingnya saja? 

Aku memilih untuk duduk di kursi tunggu yang ada di gedung ini dari pada harus berdiri dan mendengarkan ocehan Pak Daniar yang selalu merengek untuk membawaku bersamanya. Sebenarnya aku sedikit terkejut melihat perubahan sikap Pak Daniar—padahal dulu ia terlihat membenciku sekali.

"Aku tahu kalau aku sangat menyukai makhluk lucu seperti kucing dan anjing, tapi—alasanmu tidak masuk akal kalau hanya untuk menemani Coco dan Lulu bermain." 

Pak Daniar menghela napasnya setelah mendengar penjelasanku, sepertinya ia kalah.

"Baiklah... ayo ke apartemenku. Aku rindu kamu, terakhir kamu berkunjung minggu kemarin, itu pun hanya sebentar karena kamu dijemput Juan."

Aku langsung menoleh dan menatap Pak Daniar dengan wajah tak percaya—apa tadi? dia bilang merindukanku? apa aku tidak salah dengar?

"Aku tidak salah dengarkan?" Tanyaku memastikan.

Lelaki itu mengusap wajahnya kasar kemudian ia berdiri dari duduknya. "Ayo aku antarkan pulang, kuliahmu sudah selesaikan?"

"Bapak tidak ada janji atau rapat hari ini?" 

Bukannya mengiyakan ajakannya, aku malah bertanya lagi padanya.

"Hari jumat aku tidak ada jadwal apa-apa, aku ke kampus hanya ingin melihatmu." Pak Daniar kemudian ia menatapku. "Ayo aku antar."

Pada akhirnya aku menurut dan ikut Pak Daniar pulang dengan mobilnya. Kata Yuna sudah menjadi rahasia umum kalau Pak Daniar terlihat seolah mengejarku yang nyatanya hanyalah mahasiswa asing yang terlibat pertukaran mahasiswa dengan kampus ini. Tapi aku selalu saja mengelak dan mengatakan kalau kami hanya sekadar teman dekat—dan tentu saja mereka tidak langsung percaya.

Selama perjalanan menuju parkiran dosen memang banyak sekali pasang mata yang diam-diam mencuri pandang ke arah kami. Aku menghela napas lelah, dan itu membuat Pak Daniar langsung menoleh ke arahku.

"Kenapa?"

Aku balas menatapnya lalu tersenyum, "Tidak apa-apa."

Pak Daniar menghentikan langkahnya lalu menatapku dengan wajah seriusnya. "Abaikan saja kalau itu mengganggumu."

Kemudian Pak Daniar membuka pintu mobilnya, "Cepat masuk."

Aku mendengus kesal. Setelah aku masuk ke dalam mobil dan Pak Daniar mtenyusul masuk juga, aku kemudian menatapnya. "Aku terlihat seperti mahasiswi yang diculik dosen muda kebanggaan kampus ini."

Mendengar ucapanku membuat Pak Daniar terkekeh pelan, "Aku memang berniat menculikmu ke apartemenku."

Entah pikiranku yang tidak sehat atau bagaimana—wajahku memerah sempurna mendengar ucapannya barusan. Pak Daniar tertawa pelan, tangannya mengusap puncak kepalaku dengan gemas, membuat poniku jadi berantakan karenanya.

RENJANA | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang