Contradict Forever | Prolog

116 8 3
                                    

Selesai mempakirkan Vespa hitamnya, Dysis berlari tergesa-gesa ke arah warung kopi. Tempat murid SMA Gading biasa nongkrong.

"Kang Danil, titip Kitty." Dysis menyimpan helm begitu saja di atas meja.

Danil, tiga tahun lebih tua dari Dysis. Membuka warung untuk mengumpulkan biaya kuliah. Tidak ingin menjadi beban orang tuanya yang mudah sakit karena faktor umur.

"Lo nyuruh gue jagain kucing?" Kang Danil menggeleng cepat, mengibaskan tangan. "Ogah! Gue alergi bulu kucing."

Dysis membuang muka sebentar, entah mengapa tiba-tiba batinnya seperti sedang mendapat ujian kesabaran.

"Kitty itu motor," ini keempat kali motor barunya dikira kucing. Dysis melotot. "Awas aja kalau lecet," Kang Danil menelan ludah dan mengangguk cepat.

Setelahnya Dysis pamit. Beberapa menit kemudian dia berhenti di depan gerbang gedung lama. Lokasi strategis melanggar aturan.

Kata pepatah, aturan itu ada untuk dilanggar. Entah dari mana Dysis bisa belajar hal sesat itu.

Berdesis pelan, wakil ketua OSIS tertangkap netranya. Dysis refleks bersembunyi. Jarang-jarang tempat ini diperiksa, pasti ada yang tertangkap minggu lalu.

Dysis merogoh kunci. Susah payah bernegosiasi bersama satpam favoritnya agar dipinjamkan dan dia bisa menduplikatnya. Tentu disertai iming-iming yang menguntungkan.

Dirasa aman, Dysis melancarkan aksinya. Mengendap-ngendap di koridor. Untungnya gedung lama bebas dari CCTV. Butuh waktu delapan menit untuk sampai ke kelas.

Infonya, pelajaran pertama kosong. Semoga tidak ada guru piket yang berbaik hati menawarkan mengajar.

Terkadang kebaikkan seseorang dapat terasa menyebalkan di mata orang lain.

"Ngapain? Kabur dari hukuman?"

Menahan napas.

Tas Dysis ditahan, pria berkulit tan itu mengetahui ancang-ancang kaburnya.

"Lepasin, Ling! Berengsek lo!"

Linggar menulikan telinga. Dysis bagai tong kosong, tidak perlu dipedulikan. Berjalan mendahului dengan tangan tetap di posisi yang sama. Terpaksa, gadis itu ditarik mundur.

Dysis dilemparkan ke gudang disusul alat bersih-bersih. Meringis, sapu berdebu itu mengenai kepalanya. Seketika otaknya langsung ingin melancarkan aksi balas dendam pada Linggar, cowok sialan itu melukai aset berharganya.

"BERSIHIN!"

"Gimana kalau lari keliling lapangan? Sekalian olahraga," alisnya naik turun. Melihat Linggar diam, Dysis mulai merengek. "Masa lo tega biarin gue bersihin gudang yang kotornya persis akhlak lo?"

"Kalau lo enggak mau dihukum kayak gini, lo tinggal ikutin peraturan dan boom! Kehidupan lo di sekolah bakal tenang."

Linggar mengulurkan kaki ketika Dysis melewatinya, gadis itu tersungkur.

"Sialan! Trik gue udah kebongkar. Gue bukan ahli lagi dalam bidang ini."

"Lo nyaman tiduran di sana?" Linggar terkekeh melihat Dysis bengong, sepertinya gadis itu agak terguncang mentalnya karena terkalahkan olehnya.

Contradict ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang