Empat bulan kemudian
Mengetahui sisi barunya, ternyata Matt ga jutek seperti apa yang aku kira.
Sudah empat bulan aku melewati masa-masa SMA ku. Awalnya aku tidak nyaman sekolah disini. Tidak ada teman yang sejalan dengan pikiranku, tetapi adanya Matt membuatku menciptakan rasa nyaman tersendiri. Karenanya, aku selalu bersemangat untuk pergi ke sekolah. Terkadang aku selalu berfikir, cowok zaman sekarang biasanya hanya mau berteman dengan cewek berparas cantik. Tetapi ada satu cowok yang membuatku terkesan, dan terlihat beda, Matt justru mau berteman denganku yang tidak seperti cewek cantik, seksi, maupun hits. Sikapnya membuat ku nyaman dan merasa terlindungi, sifatnya membuatku menjadi cewek yang berpikir dewasa. Kuakui, di bulan ke empat ku bersekolah, aku semakin menyukai dirinya. Menyukai segala apapun tentang dirinya. Hari ini, aku akan mencoba mencari tahu semua tentang dirinya. Segala tentang kesukaannya, kebiasaannya, dan lain lain.
Kring!!! Kring!!! Kring!!!
Suara bel tanda istirahat pertama menggema di seluruh penjuru sekolah. Seluruh siswa-siswi bersorak ria akhirnya mereka terbebas dari siksaan kelas yang begitu mencengkam. Hampir sepenuhnya mereka pergi ke kantin dan juga sebagian melakukan urusan nya masing-masing.
Aku menutup buku tulis matematika yang membuat kepala ku seperti terbakar, "sal, kantin yu. Laper nih." Ajak ku menghampiri meja salma yang persis di sebelah meja ku.
"yu ke kantin. Bener-bener gila Pak Adit ngasih soal sesusah itu. Bikin tenaga gua terkuras." dumel Salma, sudah biasa salma ngedumel seperti itu.
"Bian, gua ikut dong ke kantin," timpal Matt, "heran gua Matt, kenapa sih lu ngintilin Bianca terus? Temen cowok lu kan banyak, Matt" Refleks Salma mengucapkan seperti itu.
"Terserah gua lah, nyaman nya sama Bianca. Gimana dong?" ucap Matt sambil menoel tangan ku. "Suka sama Bian-"ucap Salma terhenti pas aku injek kaki nya. "udah ah, langsung ke kantin aja yu."
Untung, untung salma sempat ku injek kakinya. Kalau ga kan, ga siap denger jawaban Matt. Takutnya sakit.
Setiba di kantin, aku langsung memesan langganan sarapan ku. Bu Endah, huh makanan disitu emang enak-enak banget ditambah harga nya juga ga mahal-mahal banget. Seperti biasa, aku memesan nasi plus ayam bakar kecap manis dan ga lupa pasti selalu memesan jus alpukat.
Ternyata, Matt sudah duduk di bangku kantin paling pojok, "Matt, kok lu ga makan?" ucapku sambil duduk dan menaruh makanan ku.
"Eh," kaget nya melepaskan earphone, "nih gua nungguin lu sama salma."
Oh iya, Salma belum dateng. Kebiasaan pasti mesen makanan nya banyak.
"Matt, lu tadi denger lagu apa?" tanya ku berusaha mengetahui apa lagu kesukaannya.
"Oh ini lagunya Sore," ucapnya sambil menunjukan kea rah ponsel yang sudah ada playlist music. "hah? Masih pagi tau Matt, kok jadi sore?" ucap ku dengan polos.
Matt tertawa, " itu band musik, Bian. Nih lu harus denger," dia memasangkan earphone nya ke telinga ku, "awalnya emang ga enak didenger, tapi lama kelamaan enak kok! Malah rilex jadinya."
Terdengar asing di telinga ku, tapi aku mencoba menikmati nya.
"ini genre nya apa, Matt?" tanya ku spontan, " Indie, genre musiknya indie. Sumpah lagu favorit gua semua itu tuh."
Akhirnya, aku mengetahui musik kesukaannya.
"Woy!!!" ucap Salma sambil menepuk keras dipundak ku. "pacaran jangan di kantin, mba, masnya." Sambungnya sambil menaruh makanan nya di meja.
"Bisa ga sih sal gausah ngagetin gua?" ucap ku kesal, "ya maaf, abisnya udah kayak pacaran sih" ucap salma sambil tertawa.
"Udah ah, makan,makan. Bentar lagi bel loh." Ucap Matt sambi memakan satu suap nasi goreng.
Pas suapan terakhir aku memakan ayam bakar, bel berbunyi kencang yang bertanda harus masuk kelas dan memulai pelajaran yang ke lima. Tapi, aku bener-bener ke belet pipis, ga bisa di tahan, takut habis pelajaran ini guru killer.
"Sal, anterin kamar mandi yu. Kebelet banget. Plis..." mohon ku sambil memegang tangan Salma.
"Gila lu, habis ini pelajaran fisika. Kalau telat bisa, mati!" ucap Salma perlahan meninggalkan ku. "gua duluan ya, lupa ambil kalkulator nih." Sambung Salma dari kejauhan.
Akhirnya, aku mencoba memberanikan diri ke kamar mandi, " Matt, gua mau ---,"
"Sini gua anterin ke kamar mandi," Ucap Matt membuatku kaget.
Cowok mana coba yang mau nganterin temen cewek ke kamar mandi?
"Matt... ini gua mau ke kamar mandi cewek loh, masa lu yang anter?" ucapku sebenernya meyakinkan dia.
"Iya Bianca... Gua tunggu diluar, buruan yu nanti ke buru Bu Yuli masuk Lab." Ucapnya sambil menarik tanganku.
Sesampai di kamar mandi, Matt menungguku diluar, di koridor depan kamar mandi cewek. Aku senyum-senyum sendiri melihat Matt sebaik itu.
Tapi, baik belum tentu suka kan?
Aku keluar dari kamar mandi, "Matt, udah. Makasih ya."
"Sama-sama Bian, ke kelas buruan." Ucapnya sambil menarik tangan ku, tapi kali ini, Matt memegang tangan ku dengan erat.
Menaiki tangga ke lima belas, Matt menoleh ke arah ku, "gua suka kucing,"
Aku bingung, "kok tiba-tiba?"
"Gapapa, gua pengen ngasih tau aja. Siapa tau lu pengen tau tentang gua" ucapnya sambil menaiki tangga terakhir.
Damn.
"Santai aja, Bian. Gua bercanda, jangan tegang gitu ah." Ucapnya sambil ketawa, "lu lucu kalau lagi bingung gitu." Kata Matt yang spontan memegang pipi ku sebelum masuk kelas.
Hari ini aku tau apa kesukaannya, hari ini juga membuatku menebak-nebak perasaan Matt. Lebih menebak bahwa Matt menyukai ku juga. Ge er.
Matt menyukai lagu bergenre indie, entah genre apa itu, satu persatu lagu kesukaannya aku download di google. Mungkn berlebihan, tapi lagu ini terus mengingatkanku tentang dirinya.
Aku menyukainya secara diam-diam, menyukai nya dengan cara ku sendiri. Aku memilih menyukai nya seperti ini karena aku gamau kalau sampai Matt tau perasaanku, takutnya setelah tau Matt menjauhi ku. Bukan gitu yang dipikirkan oleh seorang secret admirer?
Menjadi secret admirer mungkin akan menyakitkan. Yang ku tahu, jika kita berani untuk menyukai seseorang berarti juga kita harus berani menerima apapun resikonya. Entah itu, senang, sedih, maupun sakit.
Jadi, resiko terberat menjadi secret admirer adalah; bertepuk sebelah tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET ADMIRER
Short StoryAku menyukaimu sejak awal pertemuan itu. . Aku menyukai segala apapun tentangmu. . Aku menyimpan perasaan yang begitu dalam. . Aku membuatkan luka pada diriku sendiri. . Aku si pemuja rahasiamu sejak lima tahun belakangan. . Aku yang takkan pernah...