Hari yang ditunggu akhirnya datang juga. Hari ini adalah malam midodareni atau malam sebelum peresmian Chandra Pradipta dan Prita Dominique sebagai suami istri. Malam itu di rumah Prita, diselenggarakan doa bersama agar acara pemberkatan dan resepsi besok bisa berjalan dengan lancar.
Prita sekarang sudah didandani. Baju kebaya dikenakannya menambah anggun gadis yang berkulit putih itu. Pernikahan Chandra memakai gaya eropa, karena lebih simpel dan tidak terlalu banyak pernak pernik adat yang harus dijalani mengingat Cinde masih dalam masa pemulihan.
Sekarang Prita sudah duduk di depan meja riasnya. Dadanya kembang kempis karena emosi bahagia yang menggelora. Tidak sampai dua puluh empat jam lagi, dirinya akan resmi menjadi istri Chandra. Lelaki yang dulu pernah menggetarkan hatinya.
Bebatan erat korset di perutnya membuat Prita sedikit sesak. Dirinya membayangkan wajah tampan Chandra yang akan datang berbalut baju batik Sutra pilihannya. Sungguh, tidak sia-sia perjuangan Prita agar bisa menikah dengan Chandra. Prita yang posesif itu seolah berhasil membuat Chandra Pradipta masuk dalam jeratnya.
Prita lantas memegang pipinya dengan lembut. Bayangan Chandra sepuluh tahun lalu, yang menemukannya dalam keadaan berantak, kembali melintasi kepalanya. Hanya Chandra, lelaki yang tidak menunjukkan ekspresi wajah bergidik ngeri, saat melihat wajahnya.
Prita tersenyum senang memperlihatkan gigi putihnya. Tak menyangka, ternyata lelaki yang memberi semangat padanya akhirnya menjadi suaminya. Dan saat senyum itu belum pudar dari wajahnya, sang mama yang sudah siap dengan kebaya dan make up sederhana membuka pintu kamar Prita.
"Kamu sudah siap, Prita?" Prita mengangguk.
"Kamu bahagia, Ta?" tanya Bu Vera yang kini duduk di ranjang yang sudah ditata menjadi kamar pengantin putrinya. Prita ingin menghabiskan malam pertamanya bersama Chandra di dalam kamar ini.
"Iya, Ma. Makasi sudah merestui hubungan kami," ujar Prita.
Bu Vera tersentak. Ini kali pertama Bu Vera mendengar Prita mengucapkan terima kasih. Prita yang selama hanya diam dan cenderung sedikit melawan sejak ketauan dirisak itu bisa mengucapkan 'terima kasih'.
"Kamu sayang sekali dengan Chandra ya?" Bu Vera mengangguk. "Dan, soal kehamilan itu," Bu Vera diam sejenak, "kamu ... ehm, kalian berbohong kan?"
Mata Prita membelalak, tapi dia berusaha menguasai ekspresi wajahnya. "Ma, aku ...."
"Mama lihat kamu membawa pembalut yang long night di travel bagmu. Buat apa pembalut kalau kamu hamil? Mungkin kalau pantyliner, Mama masih bisa paham." Bu Vera memandang putrinya yang kini membeku di tempat duduknya. "Ella, tidak akan mengambil resiko sebesar itu, bila tidak benar-benar menyayangi lelaki itu."
"Jangan panggil aku Ella, Ma," ucap Prita lirih.
"Kamu masih trauma dengan nama itu?" Bu Vera mengernyit.
"Aku tidak suka saja!" sergah Prita.
Bu Vera mendesah, menyadari bahwa anaknya membenci nama Emanuella, nama yang dulu didengungkan oleh teman-temannya saat merisak Prita.
Ingatan Prita tertuju pada peristiwa sepuluh tahun lalu. "Ella, kamu pikir kamu Cinderella!! Mana Prince Charmingmu! Makanya jangan kegatelan. Dandan tebel suka godain cowok ternyata didalamnya ... Ella si monster!!"
Prita berusaha menepis ingatan buruknya. "Sudahlah, Ma! Aku tidak ingin mengingat hal itu! Aku hanya ingin bahagia, bersama Mas Chandra." Prita menyunggingkan bibirnya.
"Iya, kamu harus bahagia, Sayang!" Bu Vera akhirnya bangkit, mengulurkan tangannya mengajak Prita untuk keluar dari kamar, menyambut para tamu sembari menunggu calon pengantin laki-laki datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (Completed)
RomansChandra Pradipta, pemuda selengekan yang enggan berkomitmen. Di usianya ke 28 tahun, Prita kekasihnya meminta agar Chandra segera menikahinya. Namun, adik Chandra - Cinde, yang enam bulan lagi menikah membuat Chandra tidak bisa langsung menyetujui n...