- Sometimes, — No. Mostly, you just don't realize how great you are as a person. With no disguises and flawless. Truly a human being loved by others. Just be grateful for who you are. -
***
Anak-anak berlarian di taman itu. Menikmati tawa lepas yang nyaring di telinga. Belasan bibir merekah yang terulas mendamaikan hati para penontonnya. Dari arah dapur, Andro memperhatikan salah satu penonton yang sedang berdiri di samping seorang penonton lainnya.
"Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Amara dingin dengan mata fokus pada seorang anak perempuan yang sedang berjalan di balok titian. Kedua tangannya sudah terlipat di depan tubuh.
Arga memasukkan kedua tangannya dalam saku celana. Sedikit gelisah sebelum mulai bicara. Meskipun kini sedikit leluasa setelah mendapat privasi untuk berbicara empat mata dengan Amara.
"Soal perasaanku."
Amara bergeming. Berusaha menenangkan debaran yang makin bertalu di dadanya.
"Kamu nolak aku karena kamu pikir, kamu cuma bertepuk sebelah tangan. Begitu, kan?"
Amara menoleh kaget.
"Heh? Maksud kamu, aku suka sama kamu gitu? Pede banget kamu ngomong gitu. Sok teyu banget!" Dan tentu saja Amara mengelak.
Nggak ada cerita dalam kamusnya ia harus menelan ego bulat-bulat dengan mengaku suka pada seorang pria yang jelas-jelas dingin terhadapnya.
"Bukannya kamu ya yang suka sok tau?" balas Arga mengejek.
"Kamu mau ngajak ngomong apa ngajak ribut, sih?"
Arga terkekeh kecil.
"Makanya, buruan nikah yuk. Kalau aku jadi gemes begini kan susah mau ngapa-ngapain."
Amara membuang wajahnya yang terlanjur memerah. Dalam hati menyalahkan diri sendiri karena terlalu mudah termakan rayuan receh.
"Kenapa? Malu?" goda Arga lagi.
"Iiiihhhh!" Amara tak tahan lagi. Wajahnya pun menoleh ke arah sebaliknya.
"Siapa yang malu?" tantangnya kesal.
Ledakan tawa Arga terdengar nyaring di telinga.
"Hahaha."
Yang justru semakin memancing kekesalan Amara.
"Kalo udah nggak ada yang mau diomongin, aku balik ke ruang tamu."
"Eh, eh, sebentar. Belum juga ngomong." Tubuh tegap Arga menghalangi jalannya. Tatapan teduhnya sedikit menenangkan emosi Amara yang sudah kacau.
"Ya udah. Buruan ngomong." Amara kembali membalik badan. Menghindari tatapan maut yang mampu meleburkan pertahanannya dalam seketika.
Sebuah senyum lebar kembali terulas di wajah Arga. Ruang di hatinya kembali penuh.
"Kalau aku bilang perasaan kita sama, kamu mau jadi istriku?"
"Ooh, jadi kamu benci aku? Sama seperti aku yang benci sama kamu?"
"Hmm. Mungkin begitu."
Tubuhnya kembali berbalik untuk menghadap Arga.
"Beneran? Kamu benci sama aku?" tanyanya dengan kedua bola mata tepat membulat.
Sebuah senyum miring terukir di wajah Arga.
"Iya. Benci. Benar-benar Cinta, kalau bahasanya ABG."
Kakinya melangkah maju untuk berdiri lebih dekat. Mengamati Amara yang terpaku dalam pucat pasi.
"Dania Amara Rielta. Aku melamar kamu, karena Allah sudah menetapkan hatiku untuk jatuh cinta sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVABILITY (Judul Lama: ADAMANTINE) (REVISI)
RomanceDania Amara Rielta yang selalu punya takdir sad-ending dalam hal percintaan, sedang dipepet waktu untuk mencari calon suami. Tidak muluk-muluk pintanya pada Tuhan atas kriteria laki-laki yang akan menjadi jodohnya. Namun siapa sangka Tuhan justru me...