3 Tahun Kemudian (81)

20.4K 1.5K 50
                                    

18 April 20xx

"Om bawa apa?"

"Ini, Om beli buku mewarnai sama spidol. Aza suka kan?"

"Iya!"

"Wah ada banyak gambarnya."

"Aza mau mewarnai hewan apa?"

"Singa!"

Setelah itu, Aza sibuk dengan kegiatannya. Spidol-spidol sudah keluar semua dan berserakan disekitar tangan Aza. Baru lima menit berlalu, tangan kecilnya sudah penuh coretan warna warni. Bahkan ada sedikit di dagu dan pipi saat jarinya menggaruk-garuk gatal. Ia terlihat sangat serius. Dan Juna gemas untuk mengganggunya. Apalagi melihat Aza yang sesekali menyeka air liur yang tak sengaja keluar saat ia menunduk. Lucu sekali ekspresi polos itu.

Tangan Juna terulur mengusap air liur yang kali ini tak disadari Aza. Ia terkekeh tertawa. Aza ikut tertawa. Entah karena apa. Keduanya sama-sama memandang dan tertawa. Juna dengan tawa beratnya dan Aza dengan kikikkannya. Lalu dengan jahil, Juna menggelitik pinggang Aza dan membuat anak itu menggeliat di lantai dan tertawa lebih kencang.

"Om, Om, berhenti hahaha...haha..Om..."

Juna menghentikan gerakannya ketika melihat Aza sudah mengeluarkan air mata. Anak itu masih terkikik dengan mata melengkung segaris.

Aza mengulurkan tangannya pada Juna, Juna menatap tak mengerti.

"Mau pesawat terbang."

"Om nabung dulu ya. Kayaknya nunggu sepuluh tahun atau dua puluhan. Aza mau kan nunggu?"

"Yah, Azanya mau sekarang. Om nggak kuat ya?"

"Om kuat kok. Om akan banting tulang untuk Aza. Apapun kebutuhan dan keinginan Aza akan Om penuhin."

"Nah ayo."

"Tapi, uang Om belum cukup."

"Kok pakai uang?"

"Mau pesawat terbang yang besar itukan?"

"Maksud Om yang dilangit?"

Juna mengangguk.

"Bukan. Main pesawat-pesawat itu loh Om. Aza sering lihat Kiki main pesawat sama ayahnya. Aza pengen juga."

"Yang seperti apa?"

"Aza naik kaki Om terus terbang."

"Oh yang itu. Kalau itu sih bisa."

"Mau naik."

Juna berbaring, dan mengulurkan tangannya, "Pegang tangan Om."

Lalu ia menempatkan kakinya di tubuh Aza dan menariknya ke atas. Aza berteriak girang dan merentangkan tangannya. Ia berteriak-teriak senang saat Juna mengayun-ayunkan tubuhnya. Aza senang bukan main. Ia meminta beberapa kali saat Juna menurunkannya karena kesemutan.

Dan tawa ceria itu dilihat Yuna dari seberang ruangan. Ia diam di tempat mengamati kebahagiaan anaknya.

Setelah beberapa waktu, Aza kembali ke aktivitasnya mewarnai. Sementara Juna berbaring di posisinya tadi. Mengistirahatkan tubuhnya. Dan tak lama kemudian tertidur.

Sudah mendekati jam enam. Setelah membantu ibunya masak, ia ke ruang tengah untuk menyuruh Aza mandi. Begitu berdiri didekat Aza dan Juna yang sama-sama tertidur pulas. Ia menggoyang lengan kecil Aza yang tidur dengan bantal lengan Juna dan satu kaki kecilnya diatas perut Juna.

"Aza." Panggil Yuna.

Aza mengubah posisi tapi belum bangun.

"Aza, bangun nak."

Aza melenguh. Mata itu mengerjab-ngerjab setelah terbuka ia menutup lagi.

"Aza, ayo bangun, mandi. Sudah mau malam."

Justru yang bangun, Juna. Laki-laki itu membuka mata. Menatap sekitar lalu berhenti pada Yuna.

"Sudah malam ya." Suara seraknya membuat Yuna menoleh ke arahnya sepenuhnya. Lalu wanita itu terdiam. Memandang wajah Juna.

Juna bangkit duduk, ia menggoyang pelan bahu Aza, "Hei, jagoan. Ayo bangun. Ibumu ingin kamu mandi."

"Mmm... Ditambah besok aja."

"Nggak boleh gitu, sayang. Nanti banyak kuman loh. Ayo mandi."

Aza membuka mata enggan. Wajahnya sangat mengantuk. Tubuhnya ditarik Juna duduk dengan lembut. Lalu si kecil pergi dengan gontai ke kamar mandi.

"Aku pamit duluan ya. Tolong sampaikan sama ibu."

"Kau..."

Juna menghentikan langkah. Memandang Yuna yang baru kali ini membalas pamitannya.

"... tidak mau mencuci wajah dulu?"

Juna menarik kedua bibirnya lebar, "Aku tetap tampan kok walah bangun tidur."

Yuna tak bereaksi, "Ya, sudah. Terserah."

"Terima kasih perhatiannya."

Tak ada jawaban.

***

"HAHAHA...WAHAHAHAHA... HAHAHAHA..."

Juna menatap Julio aneh, "Kenapa sih Kak? Biasa saja ketawanya."

Julio menunjuk wajah Juna, lalu tertawa keras lagi. Sampai-sampai mengeluarkan air mata.

"HAHAHA...kau mau menyamai Valak apa Jun? Apa mau jadi sepupunya? Astaga, perutku sakit."

Juna mengabaikan Julio yang sudah biasa tidak waras.

"Belajar make-up dari Mimi peri ya? Hahahah..."

"Kenapa Kak?" Tanya Juna kesal.

"Aduh hahaha...kayaknya mukamu sama kacaunya dengan pikiranmu."

"Ay---" Kiki berhenti mendekat ketika melihat Juna, anak itu memasang wajah ketakutan dan berjalan mundur lalu berlari memanggil ibunya.

"Mama takut ada orang gila!"

"Yang gila tuh ayahmu bukan aku." Rutuk Juna.

"Lihat cermin deh Jun. Sebelum Ibu ngira kalau dia ngelahirin anak jin."

Juna mengerutkan kening. Ia ke kamar. Dan membelalakkan mata melihat wajahnya sudah tidak dikenali lagi.

***
29 Januari 2020

Vote dan komen 😉

Tiga tahun [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang