"hey, apa Renjun membalas pesanmu? Kok ia tidak muncul-muncul ya? Padahal aku dan dirinya sudah berjanji akan bermain game online malam ini?" seorang Lee Jeno, repot-repot menghampiri sang adik yang sedang mengecat kukunya di ruang tamu hanya untuk menanyakan hal sesepele itu.
"YAH, MANA KU TAHU? KENAPA MENANYAKAN RENJUN PADAKU?! KAU PIKIR AKU PENGASUHNYA?!" jawab Ryujin dengan tidak santai.
"Y-ya maaf, tidak usah sampai membentak begitu," ucap Jeno melenggang pergi ke habitatnya. Meninggalkan Ryujin yang geram karena sudah diganggu.
Tidak lama kemudian, gangguan datang lagi. Kali ini Ryujin tidak bisa mengomel maupun menggerutu karena kali ini yang mengganggu waktu Ryujin adalah sebuah panggilan telepon dari ibunya.
"Ya eomma? Kenapa?" tanya Ryujin membuka pembicaraan.
"Ryujin-ah, bagaimana kabar Renjun hm?" tanya sang ibu yang entah mengapa terdengar sedikit antusias dari seberang sana. Lagi-lagi membuat Ryujin menggerang menahan emosi.
"Ish, sepertinya anda salah sambung karena ini nomor telepon Shin Ryujin, bukan Huang Renjun. Jika anda mencari orang tersebut, silahkan hubungi di nomor pribadinya. Terima kasih," respon Ryujin sarkastik.
"Hehehe, kan eomma hanya bertanya," ibunya terkekeh kecil.
Mata Ryujin memutar malas, tidak kakaknya, tidak ibunya, tidak ayahnya bahkan Nako juga. Belakangan ini, entah mengapa orang sekitarnya terus menerus menyebut satu nama yang belakangan terus berputar di pikiran Ryujin. Sampai Ryujin jadi pusing sendiri.
Nako, kemarin pagi menghampirinya hanya untuk membicarakan Renjun yang ternyata akan ditunjuk menjadi salah satu calon ketua badan eksekutif kampusnya.
Lalu ada Chenle, yang terus sengaja memanggil Ryujin dengan sebutan 'Renjun' dan berdalih bahwa ia salah sebut karena nama mereka berdua terdengar mirip. Benar-benar pemaksaan yang sejati.
Kemudian ayahnya, terus menerus menanyakan pada Jeno kapan Renjun akan mampir ke kediaman mereka. Ryujin tau memang Jeno dan Renjun sudah seakrab itu, tapi Ryujin tidak tahu kalu ayahnya juga menganggap Renjun semenyenangkan itu sampai-sampai terus menanyainya.
Bukannya apa, hati dan pikiran Ryujin sudah cukup risih dipenuhi oleh bayang-bayang Renjun. Ia sendiri tidak mengerti kenapa.
Yang pasti, Ryujin jadi sedikit menjaga jarak.
Ia khawatir, debaran dalam hatinya bisa membuat Ryujin melakukan hal bodoh.
Terlebih, Ryujin ingat kejadian seminggu yang lalu saat menonton bersama Renjun.
"Kau baik-baik saja?" tanya Renjun dengan amat khawatir setelah mereka keluar di tengah pemutaran film. Baru pertama kali Ryujin melihat Renjun sekhawatir itu.
"Minumlah pelan-pelan, tenangkan dirimu," ucapnya sembari memegangi gelas dan sedotan untuk Ryujin minum.
Sepertinya yang harusnya menenangkan diri adalah Renjun, bukan Ryujin.
"Aku tidak tahu kalau kau takut melihat darah dan aku juga tidak menyangka filmnya akan seperti itu, maaf."
Mendengar permintaan maaf Renjun, Ryujin sedikit kaget. Lelaki itu nampak benar-benar bersalah, padahal kejadian barusan sama sekali bukan salahnya.
Setidaknya kejadian di hari itu membuat Ryujin yakin dengan satu hal. Di mata Renjun, dirinya ternyata sepenting itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S NOT FALL IN LOVE
Fanfic[𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘𝗗] Spin-off 𝐁𝐲𝐞 𝐌𝐲 𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭... We're so happy as we are right now Let's not make promises, because you never know when tomorrow comes. Don't ask me anything I can't give you an answer Don't try to have me Let's just stay li...