Author POV
Ting tong. Devian menekan bel pintu apartemen di depannya dan menunggu sampai pintu dibuka dengan sabar. Karena tidak ada jawaban, ia hendak menekannya lagi. Tapi, sedetik kemudian pintu pun dibuka dan menampakkan Yocelyn yang sudah berpakaian rapi.
"Morning," sapa Devian manis.
"Morning, Devian," balas Yocelyn. "Mau masuk?" Yocelyn menawari.
"Boleh," timpal Devian dan kemudian masuk setelah Yocelyn melebarkan pintu untuknya.
"Ada apa kemari pagi-pagi?" tanya Yocelyn sambil beranjak ke dapur hendak membuatkan kopi hangat untuk Devian, seperti biasanya. "Tidak mungkin untuk melanjutkan perdebatan kemarin, bukan?" Yocelyn berusah melucu.
Devian tertawa gurih sambil duduk di sofa panjang. "Berbicara tentang itu... aku kesini ingin minta maaf," ucap Devian yang tersirat penuh sesal akan kemarin.
"Apa itu tulus?" tanya Yocelyn bercanda sambil membawa kopi hangat untuk Devian dan meletakkannya di meja depan Devian. Kemudian, Ia pun duduk di samping Devian.
"Aku sedang tidak bercanda, Yoce. Aku benar-benar minta maaf karena kemarin," ucap Devian yang cukup serius. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman seperti kemarin."
Yocelyn terdiam sejenak sambil menatap Devian. Tidak ada kebohongan di kedua mata Devian. Yocelyn juga mengenal Devian. Ia akan tahu kapan Devian akan main-main dan kapan akan serius.
"Apa kau menerima permintaan maafku?" tanya Devian penuh harap.
Yocelyn tersenyum manis tanpa melepas tatapannya pada Devian. "Diterima."
Seketika senyum merekah di wajah tampan Devian. "Aku tahu kau memang malaikatku, Yoce," ucapnya dengan tangan terulur menyentuh pipi kanan Yocelyn. Tak bisa dipungkiri lagi kalau Yocelyn cukup terkejut akan itu. Bahkan, rasanya jantungnya sudah mulai bekerja tidak normal. Perasaannya yang dulu pada Devian kini mulai muncul lagi dan sepertinya terasa lebih kuar daripada sebelumnya.
"Ehem." Yocelyn berdeham setelah mereka saling berdiam diri dalam keheningan. Oh, rasanya Yocelyn malu sekali saat ini. Ia sampai tidak tahu harus berbuat apa saat tangan Devian sudah tidak mengelus pipinya lagi.
"Kau tahu kalau pagi ini kita ada meeting bersama, bukan?" ucap Yocelyn sambil berdiri berusaha menetralkan jantungnya.
"Ya, aku tahu," timpal Devian. "Maka dari itu juga aku datang kesini. Ayo, kita berangkat bersama saja."
***
Agenda Yocelyn pada pagi hari ini adalah meeting dengan Devian mengenai pemilihan model. Sudah dua jam meeting berjalan dan keputusan sudah dibuat. Pada akhirnya, mereka memilih Andrew sebagai model mereka. Usulan itu dari Yocelyn sendiri. Tapi Yocelyn tak mengerti kenapa Devian sampai memperdebatkan tentang itu. Meeting akan berjalan hanya satu jam jika Devian tak memperdebatkan tentang itu.
Semua orang sudah pergi dari ruangan. Yocelyn hendak menyusul yang lainnya, tapi tiba-tiba tangannya dicekal oleh Devian. "Kita perlu bicara."
"Kukira semuanya sudah beres," ucap Yocelyn sedikit ragu. Namun begitu, ia tetap menuruti Devian dan duduk kembali ke kursinya tadi. "Aku masih punya waktu 30 menit sebelum aku harus kembali ke kantorku," ucap Yocelyn.
"Kenapa Andrew?" tanya Devian langsung.
"Apa kita akan berdebat disini hanya gara-gara itu?" tanya Yocelyn dengan tampang tak percaya.
"Aku tidak ingin berdebat, tapi kalau menyangkut Andrew, aku tidak bisa memungkirinya," timpal Devian sedikit frustasi.
"Memangnya kenapa? Apa ada yang salah dengan Andrew? Dia artis papan atas dan sedang dibicarakan banyak orang tahun ini," papar Yocelyn.
"Jangan bilang kau tidak ingin dia jadi modelnya hanya karena masalah pribadi antara kau dan dia?"
Devian langsung menoleh pada Yocelyn. Ia ingin berkata sesuatu untuk membela dirinya, namun Yocelyn sudah lebih dulu menyela dengan berkata,"Aku tidak ingin ada masalah pribadi masuk ke masalah pekerjaan, Devian. Aku harap ketidakinginanmu tentang Andrew menjadi model tahun ini bukan karena masalah pribadi kalian."
Setelah itu, Yocelyn pergi dari sana. Sementara Devian hanya menatap kepergiannya sambil terdiam. "Tunggu, siapa bosnya disini? Kenapa dia yang menyuruhku, padahal aku bosnya?" Devian justru menggerutu kesal sekaligus geli.***
Yocelyn POV
"Sial." Aku mengumpat dikala aku baru saja menyadari kalau lagi-lagi ponselku tertinggal di ruang meeting disaat aku sudah akan naik ke taksi, lagi. Dengan tergesa-gesa, aku pun berjalan dengan langkah lebar hendak ke ruang meeting.
Saat aku sudah sampai di ruangan, tidak ada siapa pun di sana. Jadi, aku bertanya dimana Devian pada salah satu pegawai yang baru saja lewat. Dan ia berkata kalau Devian ada di ruangannya. Alhasil, aku pun harus menuju lantai teratas menuju kantornya.
"Apa Devian ada di ruangannya? Aku harus bertemu dengannya sekarang," ucapku sedikit tergesa-gesa pada sekretaris Devian di depan.
Aku hendak bertanya pada sekretaris Devian, tapi saat ini mejanya kosong. Aku jadi heran sendiri kemana perginya ia saat jam kerja begini. Namun, aku tak menggubrisnya lama-lama dan kemudian aku langsung membuka pintu ruangan Devian.
"Ya, Yocelyn memang perempuan yang mudah dibodohi. Dia pasti akan mudah jatuh ke pelukanku juga kalau aku berlaku manis di depannya. Bukankah begitu?"
Deg.
Itu... suara Devian.
Seketika aku tak bisa merasakan apapun kecuali setitik air mata yang jatuh ke pipiku dan rasa sakit yang langsung menyerbuku. Kalimat yang Devian katakan tadi itu bagaikan beribu-ribu panah yang baru saja menancap di seluruh badanku. Rasanya sakit.
"Apa... itu benar?" Suaraku bergetar saat mengatakannya dengan sekuat sisa tenagaku yang ada. Rasanya sakit sekali, Ya Tuhan!
Aku melihat Devian langsung menoleh dan gelagapan seakan-akan dia tertangkap basah mencuri. Iya, dia memang mencuri hatiku berkali-kali. Tapi kemudian ia menghancurkannya, seperti tadi."Yocelyn, kenapa... kenapa kau ada disini?" tanya Devian gelisah. Tapi aku tidak memperhatikannya. Aku justru terfokus pada perempuan yang ada di belakang Devian yang tadi menjadi lawan berbicara Devian. Dia sekretarisnya.
"Aku...." Aku menggantung kalimatku tak sanggup meneruskannya, terlebih disaat air mataku berjatuhan. "Aku... Maaf mengganggu kalian, aku pergi dulu."
Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung berbalik dan pergi dengan langkah lebar. Air mataku sudah tak bisa kubendung lagi. Aku berlari kecil sambil menangkup wajahku yang penuh dengan air mataku.
"Yocelyn!" Devian memanggilku, tapi aku tidak menyahutinya.
"Yocelyn!" Kini ia menarik tangan kananku tepat sebelum aku masuk ke lift. Otomatis, aku pun berhenti. "Aku bisa menjelaskannya. Apa yang kau dengar tadi... semua itu bukan seperti yang kau kira," ucapnya seakan-akan memohon padaku.
"Apa? Apa yang ingin kau jelaskan? Bukankah tadi itu sudah jelas?" ucapku keras tak memedulikan air mataku yang berjatuhan dari tadi.
"Yocelyn... aku... aku minta maaf," ucap Devian lirih.
Sedangkan aku masih sesenggukan saat mendengar kata maafnya. Tidak, aku tidak bisa jatuh lagi kali ini. Rasanya sudah sakit. "Maaf saja tidak cukup, Devian."------------------------------------------------------------------------
Tbc.
Friday, 7 February 2020Jadi, hari ini aku publish double, karena moodku lagi bagus. Walaupun aku lagi sibuk ngurus 3 cerita sekaligus :(( Tapi it's fine laaaa. Btw, lechaleha makasih buat pembaca satu ini, dia juga yang kemarin sempat minta double update, wkwkwk. This is for you guys, mwah.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love - Bachelor Love Story #2
Romansa(COMPLETED) Second series of Bachelor Love Story Yocelyn Willson, seorang CEO perempuan muda perusahaan majalah fashion ternama di Inggris, percaya akan cinta pertama. Pertemuan pertamanya dengan Devian Grissham, laki-laki yang penuh dengan humor, s...