Gelas kaca sudah mengkilap, tapi Naru tak juga berhenti mengelapnya. Tangan-tangan terus bekerja dan pikirannya merayap ke tempat lain, dia bermenung. Sampai tepukan di pundaknya membuat dia sontak terperanjat. Untung gelas tidak terlepas dari genggamannya, lalu pecah berhamburan di lantai.
"Kau ini pria bukan gadis remaja, apa bagusnya melamun di malam hari?" teguran lelaki berambut oranye itu mengejutkan Naru, lantas dia menggaruk kepala seraya tersenyum kaku.
"Pikiranku sedang kacau, maaf ya." Naru berterus terang, lalu menaruh gelas tadi ke dalam rak yang berada di atas meja berlapis keramik hitam.
Lelaki bernama Yahiku tersebut masih memerhatikan gerak-geriknya. Dia adalah pemilik Bar dan Naru sudah mengenalnya dengan baik sejak mereka berada di bangku SMA. Yahiku membuang napas kasar, lalu sambil bersedekap dia menyandarkan pinggangnya ke sisi meja. "Kalau ada apa-apa katakan saja padaku. Kurasa isi pikiranmu itu membuatmu kehilangan semangat."
Pernyataan Yahiku menyindir telak dirinya. Sempat bungkam, kemudian Naru ikut merapatkan pinggang ke segi meja dengan tumpuan kedua tangannya. "Aku dipecat dari perusahaan ekspedisi. Ada biaya kuliah yang wajib kubayar minggu ini, tapi aku tidak punya cukup uang untuk melunasinya. Mereka memotong lebih separuh dari upah yang mestinya kuterima dan kekurangannya masih banyak."
"Lantas kau hanya diam saat mereka mengambil hakmu?" dahi Yahiku mengernyit, ada kegeraman di kata-katanya.
"Aku enggak punya pilihan lain. Karena terlambat datang, semua ini terjadi." Yahiku menggeleng-gelengkan kepala, tak percaya mendengar pengakuan Naru tadi.
"Seperti bukan dirimu saja. Kecuali kau mulai bosan jadi anak disiplin." ejekan Yahiku membuat Naru tertawa ringan, lalu mendengkus malas.
"Enggak begitu juga. Sebelum kerja, aku sempat jalan-jalan sebentar. Tahu-tahu pas mau pulang, baru sadar kebablasan." setelah mengungkap seadanya, Naru meraup udara berlimpah, membasahi bilik-bilik kecil di rongga dada. Daripada otak semakin kusut menimbang-nimbang solusi dari masalah, melainkan dia memilih pasrah.
"Jalan-jalan? Sama pacarmu?!" kerut di jidat Yahiku kian menjadi-jadi, dia menatap Naru dengan pandangan heran. Sedangkan lelaki itu, agak kaget dengan tanggapan bosnya.
"Dari mana kau tahu?" Naru mengubah posisi tubuhnya menghadap Yahiku, lalu menyermati lekat-lekat.
"Memangnya pria mana yang jalan-jalan sampai melupakan jam kerjanya sendiri?" Naru tertegun, mulutnya diam sejenak, beriringan kedua bahunya terangkat.
"Dari dulu gadis-gadis itu hanya bisa menyusahkan saja. Aku sudah bilang padamu setidaknya cari yang mandiri, bukannya anak mami. Ah, sudahlah!" Yahiku mengibaskan kesal tangannya di depan wajah Naru. "Berapa biaya yang diperlukan?"
"Tapi aku baru menerima gaji dari sini." karena sungkan, alih-alih menjawab dengan benar, Naru malah langsung memrotes perkataan Yahiku.
"Kuliahmu lebih penting. Aku tidak takut masalah uang, bahkan kau bisa bekerja di sini sampai kapan pun kau mau." ekspresi Naru kentara sangat keberatan. Ingin menolak, tapi watak keras Yahiku mengalahkan tembok-tembok, beton sekalipun.
"Aku benar-benar tidak enak. Rasanya keberadaanku di sini cuma jadi benalu. Sejak dulu kau selalu membantuku, padahal tak banyak yang bisa kulakukan untukmu." Yahiku menegakkan tubuhnya seraya menyelipkan jemari ke saku celana.
"Jika mau, kau bisa selamanya bekerja di tempat ini." Lelaki itu memberi pukulan kecil di perut Naru sambil menaikkan kedua alisnya.
"Hei, itu terlalu berat. Apa saja yang lain, asalkan aku tidak harus menghabiskan masa tuaku di sini." Naru berteriak kencang, tatkala Yahiku meninggalkannya dengan cuek.
"Jangan banyak bicara, Naruto! Kembali bekerja, atau gajimu kupotong juga." dia spontan terkekeh karena mendapat ancaman pura-pura dari Yahiku dan Naru tampak bergemam seorang diri di sana.
-----
Layaknya malam-malam biasa, kali ini Bar juga ramai pengunjung. Sementara Naru tampak kewalahan melayani mereka. Tak jarang mereka kekurangan orang, sebab selain Naru belum ada yang bertahan lama bekerja di sini. Rata-rata mengeluh karena kelelahan atau tak bisa membagi jadwal dengan aktivitas lain.Kehadiran pelayan baru tampaknya belum dapat meringankan pekerjaan yang ada, barangkali masih menyesuaikan diri. Geraknya juga lambat dan dia lebih banyak melongo, mengamati setiap tindakan Naru seolah takjub pada kecepatan kaki lelaki itu saat membawa gelas-gelas koktail ke meja tamu.
"Minuman itu tidak akan terhidang sampai pagi jika jalanmu seperti siput. Ayo, cepat! Tamu bakal terus berdatangan. Kita tidak boleh membuat mereka menunggu dan marah." akibat seruan Naru, pemuda berambut cokelat itu tersentak, kemudian tergesa-gesa mengantarkan sebotol Shochu beserta tiga gelas kaca ke meja di dekat pintu masuk Bar.
......
"Aku akan berusaha lebih baik lagi. Tolong bantuannya ya." di belakang sambil mencuci gelas-gelas kotor, pelayan baru bernama Konohamaru tersebut membungkuk hormat kepada Naru.
"Kita sama-sama pelayan, tidak usah berlebihan denganku." jawab Naru enteng, lalu dia sempat tertawa geli karena sikap kaku yang ditunjukkan Konohamaru.
"Tapi kau tetap seniorku. Lalu bagaimana cara melakukannya? Apa kau bisa mengajariku?" Konohamaru memandangnya sangat serius, sedangkan Naru terbengong di tempatnya berdiri. Belum mencerna apa yang dimaksud oleh si pelayan baru. "Kaki-kakimu... ya, aku terus melihatnya dan menurutku sangat keren. Kau seperti melompat dengan mudah dari meja satu ke meja lain. Hitungan detik Naru tergelak, kemudian dia maju beberapa langkah dan berbisik ke telinga Konohamaru.
"Ada sebuah rahasia, sudah hampir tujuh tahun aku menyimpannya." kelopak mata Konohamaru seketika melebar, "Mau kuberitahu?" dia langsung mengangguk lambat, hingga ekspresi Naru tiba-tiba berubah, seakan merencanakan sesuatu. "Kau harus datang ke Bar dengan berjalan tanpa alas kaki, selama tujuh hari berturut-turut."
"Hanya itu?!" Konohamaru memekik kuat, sampai-sampai Naru refleks menjauhkan tubuhnya sambil menutup kuping.
"Ada lagi. Jangan temui aku sebelum kau selesai melakukannya. Karena bila terjadi, maka akan muncul peristiwa buruk dan aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantumu." Konohamaru lagi-lagi melongo, tak lama dia menggerutu kesal kala menyadari jika Naru hanya mengerjainya. Lelaki itu meninggalkannya seraya terbahak-bahak.
-----
Di depan Bar yang sudah tutup, Naru tengah mengamati layar ponselnya. Mengecek pesan masuk atau pula panggilan telepon yang terlewat. Dan kedua hal tersebut didominasi oleh Hinata; kekasihnya.
10.00 pm
Naru, kau pasti masih sibuk 'kan? Besok antar aku ya? Aku janji tidak akan lama...
Usai membaca pesan singkat dari Nata, dia bergeming sejenak. Dalam hitungan detik deram mesin motornya pun mengudara, Naru mengambil gerakan mundur sebelum memutar dan mengatur pegangan gasnya di kecepatan santai. Meski sudah pukul dua dinihari, namun rute di sekitar Bar tempatnya bekerja tetap tampak semarak. Warna warni cahaya lampu menerangi sisi-sisi jalan.
Bersambung...
Wikipedia;
Shochu adalah sebutan untuk minuman keras asal Jepang yang kandungan alkoholnya lebih tinggi dari sake atau anggur, tetapi lebih rendah dari wiski. Rasa dan aroma shochu sangat berbeda dari sake yang dibuat dari beras, karena bahan baku shochu adalah campuran berbagai jenis produk pertanian dan umbi-umbian.
KAMU SEDANG MEMBACA
To be Lovesick ✓
RomanceHidup seorang diri, tanpa ingatan apapun tentang keluarganya. Uzumaki Naruto hanya lelaki sederhana, bekerja sebagai karyawan biasa. Bukan direktur, dokter atau layaknya para pria penakluk wanita dengan segudang kemilau harta. Tapi, takdirnya tak se...