💜Papa💜

7.3K 313 20
                                    

Setiap manusia dilahirkan tidak pernah bisa memilih, terlahir dari keluarga seperti apa, bagaimana bentuk rupa, dan bagaimana jalan hidup.

Tapi jika manusia telah lahir dan tumbuh, hidupnya akan di penuhi dengan pilihan

Benar atau salah.

Iya atau tidak.

Lakukan atau menolak.

Apapun yang di pilih kata sesal akan selalu ada di dalamnya.

***

Halo namaku Andrea Indi, umurku empat belas tahun.

Sejujurnya saat menulis catatanku ini aku ragu, suatu saat nanti mama atau papa tidak sengaja membaca catatanku apa mereka akan marah.

Hmmm.. dimulai darimana ya cerita ini? Ah iya jika ada yang menanyakan bagaimana kabar papa, papa sehat sekali dan masih sibuk mengurus rumah sakit bersama mama dan Ibu

Aku salut sekali dengan papa di umur setua itu masih sanggup mengelola rumah sakit persis seperti CEO drama korea yang sering aku tonton bersama mama

Okee.. Kita mulai ya ceritanya

Ini kisahku Andrea Indi anak dari Papa Oki dan Mama Rena

***

Dulu aku bertanya pada mama kenapa aku di beri nama Andrea Indi? Bukannya secara umum nama Andrea itu di tujukan oleh laki - laki? Lalu mama menjawab

"Indi itu singkatan dari Independen, Andrea harus bisa berdiri sendiri dan tanggung jawab ya" sambil mengelus rambut ku lembut.

"Kalo Andrea ma?"

Mama hanya tertawa. Apa mama mau anak laki-laki awalnya? Mama bilang itu rahasia biar mama saja yang tahu.

Setelah itu aku mulai mengerti apapun nama yang diberikan walaupun sederhana, walaupun sulit di ucapkan, itu adalah doa. Doa dari orang tua kita yang menginginkan kita untuk datang ke dunia, doa dari orang tua kita supaya kita bahagia setelah hadir di dunia.

Aku mulai menjalani doa yang orang tuaku berikan, mulai dari menyiapkan bekal untuk makan siangku sendiri, mengerjakan PR ku sendiri, bahkan pulang sekolah sendirian tanpa di jemput supir keluarga kami yang berujung omelan dari mama dan teguran dari papa

"Andrea, besok besok jangan pulang sendiri ya apalagi sampai buat mama sama papa khawatir, kasian pak Imran nyariin kamu disekolah"

Aku hanya bisa menyengir lalu meminta maaf pada papa, mama dan pak Imran. Kasian juga pak Imran sampai di tegur papa padahal salahku sendiri tidak mengabari siapa-siapa saat pulang sendiri.

Ternyata tidak semua hal bisa kita lakukan sendiri ya? Kita harus bergantung dengan orang lain juga? Apa benar seperti itu?

Aku sering sekali mengungkapkan berbagai pertanyaanku pada orang di sekeliling ku, entah itu mama, papa, ibu bahkan orang asing saat menemani mama belanja dipasar.

Papa bilang sifatku ini mirip sekali dengan mama.

Papa juga mengatakan tidak semua hal yang ada dalam pikiran itu bisa ditanyakan atau di ungkapan, ada beberapa hal yang baiknya di simpan sendiri dan akan menemukan jawabannya nanti.

PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang