WE'LL BE FINE

20 1 1
                                    

Melihat mereka tertidur dengan pulas membuat hatiku begitu sedih. Hanya berlaskan kardus bekas sebagai alas tidur tanpa ada selimut yang memberikan tubuh mereka kehangatan atau rumah sederhana yang melindungi tubuh mereka dari dinginnya malam yang menusuk tubuh. Hanya ditemani suara hembusan angina dan penerangan lampu jalan sudah cukup untuk mengantarkaan mereka ke pulau mimpi. Mimpi yang memberikan mereka harapan agar esoknya mereka mendapat keajaiban.

Namun, untuk mewujudkan keajaiban mereka terlalu susah bagi diriku ini yang begitu lemah. Terkadang aku berpikir untuk menitipkan mereka ke panti asuhan agar mereka mendapat kehidupan yang bisa dibilang cukup terpenuhi akan tetapi mendiang suamiku berpesan sesusah apapun hidup yang kita hadapi seburuk apapun jalan yang kita lewati pasti akan ada jembatan diunjung sana yang mengantarkan kita ke pelangi tempat dimana keajaiban terjadi.

Aku ingin menyerah dari hidup ini, aku sudah tidak kuat, aku sudah lelah. Hanya menangis yang bisa aku lakukan. Hembusan angin dan dinginnya malam menjadi saksi bisu kegagalanku. Kegagalan seorang ibu dalam merawat kedua anaknya, kegagalan seorang ibu yang tidak bisa membahagiakan anak – anaknya.

Air mataku tidak bisa berhenti mengalir membasahi kedua pipiku hingga aku rasakan sebuah lengan kecil mengalun indah di leherku. " Mahh... "Aku sudah tidak bisa menahannya lagi, tangisanku semakin kencang. Anakku berpindah kedepan lalu merengkuhku kedalam pelukan kecilnya yang hangat. " Maafkan mama nak, mama tidak bisa membahagiakan kalian sampai sekarang, maafkan mama kamu jadi tidak bisa menyekolahkan kamu diumurmu yang menginjak 7 tahun ini, maafkan mamamu yang lemah ini nak. " Kulihat ia hanya tersenyum kepadaku, namun senyuman yang ia berikan justru membuat hatiku terasa sakit.

Ia melonggarkan pelukan kami lalu tangan kecilnya berusaha menghapus air mata yang masih mengalir di pipiku. " Mama engga usah minta maaf kakak sama adek bahagia kok meskipun engga kaya anak – anak lain. Kita bahagia karena masih mempunyai mama yang merawat dan menjaga kita sampai sekarang dan buat sekolah kakak nggak ingin sekolah, kakak ingin membantu mama dorong gerobak sambil nyari barang bekas hanya itu yang kakak inginkan karena dengan itu kakak bisa mengerti tentang perjuangan seorang mama dalam membahagiakan anak – anaknya. "

Aku tersenyum haru disela – sela tangisku segera ku tarik kembali dia ke pelukanku. Aku bersyukur didalam hati karena telah diberikan anak – anak seperti mereka." Sekarang kamu tidur aja ya udah malem " ucapku menyuruh ia untuk segera tidur. " Mama sini tidur di tengah – tengah biar aku sama adek bisa peluk mama " aku tersenyum mendengar perkataan itu. Aku segera menempatkan diri diantara mereka lalu memeluk mereka.

------

" Ma, adek minta air minumnya dong haus " aku segera mengambil air minum yang terletak di samping gerobak lalu menyerahkannya ke anak bungsuku. Cuaca siang ini begitu terik membuat kami harus meneduh dari panasnya sang surya yang begitu membakar kulit. " Ma nanti kita coba cari di daerah sana katanya lagi ada proyek gitu " aku hanya membalas ucapan anak sulungku dengan anggukan.

" Ma, adek laper " ucapnya sambil mengelus perut kecilnya. Aku tersentak kaget mendengar ucapannya, dengan terbata – bata aku mencoba mengecek uang yang biasanya aku simpan di lipatan selendangku. Hanya lima ribu, rasanya aku ingin menangis keras. Kulihat dia yang juga menatapku penuh harap. " Ya udah ayo kita cari warung makan yang deket sini " Ku lihat ia berteriak senang. Kami pun segera bergegas ke sana. Ssesampainya disana aku hanya memesan bakwan ti.ga ribu dan nasi dua ribu, mungkin bagi kalian ini makanan yang tidak menggugah selera atau mengenyangkan perut tetapi bagi kami ini adalah makanan terenak yang pernah kami coba.

Kami melanjutkan pekerjaan kami yang tertunda. Cuaca yang sangat panas membuat kami berulang kali mencari tempat untuk meneduh. Ketika kami melanjutkan perjalan ke proyek yang berada di ujung jalan kejadian tak terduga membuat semua orang berteriak. Aku pun begitu panic, anak – anakku aku suruh untuk masuk ke dalam gerobak lalu ku dorong sekuat tenaga berusaha menghindari peristiwa menengangkan ini. Namun, sepertinya Tuhan berkehendak lain aku terjatuh tidak berdaya dengah darah di bagian kepala. Apakah kegelapan ini berhasil merenggutku? Mata sayuku menangkap anak – anak berlari menghampiriku lalu memelukku. " Jaga mereka untukku. " Ucapku sebelum mata ini membuat semuanya menjadi gelap.

" Mama.. " mereka menangis keras. Jujur hatiku begitu sakit melihat mereka menangis begitu keras namun bagaimana lagi sekujur tubuhku tidak bisa digerakkan bahkan untuk membuka mata. Sembari melepaskan roh dari badan aku bilang kepada mereka bahwa aku baik – baik saja dan akan terus menjaga mereka dari atas sana.

17 tahun kemudian -------------------------------

" Kakak ayo cepetan adek bentar lagi telat " rengek Celline. Aku segera memakai jas kantor lalu mengambil kunci mobil yang berada di nakas. Setelah kejadian dimana mama meninggalkan kami untuk selamanya, kami diasuh oleh laki – laki yang menabrak mama, dengan berat hati kami menerima dia karena mama berpesan agar ia menjaga kami sebelum memnghembuskan nafas terakhirnya.

" Kakk.. ayo ih lama banget. " Aku segera bergegas untuk mengantarkan adikku ke sekolah. Semenjak diasuh oleh Mr. Edward kebutuhan kami terpenuhi, beliau sendiri adalah seorang duda yang ditinggal istri dan anaknya untuk selama – lamanya ketika melahirkan. Oleh karena itu, ketika almahrum mama menyuruh beliau menjaga kami dengan senang hati ia menerimanya. Sekarang diumur beliau yang menginjak kepala lima beliau masih semangat bekerja di perusahaannya, beliau juga menyuruhku untuk membantunya bekerja sekaligus mengenalkan dunia bisnis kepadaku. Beliau juga berkata supaya aku mampu untuk meneruskan perusahaan yang ia bangun dan tentu dengan senang hati aku menerimanya sekaligus sebagai balas budi kepada beliau karena telah merawat dan menjaga kami sampai sekarang.

Setelah mengantarkan aku segera melajukan mobilku ke kantor. Setelah sampai aku segera bergegas masuk lalu menuju ke lantai atas dimana tempat Mr. Edward bekerja. Setelah sampai didepan ruangannya aku mengetuk pintu terlebih dahulu lalu setelah mendengar kata masuk dari dalam ruangan aku segera masuk ke dalam ruangan itu. " Sudah ayah bilang berapa kali langsung masuk aja. " aku hanya terkekeh sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal. " Sekarang kamu koreksi berkas – berkas yang ada di meja ayah, sebagai pelajaran besok kamu yang akan memegang perusahaan ini Ronald. " ucap ayah " Iya ayah. " balasku, aku segera mengambil berkas – berkas yang ada di meja ayah lalu segera mengerjakannya.

---------------

" Kakak telat ihh udah jam berapa ini nanti telat kesananya " Aku hanya geleng – geleng dengan kelakuan adikku ini, tiap hari tiap jam ga ada yang namanya berhenti ngomelin kakaknya. Kami pun segera masuk ke mobil lalu pergi ke tempat yang kami janjikan dengan seseorang.

" Ayo kak kasian dia pasti udah nunggu! " seru adikku. Ia begitu semangat sekali hari ini. Aku berjalan dibelakangnya sambil membawa bunga. " Mama adek sama kakak dating nih, Mama baik – baik aja kan disana? Adek rindu tau " Aku hanya tersenyum melihatnya. " Ma, Ronald disini bareng Celline bawain bunga kesukaan mama. Kami disini berharap mama baik – baik aja disana. " Setelah itu kami berdoa di depan nisan mama kami. Pada saat kai berdoa tiba – tiba angina menyelimuti kami dan bisikan itu terdengar 'Mama baik – baik aja disini nak, meskipun mama disini sayap mama ada dikalian semoga kalian terus bahagia ya' Kami hanya tersenyum mendengar itu lalu bergegas pulang karena hari mulau malam

-------------TAMAT------------


Aku gatau ini nyambung enggak sama lagu Breakaway - Kelly Clarkson hehehe 

Cerita ini dibuat untuk memenuhi mini games dari Forwistree

Mini Game ForwistreeWhere stories live. Discover now