pt 56 | Strategy (전략)

794 125 31
                                    

Dorm Army

Hannam The Hills

21.00pm KST

Mungkin benar, salah satu alasan mengapa Hyemi sampai detik ini tidak pernah membenci ayahnya adalah karena darah itu masih mengalir deras dalam tubuhnya. Iya, darah yang mengalirkan bakat yang luar biasa. Keahlian tuan Jung dalam berpikir cepat mengenai konsep keindahan design itu diturunkan pada putri pertamanya, menggambar sketsa bukanlah perkara sulit bagi gadis yang tengah asik mengarsir diatas drawing books.

Mungkin sudah ratusan kali Seokjin mengatakan bahwa zaman sudah canggih, sehingga tab seharga puluhan juta yang dibelinya kemarin bisa gadis itu pakai sesuka hati. Tapi apalah arti seni jika menggunakan teknologi? Arsiran Hyemi yang menggunakan pensil arang bahkan terlihat lebih nyata dan indah.

"Ah, akhirnya selesai juga."

Hyemi membuang napas penuh kelegaan, kacamata yang semula bertengger indah pada pangkal hidungnya pun ia lepaskan. Tangan itu beralih untuk mengangkat kertas berukuran cukup besar tepat didepan wajah, memandang hasil lukisan cukup lama lalu tersenyum bangga karena merasa puas.

"Aku pikir ini tidak terlalu buruk, keinginan Pd-nim dan lelaki menyebalkan itu sudah aku kabulkan." ujarnya lirih.

Lampu temaram yang senantiasa menemaninya tiba-tiba saja membawa pikiran gadis itu berlari. Benar-benar membuatnya berlari sehingga ia merasa sangat lelah. Apa yang harus ia lakukan untuk melupakan hal ini lagi? Sepertinya Hyemi harus melakukan sesuatu.

Lantas buku itu dengan cepat dimasukan kedalam laci, sedang kakinya sudah beranjak lagi menuju kamar mandi yang letaknya ada disudut ruang kamarnya-- Hyemi ingin menyikat seluruh lapisan keramik didalam sana.

Tapi tiba-tiba satu suara menusuk kedalam gendang telinganya,"Hentikan!" seru suara itu membuat Hyemi sedikit mengusap dada seraya memejam terkejut

Hyemi menoleh, mendapati Ratana tengah bersidekap dada diambang pintu. Entah sejak kapan ia masuk, yang jelas Hyemi tidak mendengar derap langkah sama sekali atau mungkin karena pikirannya terlalu penuh sehingga tidak menyadari suara-suara dilingkungan sekitar.

"Aku sudah membersihkannya kemarin jadi itu masih sangat bersih." Lanjut Ratana masih protes, matanya kian tajam melihat Hyemi dari ujung kaki hingga ujung rambut. Seolah menyadari sesuatu telah terjadi, Ratana membuang napas kasar "Eonni berhentilah melakukan hal yang konyol seperti ini. Jika kau punya masalah, ceritakanlah pada kami. Jangan terus menerus begini, kau membuatku takut."

"Ratana.." Hyemi memejam, "Tidakkah kau berpikir bahwa masalahku ada pada kalian?"

Ratana mengedikan bahu tak acuh, "Baiklah, baiklah aku mengerti. Kalau begitu ayo kita keluar."

"Kemana?"

"Vaya ingin bicara, ah tidak maksudku, kita harus bicara. Eonni tahu kan Vaya berangkat ke Jepang besok? Kita harus selesaikan masalah ini sehingga itu tidak akan menganggu pikiranmu lagi."

Hyemi mendesah, kesal campur pasrah "Sudah aku katakan berapa kali? Aku tidak mau terlibat pada pembicaraan konyol kalian lagi. Aku masih akan tetap pada pendirianku."

"Eonni ayolah." Ratana menggoyangkan lengan Hyemi posesif "Kemarin obrolan kita tidak cukup baik sehingga kau salah paham pada kami, kali ini kita bicarakan semua dengan baik, Ya???" Bujuknya sembari menunjukan ekspresi so imut

"Hei aku akan melaporkan kalian pada BigHit kalau tidak berhenti sekarang juga."

Bukannya terpengaruh dengan rayuan Ratana, Hyemi justru mengancam dengan nada sadis tapi sepertinya telinga Ratana sudah disumpal oleh tumpukan kapas sehingga ia menghiraukan ucapan gadis yang lebih tua 1 tahun darinya itu. "Aku tidak punya pilihan lain." Katanya sesaat sebelum menarik paksa Hyemi keluar kamar

1 Season in SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang