Jika memang pada pagi dihantarkan kehangatan yang mendamaikan, maka pada embun lembut hati dituntun arti kehidupan. Tetes menjadi melodi hati atas larang untuk dambaan meski ditampik kemunafikan. Walau kenyataan menampar mimpi sampai eksistensi tergerus tingginya harapan.
Jika memang pada malam dapat merasakan rindu, maka pada hujanlah hati bertekuk sendu. Rintik menjadi lagu yang membelenggu gejolak perasaan untuk abai pada bertemu. Mencoba menunggu meski kalbu sudah sangat rindu. Walau ragu, namun pemilik hati ini sudah dirajai oleh dirimu.
Fano membenturkan kepala pada stir setelah menemani Laura pulang. Ia menepi di bahu jalan sekitar satu kolimeter dari rumah kekasihnya. Pikiran berkecamuk dalam otak dipenuhi dengan spekulasi kacau tanpa akhir. Fano mengerang pening. Semua pilihan berakhir pada tebing curam yang menjerumuskan; serba berisiko.
Bahagia yang sulit digapai menjadikan Fano pesimis, akankah tadir baik berpihak padanya? Melihat bahwa yang ingin ia raih sudah ada di depan mata, namun tidak tersentuh. Merasa yang membahagiakan nyatanya terbaluri duka. Hasil akhir memang belum terlihat, tetapi pahit sudah bisa dicecap.
Sepuluh menit kemudian Fano merasa tenang walau kedamaian tidak serta merta menggiring pikiran jelek keluar dari dalam kepala.
Logikanya buntu. Fano butuh bahagia dari adiktifnya; cinnamons and raspberry. Sebuah candu yang memabukkan dan haram tapi sayang dilewatkan. Hangat pelukan dan aroma lembut untuk menyambut hati duka Fano yang ditawaran sahabatnya menjadi pilihan atas hati yang hilang arah.
Dengan tangan bergetar, Fano mendial nomor yang sudah dihapal mati. "Yok." Suara lirih Fano menyapa Iyok.
"Iya?" di seberang sana menyahut asal. Bunyi grasak-grusuk terdengar jelas.
Fano menyandarkan punggung pada kursi mobil, Meski hanya satu kata dari ujung sana tetapi letupan antusias meledak hebat dalam dada."Kamu di rumah?"
"Kenapa?" nada suara Iyok bertanya namun penuh selidik. Ada kekhawatiran yang tersembunyi dan Fano tidak sampai paham untuk merasakan itu.
"Aku ke sana, ya?" izin Fano dengan penuh rasa meminta. Iba Iyok sangat Fano butuhkan.
"Boleh. Aku titip makan bisa gak?"
Senyum simpul lalu Fano menjilat bibirnya yang kering sedari tadi. "Mau apa?"
"Apa aja. Bihun goreng sama jeruk anget juga gak apa."
Inner Fano mengerang bahagia. "Setengah jam lagi aku sampe,"
"Ati-ati, udah malem soalnya."
"Hm."
Menghela napas yang terasa sedikit ringan, Fano menginjak pedal gas. Senyum perlahan terbit. Matanya melihat objek dengan jernih setelah semua yang ia lalui terasa gelap. Cahaya bulan menemani keheningan yang Fano ciptakan. Logika terasa lumpuh sebab saat ini hati yang menguasai raga dengan ragu.
Empat puluh menit berlalu dan Fano berada di depan gerbang rumah Iyok. Melihat pintu gerbang terbuka seraya menyembul kepala sahabatnya; lucu, Fano gemas.
Memakai kaus hitam besar dan celana bahan selutut serta sendal rumahan, Iyok menyambut Fano. "Siniin." Menjulurkan tangan untuk mengabil alih kantong-kantong plastik yang Fano bawa.
"Aku aja. Buka pintu sana." Fano menunjuk pintu utama yang tertutup dengan mulut.
Setelahnya mereka duduk lesehan di ruang tamu. Makanan serta minuman yang telah Fano beli digelar di meja. Iyok mengendus setiap styrofoam yang Fano buka.
"Ngapain kamu? Ayo dimakan." Fano memberikan garpu dan diterima Iyok dengan senyum terkembang.
"Aku pesen bihun goreng tapi kenapa kau bawa banyak makanan?" Iyok bicara setelah mengambil bungkusan yang berisi pesanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid F | FaYok vers ✔
Fanfiction2019 Berawal dari buat konten homo-homoan malah berakhir jadi homo beneran. ___________________ Story: Kejukopi Inspiration: Kiflyf tv Art on cover is't me