Aku menghela nafas, pagi ini aku mengikat sepatu tanpa perasaan akan merasa capek. Jam ku di SMA GARUDA dimulai, belajar di kursi barisan depan, dan bersikeras menjadi yang terbaik.
Aku dimasukkan kelas X-IPA 5. Kelas yang memiliki ciri khas dimana barisan paling depan diduduki oleh mereka yang rajin memperhatikan guru, sedangkan barisan paling belakang diduduki oleh mereka yang nakal-nakal, tetapi masih bisa dibilang otak mereka cermat.
Aku lebih suka duduk dengan handphone ku, dan mendengarkan petikan gitar dalam lagu. Saat ini telinga ku tersumpal dengan petikan itu, dunia berubah menjadi milik ku, tidak ada yang bisa mengganggu aku disaat mendengarkan alunan musik.
Namun, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak ku dari belakang.
"Eum, hai. Gua boleh duduk disini?" Ucapnya menepuk pundak ku.
Aku pun menoleh ke arah tepukan itu, "eh, iya boleh kok," aku kaget. Ternyata seorang cowok berkumis tipis, memakai jaket bomber berwarna hitam polos, dan tingginya seperti aku, bahkan lebih tinggi sedikit dari aku.
"Okey, makasih." ucapnya segera duduk di sebelah aku, bangku yang masih kosong.
Dikelas ini aku belum mempunyai teman. Maksudnya, belum mempunyai teman cowok. Mungkin dia bisa jadi salah satu cowok yang bisa aku jadi kan sebagai teman.
Melihat dari seragamnya, dia belum memakai seragam SMA sepertiku. Aku melihat seragam sisi sebelah kiri, bet seragamnya terpang-pang bahwa dia berasal dari SMP Mandala. Aku langsung teringat, aku pun mempunyai teman di sekolah itu. Siapa tahu saja, dia kenal dengan teman ku.
"Dari SMP Mandala ya?" tanya ku sambil melihat betnya.
"Kok lu tau sih?" Dia yang sedang sibuk menggunakan handphonenya, kini pandangannya tertuju pada sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh ku.
"Itu dari betnya," ucap ku menunjukkan kearah betnya.
"Oh ini, iya gua dari SMP Mandala. Kenapa emang?" balas nya dengan jutek, untung saja wajahnya manis.
Biasanya orang yang jutek kayak gini, kayak dia tepatnya pasti ga bisa diajak basa-basi."kenal Hafidz Mumtaz ga?" tanya ku langsung to the point.
"Kenal, dia juga temen sekelas pas dulu. Kenapa? Lu juga kenal?" tanyanya, dia beranjak dari kursinya, mungkin dia bosan akan basa-basi, atau memang dia ingin keluar kelas. Entahlah.
"Kenal dong, dia temen les gua juga," ucap ku yang terlihat so asik. Tapi memang aku berusaha asik namun gagal.
"Oh gitu." ujarnya pergi dari tempat duduknya.
Dia keluar dari kelas tanpa aku tahu namanya. Padahal, sehabis itu aku ingin menanyakan namanya. Tapi yaudah lah, lama kelamaan pasti tau namanya apalagi kan aku sama dia duduknya sebelahan.
Akhirnya aku kembali memainkan ponsel ku. Aku suka tidak tahu apa tujuan memainkan ponsel selain membuka Instagram, Line ,kembali lagi membuka Instagram, balik lagi buka Line. Gitu saja terus sampai batre lowbat baru aku benar-benar berhenti memainkannya.
Aku terus memandang layar ponselku sampai-sampai tidak terasa sudah dua jam ku memandang layar ponsel hingga mata ku tidak kuat lagi memandangi layar itu. Mereka yang berada dikelas inipun tampak keluar-masuk kelas. Ada beberapa yang ke kantin, ada juga yang menyatukan 5 kursi untuk dijadikan alas tidur seperti hotel bintang 5, dan ada juga yang ngegosip. Semua itu dilakukan selama tidak ada pembelajaran dikelas.Sudah dua jam tidak ada guru yang masuk dikelas ini, tidak ada pembelajaran. Dan sudah dua jam juga dia ga balik lagi ke kelas.
kemana ya dia? Aduh bian, kok jadi kepo gini sih. Batinku
Kurasa terlalu lama memandangi layar ponsel membuat mataku mulai mengantuk, aku matikan ponsel yang berada digenggaman ku, kini kepala ku menempel pada tas yang berasa di atas meja, perlahan kedua kelopak mataku tertutup, aku tertidur.
"Bian, anterin gua ke kamar mandi yu ih," Aku merasakan sesuatu menyenggolku sehingga membuatku terbangun.
"Ganggu aja, Yaudah deh yuk gua anter." kataku sambil ngucek-ngucek mata yang baru tertutup selama kurang lebih sepuluh menit.
Aku melangkahkan kaki ku bersama temanku, Salma Ratira menuju kamar mandi yang cukup jauh dengan kelasku.. Apalagi, harus melewati ruangan lab fisika. Lab yang menurut anak-anak horor, bukan horor tempatnya, tetapi horor guru yang mengajar pelajaran itu.
Aku berjalan terburu-buru untuk mengejar Salma yang mulai jauh dari pandangan ku. Aku tahu, pasti Salma sudah tidak bisa lagi menahan pipisnya.
Tak disangka, Salma sudah jauh dari pandanganku. Yang terlihat lurus di pandangan ku hanyalah seorang laki-laki yang tingginya sepantaran denganku bahkan lebih tinggi sedikit dariku, dan berkumis tipis. Tak lain pasti dia, seorang laki-laki yang duduk bersamaku beberapa jam yang lalu.
Laki-laki itu semakin dekat jaraknya denganku, aku tidak ingin berpapasan dengannya. Malu, mungkin dengan cara menundukkan kepala, itu lebih baik. Namun, tidak. Justru, itu membuat dirinya menahan langkah kakiku.
"Eh, ini buat lu," ucapnya mengasihkan makanan Snack dengan senyumnya yang manis itu, "kita belum kenalan kan? nama gua Matteo Theodore. Oh iya, anggap makanan ini sebagai tanda perkenalan kita."
Aku mengambil makanan itu, dengan perasaan yang cukup aneh, "Oh, makasih ya, nama gua Bianca Trianandita Cartia. Panggil aja Bian," ucap ku sedikit gugup, tapi aku memang bener-bener gugup.Dia tertawa kecil melihat tingkah ku yang kelihatan gugup, "santai aja, Bian. Gua ga gigit kok."Mampus, ah kenapa harus keliatan gugup. batinku
"Yaudah, gua ke kelas dulu ya."
"Iya, Matt." Ucap ku sambil memandangi dia pergi. Aku benar-benar senang, cara dia berkenalan dengan ku berbeda dari cowok-cowok lain nya.
Dia unik,
Dia beda,
Dan, aku menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET ADMIRER
Short StoryAku menyukaimu sejak awal pertemuan itu. . Aku menyukai segala apapun tentangmu. . Aku menyimpan perasaan yang begitu dalam. . Aku membuatkan luka pada diriku sendiri. . Aku si pemuja rahasiamu sejak lima tahun belakangan. . Aku yang takkan pernah...