Chapter 09

2.2K 203 18
                                    

Ada beberapa alasan mengapa bibirnya terangkat ke atas sejak tadi. Genggaman jemari yang saling bertaut nyaman, pun dengan debar yang tak biasa membuatnya nyaris tak sadar jika saja pintu lift itu tak mendadak terbuka----menghasilkan bunyi nyaring yang sesaat membuatnya sedikit terperanjat. Langkah pertama ketika tungkainya mencapai pintu lift mendadak terhenti digantikan kerutan pada dahi yang sedikit tertutupi poni. Seokjin menoleh, sesaat setelah tarikan halus pada lengan kokohnya. "Kenapa?" tanyanya.

"Kau yakin ini tidak apa-apa?" senyum hangat kini hadir seolah meyakinkan bahwa tak ada yang salah atas apa yang tengah mereka lakukan. Jemari yang sempat terlepas itu kini kembali menyatu-----mengelus lembut pada jemari yang lebih mungil, "Tak apa. Mereka ingin sekali bertemu denganmu."

Sejujurnya----Joohyun khawatir sejak dirinya menginjak tempat ini. Tempat asing dengan beberapa pajangan pohon pada salah satu sudut ruangan. Atau beberapa ornamen berwarna hijau tampak tertangkap indera sementara langkah halus itu membimbingnya. Sejuk serta menyenangkan---sebab Seokjin bersamanya. Tapi, semua itu mendadak tak penting ketika rungunya mendengar bunyi lift terbuka beberapa saat lalu. Malu tentu saja tak dapat dielakkan, membayangkan wajah-wajah familiar yang beberapa kali ia lihat itu membuatnya gugup. Tak ada seorangpun yang ia kenal secara pribadi. Hanya Jimin. Dua tahun kebersamaannya dengan Seulgi tentu bukan hal aneh jika Joohyun sedikitnya hapal perihal pemuda pemilik mata sipit itu. "Maksudku, tak apa jika aku kemari? Berkunjung ke apartemen pria?"

Tatapan hangat itu kembali Joohyun dapatkan-----berhenti pada salah satu unit apartemen lantas rona wajah mendadak muncul ketika Seokjin dengan lembut mengelus sisi wajahnya, "Tak apa sayang." ujarnya.

Oh, astaga.

Joohyun pasrah. Setidaknya degupan aneh yang tak berhenti itu teralihkan oleh suara pintu di depannya.

"Daebak!"

Joohyun terperanjat----dengan reflek tubuh mungilnya bersembunyi pada lengan kokoh di sampingnya. Bak anak kecil tengah dilanda ketakutan-----kepalanya menyembul sedikit. Ia gugup ketika tak ada satupun dari kelimanya berhenti membola, menatap takjub pada sosok familiar di depan mereka. Seokjin dan Joohyun. Begitu dekat hingga tak ada jarak.

"Daebak!!!"

Lagi dan lebih nyaring. Jungkook meringis ketika menerima pukulan telak pada tengkuknya. Sementara si pemuda satunya yang disebut Hoseok-----memekik senang ketika netranya menangkap gelenyar aneh di bagian perut. Menatap penuh binar pada dua sosok yang tengah berdiri mematung.

"Kenapa jadi aku yang berdebar? Kisah cinta seperti ini memang selalu mengejutkan!! Kenapa mereka mendadak serasi di mataku? Kenap----"

Perkataannya terhenti oleh pemuda di sebelahnya, Yoongi dengan segala kesunyiannya mendadak bergerak----menghentikan anggotanya sebelum berbuat hal-hal lain di luar dugaan.

"Jadi, kapan kalian bubar?" ujar Seokjin yang sejak tadi memasang tampang malas----kedua matanya memutar jengah lantas membawa wanitanya memasuki ruang tamu di sana.

"Berhenti melamun dan ikut aku jika kalian penasaran." ujarnya kemudian.

***

"Jadi, ini kekasihku."

Keenamnya tengah berkerumun menatap tak sabar pada kakak tertua mereka yang tengah menggenggam tangan seorang gadis. Bahkan Yoongi ikut terbengong ketika dua orang di depannya tersenyum malu berhias rona merah terlalu kentara.

Hei, sekarang bukan saatnya untuk kasmaran. Adikmu butuh penjelasan!

"Aku tahu!" suara bariton itu menggema di seluruh penjuru, menghadirkan anggukan yakin pada keempat lainnya.

Hei tunggu!

"Kemana Jimin?" delikan juga helaan nafas kini Seokjin dapatkan. "Dia pergi dengan Seulgi!" hanya itu sebab setelahnya beberapa pasang mata kembali mengintimidasinya. Menuntut penjelasan----menagih sesuatu hal yang sepatutnya mereka ketahui.

"Aku dan Joohyun berkencan sejak kemarin. Apalagi?"

"Kenapa bisa?"

Hah, rasanya Joohyun tengah diinterogasi untuk kali kedua. Ia tak tahan. Jadi, "Karena aku menyukainya."

Deg, kalimat itu meluncur begitu saja.

Kini seluruh pasang mata berganti atensi. Menatap penuh pada Joohyun dengan segala keterkejutannya tengah menutup mulut yang beberapa saat lalu berucap. Sementara Seokjin memerah-----lelaki itu menyembunyikan seluruh wajah pada bantal sofa di sampingnya. Meremat kuat pada salah satu sisinya lantas melepas tautan yang sejak tadi tak terlepas, juga beberapa pukulan ringan ia layangkan pada sisi kursi di sana. Konyol. Jangan lupakan kedua kaki yang tak berhenti bergerak menghadirkan tatapan malas juga decakan sebal.

"Sebaiknya aku pergi."

"Hyungmu sangat aneh Jungkook-ah."

"Aku ingin tidur."

"Aku ikut."

Terakhir. Senyuman kotak nan sopan Joohyun dapatkan sebelum kelimanya beranjak meninggalkan tatapan datar Joohyun, si konyol Seokjin juga dunianya.

Plak.

Seokjin meringis ketika mendapati pukulan pada lengannya. "Kau jangan aneh-aneh!" masih dengan rona merah Joohyun berkata demikian.

Setelah sadar, Seokjin kembali normal-----wajah datar lantas terduduk tegak menghadap sang kekasih. "Ck, kalau tak begitu mereka mana mau pergi. Aku jamin, sampai pagi pun mereka akan tetap bertanya."

Raut wajahnya kembali melunak, sementara atensinya terfokus pada gadis di sebelahnya. Menatap penuh afeksi seraya membimbing tubuh ramping itu agar lebih mendekat hingga membungkusnya ke dalam dekapan hangat.

"Kau tahu kenapa Jimin mengajak Seulgi keluar?"

Tak ada jawaban di sana sebab hanya pelukan hangat yang Seokjin dapatkan. Jemari kecil itu merengkuh tubuh kekarnya, menyandarkan sebagian wajah pada dada bidangnya. Ia tersenyum. "Besok aku pergi. BTS akan konser selama dua bulan penuh. Maka---"

Kenyamanan itu mendadak hilang. Keterkejutan juga tatapan hampa yang kini Joohyun perlihatkan membuat Seokjin terdiam. Joohyun tak marah. Hanya saja--

"Kita masih bisa berhubungan lewat video call."

Lagi-lagi tak ada jawaban. Joohyun mengerti bahkan kelewat memahi. Dirinya sendiri seorang selebriti. Hal-hal semacam itu sudah menjadi bagian dari hidupnya juga. Namun, entahlah! Sehari setelah keduanya benar-benar bersama----mengapa harus secepat ini?

Hah, sangat klasik. Perasaan macam apa ini?

Ia tak ingin ditinggalkan.

"Ingin menginap?" debaran sekaligus keterkejutan itu menggantikan kekhawatirannya beberapa saat lalu. Rasa takut ditinggalkan kini berubah menjadi letupan hangat pada dadanya. Bak angin berhembus, desiran ketika rungunya menangkap kalimat itu membuatnya terpaku. Kenapa semuanya serba mendadak? Bukankah segalanya terlalu terburu-buru? Joohyun hanya paham jika mereka memberikan kenyamanan satu sama lain. Singkat dan mendadak saja tak masalah asal selalu dekat. Seperti ini.

"Tak apa jika tak mau. Tapi kau harus di sini lebih lama."

Lagi. Wajah elok itu kembali menatap-----memangku afeksi pada wajah tampan di sampingnya. Tanpa ucapan atau paksaan, kini jantung Seokjin berpacu lebih kencang saat benda kenyal itu mendarat pada bibir tebalnya. Untuk sepersekon detik ia stagnan, lantas memejamkan mata ketika bibir bawahnya dilumat kecil. Menghadirkan kembali sengatan-sengatan aneh yang sempat menyapa relung. Kulit wajah yang saling bersentuhan juga rengkuhan yang mendadak rekat tanpa sekat. Keduanya tak ingin lepas-----saling mencumbu, menabung kenangan yang tak lama lagi dikikis oleh rindu.

"Sepertinya hyung lupa ya?" sepasang manik bergerak---menangkap setiap pergerakan keduanya dari kejauhan. []

Practice Makes Perfect ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang