“Pada akhirnya semua orang akan memilih jalan mereka masing-masing. Berpisah karena ego atau karena harga diri.”
***
TIDAK pernah terpikirkan oleh Dodit Dirgantara bahwa hidupnya seperti mengulang kembali ke masa SMA, bertemu kembali dengan Nadia Humaira dan Raja Pangestu. Tidak pernah mengira dia akan terlibat dalam lingkaran menakutkan ini satu kali lagi. Dia mengira, urusannya waktu itu telah selesai. Kisah cintanya telah berakhir, tapi sepertinya! Hidup Dodit layaknya sebuah novel, ketika sang penulis menyatakan chapter terakhir dengan caption tamat tapi malah meliris chapter epilog, bonus-bonus chapter yang tak terhitung jumlahnya dan berakhir dengan pengumuman sequel cerita. Sama sekali tidak berujung.
“Saya nggak bisa Mbak, kenapa saya harus menolong kamu?” tanya Dodit. Mungkin untuk puluhan kali karena akal sehat tidak bisa menerima alasan Nadia.
“Karena Dodit yang bisa menyelamatkan aku. Cuma Dodit!” jawab Nadia sama untuk puluhan kali juga.
Cuma Dodit! Itu adalah sebuah kalimat yang mempunyai sejuta makna. Pertama mungkin saja—Dodit berpendapat dalam hati—dia adalah lelaki bodoh yang bisa dimanfaatkan, kedua dia terlihat seperti orang baik, siap mengorbankan nyawa untuk menolong orang, atau ketiga karena Dodit adalah seseorang yang pernah menyukai Nadia sehingga Dodit pasti selalu siap sedia melakukan apa saja demi Nadia. Dodit ingin sekali tahu, mana yang menjadi alasan utama Nadia sebenarnya.
Hujan turun lebat. Sepatu Dodit basah, mereka bernaung di teras sebuah ruko sekarang. Nadia menghentikan laju motor Dodit, membanting setir mobilnya sebelum Dodit melarikan diri lagi. Dodit hampir saja terjatuh dari motor, dia tidak percaya Nadia akan melakukan hal senekat itu. Bahkan perempuan itu tidak memperdulikan tubuhnya basah karena guyuran hujan lebat hanya untuk menangkap Dodit.
“Dodit, aku minta tolong bisakan kamu berpura-pura menjadi calon suamiku untuk beberapa minggu? Aku sudah menjelaskan sama kamu alasannya kenapa! Kamu juga sudah tahu bagaimana calon suami yang disodorkan oleh keluargaku untukku. Mereka sama sekali nggak mengenal siapa aku sebenarnya.” Nadia melemah lembutkan perkataannya. “Aku nggak ingin terperangkap pada pernikahan yang nggak aku inginkan. Aku nggak ingin menjadi pendamping seseorang yang perasaannya bisa berubah suatu hari.”
Dodit menghela napas. “Kenapa Mbak nggak mencoba untuk mengenal? Itukan cuma proposal pernikahan. Kenapa kamu nggak mengenal mereka lebih dulu. Pasti ada yang cocok dengan kamu.” Dia menasihati.
Nadia mengalihkan mata pada malam yang gelap. Hujan membuat jalanannya sunyi. Para pengendara menepikan motor mereka dan melakukan hal yang sama seperti Nadia dan Dodit, berteduh di sebuah toko atau ruko terdekat. Sesekali menggigil kedinginan ketika angin berhembus kencang menerpa tubuh. Walaupun gelap dan lampu yang menerangi redup, Dodit bisa menangkap raut wajah Nadia yang disirati rasa kekecewaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terbaik Nadia [End]
Spiritual"Kamu membuatku hanya memiliki satu pilihan. Melepaskan kamu, itu yang bisa aku lakukan." - Nadia Humaira Nadia Humaira adalah perempuan yang terobsesi dengan penyempurnaan diri. Dia tidak mempercayai cinta walaupun umurnya sudah siap untuk menikah...