Jadi Primadona

17 2 4
                                    

Aku ingat saat kejadian itu tahun 2006 kira-kira sudah 14tahun silam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku ingat saat kejadian itu tahun 2006 kira-kira sudah 14tahun silam. Di mana aku sedang duduk di bangku kelas 5 SD.

Setiap pagi mamah selalu menyisir rambut dan merapikan poniku.

Aku di kenal sebagai gadis berponi, rambut yang lurus, kulit putih, mata belo dan badanku mungil dan keluargaku memanggil dengan sebutan puti.

Saat itu hari senin, ku gunakan seragam putih berkalung dasi merah dan rok di atas lutut.

"Putri..." Teriak teh Melisa di depan pintu rumahku.

"Iya sebentar ya mel" sahut mamah sambil merapikan kerah bajuku.

Aku berlari setelah bersalaman dengan mamah, lalu aku menghampiri teh Melisa. Oh ya teh itu sebutan untuk kakak perempuan. Karena Melisa adalah kakak sepupuku.

Setiap hari kita berjalan berdua untuk menuju sekolah kami yang tak jauh, hanya 100 Langkah dari rumah kami. Hehe iya kami sering menghitung saat berjalan.

"Puti, nanti kalau Dewi, Ijah dan Mimin mengajak kamu ke belakang sekolah jangan mau ya!" Melisa menghentikan langkahnya.

"Kenapa memang?" Aku bertanya kebingungan.

"Pokonya apa pun alasannya kamu jangan mau! Soalnya kemarin aku tahu mereka bisik-bisik dengan Arif kalau nanti, mereka akan membantunya buat nyata in perasaannya ke kamu," jelas Melisa.

Aku melongo, badan ku bergetar." Aku pulang ya! Takut.”
Melisa terus menarik untuk tetap melanjutkan perjalanan yang hampir sampai.

lega rasanya, karena sampai masuk kelas mereka tak mendekatiku. Namun, saat  lonceng berbunyi tanda istirahat mereka berlarian ke tempat dudukku.

"Putri antar aku yuk! Uang ku hilang  kayanya pas ke toilet." ajak dewi memaksa.

"Enggak mau. Minta antar sama Mimin atau Ijah sana!” aku menolak karena ingat perkataan teh Melisa.

Lalu mereka pergi. Namun, aku curiga merencanakan hal lain.
Lamunan ku tertuju pada mereka rasanya makan saat istirahat pun tak nafsu. Karena di kantin aku mengalami kejadian yang tak enak di hati.

“Putri. Kenapa wajahmu cemberut. Nanti cantiknya hilang loh.” Ali menggodaku namun tangannya mencolek wajahku.

“Plak.” Ayunan tanganku mengenai pipi sebelah kanan Ali. Karena sungguh aku tak suka hal itu.
Teman-teman Ali tertawa terbahak-bahak. Mereka senang melihat kejadian tadi.

“Buset dah si putri galak amat ya,”  celetuk Tony

“KDRT itu haha” sahut Bayu.

Aku bergegas balik ke kelas karena kesal saat itu. Namun, langkahku terhenti saat aku melihat Arif sudah ada di depan pintu.

“sedang apa kamu di situ,” tanyaku kesal.

“Jawablah dulu pertanyaanku. Kamu mau tidak jadi pacarku. Kalau kamu menolak aku tidak akan membiarkan kamu masuk kelas.” Arif mengancam dengan pilihan yang sulit ku jawab.
Semua murid yang ada di kelas bersorak-sorak dan tertawa

“Terima.”

“Terima.”

“Terima.”

“Terima.”

“Awas kamu!” Aku masih menahan tangis.

“jawab dulu,” pinta Arif memaksa.

Kesal sungguh, malu dan ingin menangis. Namun, aku mencoba mendorong tubuh Arif agar bisa menerobos. Tapi nihil tenaganya begitu kuat dibandingkan aku yang anak perempuan.

Aku menangis kencang karena tidak kuat menahan malu. Ada suara langkah kaki dari belakang, terdengar makin lama makin dekat. Kulihat Arif melepaskan tangannya dari pintu.

“Aya naon iye, kunaon si Putri cerik kie.” (ada apa ini, kenapa si putri nangis begini.)

“Alhamdulillah Ibu Oom datang,” gumamku dalam hati.

“Itu Bu si Arif bilang suka sama si Putri,” jelas Yayan.

“Bener putri, naon nu di omongken ku si Yayan?” ( benar putri, apa yang di omong in sama Yayan?)

“Muhun ibu, Arif na maksa. Ceunah lamun putri teu narima bakal moal di bikeun asup ka kelas.” (iya ibu, Arif maksa. Katanya kalau putri tidak mau terima tidak akan di kasih masuk kelas.)

“yeh si Arif letik-letik sagala bobogohan. Geus Putri hayu asup Jeung Ibu! Keun si Arif disetrap ke.” Tangan ibu Oom menjewer telinga kiri Arif. (yeh si Arif segala pacaran. Udah Putri ayo masuk sama Ibu! Biarin si Arif dihukum nanti.)

Akhirinya aku di perbolehkan masuk oleh ibu Oom. Sedangkan Arif dapat hukuman tidak boleh masuk kelas tambah lagi ibu memintanya untuk mengangkat kaki sebelah sampai bel pulang berbunyi. Pelajaran tetap dilanjutkan kelas yang tadinya ramai, sekejap langsung sunyi setelah ibu masuk kelas.

“Puti. Ini ada surat dari si Yayan. Katanya di buka kalau sudah sampai rumah!” Melisa menyodorkan secarik kertas di dalam amplop.

“Ih nanaonan, pisebeleun.” (ih apa-apaan, menyebalkan.)

Bel pun berbunyi. Murid-murid serentak terburu-buru Merapikan buku di atas meja. Lalu sesegera mungkin mereka menghampiri ibu guru untuk bersalaman dan aku bergegas menyusul teman-teman untuk pulang.

“Den, Deden. Hayu ikuti Melisa dan Putri, katanya mau tahu rumahnya,” teriak Yayan

Mendengar teriakan Yayan, aku dan Melisa bergegas lari sekencang mungkin kami menelusuri jalan-jalan tikus yang kami ketahui agar mereka kehilangan jejak.

“ayo puti lebih kencang lagi!” Melisa berlari sambil memegangi tanganku.

“Bentar,  teh bentar.” Berusaha menghentikan tarikan tangan Melisa.

“Kenapa?”

“Itu sepatu aku ketinggalan sebelah tuh jauh.” Jariku menunjuk ke arah sepatu yang tergeletak.

“Yeh ai maneh kumaha sih, naha bisa copot.” ( yeh kamu gimana sih, kenapa bisa copot.)

“sepatunya longgar”

Kami pun tertawa bersama terbahak-bahak. Apalagi setelah Melisa tahu bahwa sepatunya ku ganjal dengan gumpalan kertas sebesar bola pingpong.

Sedangkan Yayan dan Deden mereka tidak berhasil hari itu. Namun, mereka tak pernah menyerah mereka mengikuti kami setiap pulang.

Selesai.

Terimakasih sudah mampir dan membacar😂 maaf ya kalau tidak lucu heheh..


Bonus. Foto asli masa kecilku. Ini foto saat usiaku 6 tahun😂 waktu masih tinggal di batam hehe

 Ini foto saat usiaku 6 tahun😂 waktu masih tinggal di batam hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nulis bareng IASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang