Prolog

10 2 0
                                    

Surabaya, 3 Januari 2020 – Tak terasa sudah empat tahun lebih enam bulan lantai ini rela ku injak-injak. Bangku ini juga. Memang sebelum aku di sini, bangku ini telah dihiasi dengan berbagai macam 'kaligrafi' tak senonoh yang juga ku tambahi dengan "Butuh kehangatan?" kemudian ku tuliskan nomer WhatsApp salah seorang teman di bawahnya.

Juga tak lupa, Mesin fingerprint, yang rela ku pencet-pencet hingga rela ku permainkan untuk mengakali absen pada awal dioperasikannya dua tahun lalu. Gara-gara itu absensiku pernah menyentuh 180% meskipun dalam satu semester tersebut aku hanya mengikuti kelas dua atau tiga kali saja.

Dan yang terakhir, satu-satunya stopkontak di pojok ruangan – selain stopkontak yang ada di bawah meja dosen – yang rela ku colok-colok sampai copot. Hingga kini keadaanmu sungguh mengenaskan kawan, terlepas dari tempatmu dan hanya bertumpu pada kabel merah dan biru.

Masih teringat dulu saat mata kuliah Fisika Lanjut yang mana Pak Urip, Dosen Fisika Lanjut, menjelaskan rumus Listrik dinamis macam membacakan dongeng Don Quixote membuat gaya grafitasi bumi terhadap kelopak mata terasa berlipat ganda yang kemudian notifikasi daya ponsel pun senada. Mulai entup-entup dan memerah. Entah gaya apa yang menarikku menuju stopkontak kali itu. Berkat itu aku bisa tetap terjaga, walau sambil memiringkan ponsel. Maafkan mahasiswamu yang kurang ajar ini, Pak.

Ruangan ini dan lima ruangan di samping kiri-kanannya telah memberikan ceritanya masing-masing. Termasuk hari ini, dimana mereka masih sudi menjadi saksi kala aku dihabisi tiga orang dosen penguji saat sidang lisan dua jam yang lalu. Empat puluh tujuh hari lagi aku pastikan bahwa aku benar-benar tidak akan bisa lagi berjumpa dengan mereka.

Benar memang kata eyang Sapardi, yang fana itu waktu, kita – aku, kamu bangku, kamu proyektor, kamu AC, kamu stopkontak, dan kamu-kamu yang tak bisa ku absen satu-satu – abadi. Empat tahun enam bulan tidak terasa. Maka dari itu aku pastikan hari ini ku habiskan hanya untuk bercengkrama dengan'mu'.

Kriekk... Suara seret engsel pintu yang akan ditutup membuyarkan keintiman ini. Eh tak kira apa, ternyata Mbak Lupi, Petugas Kebersihan tiba-tiba mau mengunci kelas. "Sek, Mbak! Sek, Mbak!" aku memintanya untuk tidak langsung mengunci pintu itu.

"Tak Kiro wes gak ono sopo-sopo."

"Iyo, Mbak. Aku ngari iki maeng."

"Ya wes. Ndang balik kono. Ndang tak kuncine iki."

"Siap, Mbak. Mosok yo aku nginep kene."

S.T.Where stories live. Discover now