Terlihat seorang laki-laki yang berlarian di taman belakang rumahnya yang lumayan luas sambil membawa boneka kelinci berwarna putih.
Laki-laki itu tertawa lebar sambil terus berlari, menghindari kejaran seorang perempuan pemilik boneka kelinci yang ia genggam.
"Kakak! Itu boneka Luna!" teriak perempuan tersebut.
Luna yang berumur dua belas tahun itu, mengejar Alex, kakak angkatnya, yang mengambil boneka kesayangannya.
"Lagian udah gede masih aja main boneka!" balas Alex berteriak. Jarak keduanya cukup jauh dan mengharuskan mereka berbicara sambil berteriak.
Luna akhirnya berhenti dan menumpukan kedua tangannya di atas lutut. Ia lelah mengejar Alex yang satu langkah larinya sama dengan tiga langkah lari Luna.
Gadis dengan kaos bergambar mickey mouse itu, menghentakkan kakinya sebal. Wajahnya sudah memerah diikuti hidung, lalu ke kedua matanya. Selaput tipis terlihat di matanya yang jernih itu.
Alex yang merasa Luna sudah tidak mengejarnya, berbalik badan, dan mendapati gadis kecil itu mengepalkan kedua tangannya dengan muka cemberut dan mata yang memerah. Laki-laki itu langsung berlari ke arah Luna.
"Loh kok nangis?" Alex menghapus lembut pipi Luna yang sudah mengalirkan air dari matanya.
"Huaa, Kakak jahat!" Luna menutup wajahnya dan terisak-isak.
"Yahh, maaf, Lun." kata Alex penuh penyesalan. Tangannya berusaha menarik kedua tangan Luna agar tidak lagi menutupi wajah putihnya.
"Nih, Bunny-nya." boneka kelinci yang dari tadi di pegang Alex, kini beralih ke genggaman Luna.
Luna masih mengeluarkan air matanya, namun tanpa isakkan. Ia sebal sekaligus lelah mengejar Alex.
Alex yang merasa bersalah pun menarik Luna pelan, lalu memeluk gadis tersebut. "Maaf, Luna." Alex mengusap punggung Luna dengan lembut.
"Iya," balas Luna. Luna juga tidak bisa berlama-lama marah dengan Alex, karena tidak tahu sejak kapan, Luna ia bergantung pada Alex. Padahal ia baru empat bulan tinggal di rumah keluarga ini.
Tangan mungil Luna membalas pelukkan Alex. Menyandar dengan nyaman di dada Alex.
Perlahan Alex melepaskan pelukkannya dan menghapus air mata Luna. Bisa habis dimarahi dia, kalau membuat Luna menangis.
Alex mengulurkan tangannya dan diterima Luna dengan senang hati. Mereka berdua memasuki rumah bersama. Karakter Luna yang memang seperti anak kecil, menggoyang-goyangkan tangan mereka yang saling bertautan.
"Abis makan siang, temenin kakak main basket ya?" Luna mengangguk.
"Eh, udah selesai mainnya?" tanya Fiona yang datang dari arah dapur dan mendapati kedua anaknya sudah siap duduk di tempat masing-masing.
Fiona meletakkan mangkuk berisi sup ayam yang masih terlihat uap panas keluar dari sup tersebut.
Alex dan Luna mengangguk. Kemudian masing-masing mengambil piring.
"Belum di suruh makan, udah makan." gumam Fiona menggelengkan kepalanya melihat kedua anak tersebut.
👫👫👫
Hap!
Lagi-lagi Alex berhasil memasukkan bola basketnya ke dalam ring yang tersedia di belakang rumahnya. Ring basket tersebut sengaja di buat oleh Xaverick sejak Alex gemar bermain basket hingga malam di lapangan sekolahnya.
Gadis yang duduk lesehan di rumput, bertepuk tangan dengan pelan. Sudah sejam ia menemani Alex bermain basket dan ia sama sekali tidak merasa bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sister Complex
Teen Fiction[ Completed ] Xavier Alexander Skye memiliki seorang adik sejak tiga tahun yang lalu. Adik yang berbeda jenis dengannya itu, ditemukan oleh ayahnya di sebuah toko permen dan berakhir dirumah Alex, menjadi adik angkat Alex. Sungguh gadis itu sangat c...