Hari ini adalah hari yang sangat penting untuk Gio, pasalnya ia sudah memikirkan bagaimana caranya menghabiskan waktu bersama Adara sekaligus membantu gadis itu untuk mengembalikan ingatannya.
"Bukannya hanya pergi ke pasar malam?" Monolog Gio, setelah menatap pantulan kaca yang menampilkan dirinya sedang memakai tuxedo.
Beberapa menit kemudian Gio mengganti pakaian menjadi T-shirt putih polos juga celana jeans hitam. Pakaiannya tidak boleh menojol diantara kerumunan orang-orang pasar, Gio akan menyatu sebagai orang biasa, bukan sebagai moster pembunuh.
Tok! Tok! Tok!
Pintu terbuka, menampilkan Vregard di sana. "Malam, Boss. Nona sudah siap dan menunggu di ruang utama bersama Doktor Adele."
Gio mengangguk seraya menghela nafas gugup, sudah lama ia tidak melakukan hal biasa seperti ini. Saat Vregard hendak menutup pintu, Gio lebih dulu menginterupsi.
"Vregard," panggil Gio.
Vregard kembali membuka pintu yang sudah setengah ke tutup. "Iya, Boss?"
"Bagaimana?" tanya Gio meminta penilaian pada Vregard atas pakaiannya malam ini.
Vregard mengamati dari ujung kepala sampai ujung kaki, tampak sempurna dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. "Cocok, Boss. Anda akan terlihat seperti orang biasa di sana," jawab Vregard.
Namun bukan itu yang Gio maksud. "Maksud saya, apakah Adara akan menyukai pria dengan pakaian seperti ini? Apa tuxedo lebih baik? Atau—kemeja?"
Vregard mengernyitkan dahi. "Menurut saya pakaian Anda terlihat pas untuk dipakai ke pasar malam. Tuxedo sepertinya bisa Anda gunakan pada acara jamuan makan malam dengan para pemegang saham."
Benar, Gio setuju dengan pendapat Vregard. "Kalau begitu kau bisa pergi."
Vregard menundukkan sedikit kepalanya, sebelum akhirnya kembali menutup pintu meninggalkan Gio di kamar.
Gio menghampiri Adara yang tengah duduk di ruang utama bersama Adele. Gadis itu menggunakan pakaian santai, sweater moca dengan rok selutut. Jantung Gio berdegup kencang.
"Sudah siap?" tanya Gio pada Adara. Matanya tidak teralihkan, intensitasnya terpaku pada Adara.
Adara mengangguk. Sedangkan Gio mulai menggandeng tangan Adara, ia berjalan meninggalkan Adele yang hanya membatu di sana.
Adele menghela nafas pelan, sudah seharusnya ia tidak berharap lebih pada seorang laki-laki yang telah menunggu kekasihnya selama 20 tahun. Adele memilih untuk kembali ke rumah sakit, tanpa mengucapkan sepatah kata.
****
Sampai di pasar malam, Adara dan Gio menyusuri setiap stand makanan, mainan dan beberapa aksesoris lucu di sana. Hingga mereka tiba pada shooting game, Adara mengamati orang-orang yang sedang bermain.
"Kamu mau main itu?" tanya Gio pada Adara.
Adara menggeleng, ia tidak memiliki uang. "Kita nontonin mereka aja," jawab Adara berbohong sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Tapi aku mau," ucap Gio seperti anak kecil.
Astaga. Adara menoleh ke samping, menatap mata pria di sampingnya. Ia mengerutkan kening, tak percaya. "Oh? Kamu mau main shooting game?"
Gio menggeleng, maksudnya adalah membeli game itu dan memberikan hadiahnya pada Adara.
"Jangan bilang—" Adara memicing curiga dengan respon pria itu.
"Aku akan bermain," jawab Gio lebih dulu.
Adara mengangguk lega, ia membiarkan Gio bermain shooting game. Gio menoleh ke belakang, untuk melihat Adara sejenak. Memegang pistol bukan hal luar biasa baginya, karena Gio pernah memegang senapan lebih dari 10 kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
しぬ SHINU (COMPLETED)
Misterio / Suspenso❝Maaf berarti kalah, dan yang kalah harus mati!❞ Semua orang mengenalnya sebagai monster pembunuh. Namun bagiku, dia adalah sosok pelindung. Manusia pencabut nyawa itu terperangkap dalam prinsipnya sendiri. Akankan Adara dapat menaklukkan monster te...