"Kita tidak bisa seperti ini terus!!" ,ucap Heri sambil melipat tangannya di dada.
Clara menoleh menatap teman kecilnya itu, "maksudmu kita keluar? Her!! Di hutan ini saja matahari tak mau menampakkannya. Apalagi siluman tadi, gimana kita bisa pergi? Gimana dengan teman-teman kita yang lainnya? Hmm?" ,ucap Clara sambil menuding Heri.
Heri mendelik, "kamu gak bakal tau bahaya apa lagi yang bisa mengancam kita, Clar. Meski kita adalah orang sini, tapi penunggu hutan tak perduli itu. Jika kita salah, ya tetap salah. Jadi kita pergi saja!!" ,seru Heri lagi dengan nada tinggi.
Ia menuding aku, "dan benar kata Rio. Aku merasa ada seseorang yang tengah menjebak kita. Tidak mungkin jika hutan serasa sesempit ini. Kita tidak bisa keluar jika tak mencari jalan keluarnya. Dan lagi.. makanan dan minuman kita tidak akan cukup untuk menunggu sebuah pertolongan dari temen kamu itu. Karena kita tidak tersesat di alam dunia manusia, namun sebaliknya" ,ucap Heri.
Aku menarik lengan Clara yang hampir ngamuk karena perkataan Heri. "Udah Clar, jika dia inginnya seperti itu, biarkan saja. Aku disini buat kamu" belaku.
Aku menghela nafas panjang, "lagian Her, kupikir binatang tadi tak bisa menjangkau tempat ini. Yaa seperti tempat suci-lah atau semacamnya. Atau dulunya tempat ini adalah desa, dan oleh tetua desa diberi pagar pembatas sihir agar siluman tadi tidak bisa masuk ke desa. Kamu ingat kejadian tadi-kan?" ,tanyaku mengulas kejadian waktu kita berada di masa lampau.
"Aku pikir seperti itu" seru Clara membelaku.
Heri tampak resah, kulihat siratan dari ekspresi wajahnya. "Tapi kita tak bisa di sini terus, 'kan?" ,tolaknya lagi.
Aku hanya mengangguk, "kita cari cara lain saja, terpenting ada salah satu dari kita bisa selamat. Agar bisa menolong teman-teman kita"
Heri melotot sambil mencengkram kerah bajuku, tubuhku dihimpit olehnya. "Kamu pikir, cuma satu yang selamat? Hah!!" ,ucapnya membentakku sambil melepaskan cengkraman di kerah bajuku.
Kubenahi kerahku yang kusut, kemudian memberinya tatapan tajam. "Aku bilang, meskipun banyak yang tidak selamat. Aku sangat berharap masih ada yang selamat agar bisa menolong yang lain untuk pulang" ,ucapku kesal. "Meski tidak selamat sekalipun" ,desisku menunduk.
Aku tau Heri sedang mengatur nafasnya yang memburu, terlihat jelas nafasnya yang sesekali tersengal ketika berucap.
"Sudah aahh!! Aku pergi dari sini. Kalian jika mau mati, disini saja! Jangan pedulikan aku." Heri pergi, dia benar-benar pergi meninggalkanku berdua saja di sini.
"Maafin kita Herr!! Kita terlalu pengecut untuk mencari jalan keluaarr..!!" ,teriakku padanya yang akhirnya menghilang terhalang pepohonan dan semak belukar.
Tangan Clara menyentuh pundakku, mengelusnya agar tetap bersabar. "Gue yakin sama Sam. Dia pasti sekarang mencari kita di sekitar hutan ini dengan semua orang" ,ucap Clara mencoba menenangkanku.
Aku mengangguk, kemudian gadis di depanku ini mentatihku menuju bawah pohon untuk aku beristirahat lagi.
Clara menatapku sedikit lama. "Masih sakit?" ,ucapnya dengan raut yang begitu cemas.
Aku menipiskan bibirku, "sedikit" jawabku berusaha menyembunyikan rasa nyeri yang bersarang di tulang ekorku.
Kedua alis Clara mengkerut, seperti tak percaya dengan apa yang kukatakan.
"Aku gak bohong.. liat," aku berdiri sambil loncat kecil meski rasa nyeri terus menyapaku. "Baik-baik saja, kan?"
Clara berdiri, sambil menelitiku, dan..
Duk..
Dia malah menendang tulang ekorku.
"Aaww..!!" ,rintihku ambruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEROR JINGGA
Novela Juvenil[Book2] [SEQUEL FAMOUS] [PROSES REVISI] (Ini hanyalah kumpulan petualangan Rio, Sam, dan juga Clara yang menumpaskan teror) Teror kemarin bukanlah akhir kebahagiaan kami, sekali lagi bukan. Cerita kami berlanjut ketika satu per satu teror bermuncula...