6. Keputusan

8 1 0
                                    

"Zack, kemari, bisa kau bukakan tutup botol ini ," kata wanita berambut merah sambil tersenyum genit padanya. "Sedikit keras."

Zack hanya terpaksa menurut. Wanita sialan pikirnya. Barusan Cyane menyuruhnya memijit pundak dan kakinya yang pegal, kemudian meminta kipasan dengan daun besar bak permaisuri. Saat berjalan pun sudah beberapa kali wanita itu bergelayutan di lengannya. Entah apa lagi yang Cyane mau darinya, selama rahasianya aman dan permintaan wanita itu masih wajar, Zack masih akan bersedia mengikuti permainannya.

"Apa kalian sudah tidak waras bermesra-mesraan di saat seperti ini?  Memangnya ini acara kemping? " protes Henry. Wajah bulatnya terlihat memerah entah karena marah atau mau menangis. "Setelah kejadian kemarin bisa-bisanya..."

Jesse mengiyakan kata-kata Henry dengan beberapa anggukan kecil.

"Kenapa? Apa salahnya? Terus apa kita harus menangis sampai mengerang karena berada di tempat terkutuk ini?"

"Biarkan saja. Mungkin sebelum mati mereka mau menikmati permainan cinta-cintaan monyet dulu," kata Vincent sambil tersenyum sinis.

Zack hanya menatap Vincent dengan tajam kemudian dengan malas membuang muka sambil berpikir tidak ada gunanya mencari perkara di posisinya yang sekarang.

"A..apa itu?" tanya Jesse dengan gugup sambil melihat ke arah sebuah titik cahaya yang terlihat jauh di depan sana.

Henry dan Cyane berteriak-teriak histeris. Mereka semua lari pontang-panting berusaha menjauhi cahaya yang muncul dan melesat cepat seperti anak panah yang melintas kemudian diam di hadapan mereka.

"Apa kita akan mati kalau terkena cahaya itu? Seperti orang-orang di kapal... " Kata Henry dengan tubuh yang gemetaran.

"Sepertinya tidak," kata Vincent sambil melihat garis cahaya putih yang diam menembus batang-batang pepohonan. "Mungkin ini lebih seperti undangan."

"Apa benar kita harus mengikuti cahaya itu?" tanya Cyane.

"Apa kita terlihat seperti punya
tujuan lain?" Kata Vincent sambil berdecak.

"Ku.. kurasa Vincent benar. Mungkin. Setidaknya kita bisa berkumpul lagi dengan yang lain.. kalau mereka juga melihat dan mengikuti cahaya itu," kata Jesse.

"Yah, kalau mereka masih hidup," kata Vincent.

"Apa bisa jaga mulut brengsekmu itu? Dasar pria yang menyebalkan," kata Cyane dengan ketus kemudian menarik Zack berjalan mengikuti ke arah cahaya itu pergi.

***

Puluhan garis cahaya berkumpul di satu titik. Di ruang terbuka tempat pertama kali mereka melihat tiga orang berkerudung. Kali ini tiga orang itu juga berdiri di sana, di tempat yang sama, di bawah pertemuan garis-garis cahaya. Puluhan garis bersatu di dalam bola berisi lempengan yang berputar-putar di dalamnya. membentuk kerucut di satu titik pertemuan. Tiga orang berkerudung itu bagaikan ditudungi kerangka tenda besar yang bercahaya.

Orang-orang yang tiba berkumpul mengelilingi mereka hanya terdiam menatap tiga orang berkerudung.

"Selamat untuk peserta yang sudah menyelesaikan babak ini. Orang yang tidak berada di sini dalam hitungan beberapa detik lagi tidak lolos ke babak selanjutnya." Suara datar menyerupai suara mesin keluar dari salah satu orang berkerudung.

"Tidak lolos? Memangnya apa yang akan terjadi dengan mereka?" tanya seseorang.

"Mati..."

"Tiga.. dua.. satu"

Bunyi desingan yang memilukan,  kemudian hutan di sekeliling belakang mereka bercahaya dengan sangat menyilaukan.

"Hei, hei, a.. apa apaan ini?" Seorang pria tercengang melihat barisan batang pohon yang seharusnya berada sedikit jauh di belakang mereka lenyap begitu saja. Hutan di belakang mereka dalam sekejap menjadi tanah lapang terbuka yang bermandikan cahaya matahari.

DNA GAMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang