Cerita berawal dengan satu bagian sampai akhir.

199 3 3
                                    

Suatu pagi, ketika matahari masih sedikit malu-malu untuk menampakkan diri, sinarnya samar-samar menembus kamarku lewat jendela. Kulihat dibalik bukit terlihat kabut yang menyelimuti lereng disekitarnya. Rumahku memang berada disekitar bukit yang dikelilingi oleh kebun teh yang hijau membentang, rasanya tidak perlu ku sebutkan daerahnya. Bergegas ke kamar mandi dan seperti biasa pagi-pagi seperti ini adalah kegiatanku untuk membantu Ibu mengemas barang-barang dagangannya untuk kemudian Ibu jajakan di pasar yang jaraknya sekitar 300 meter sebelah barat rumah kami. Semenjak Bapak tidak ada Ibu jadi harus bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan keluarga, juga membiayai sekolahku yang tinggal beberapa bulan lagi. Sejujurnya aku sangat ingin melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan, tapi melihat kondisi ekonomi seperti ini, aku pun mengurungkan niatku, tapi Ibu dengan tegas berkata agar aku tidak menyerah, beliau berkata akan berusaha semaksimal mungkin agar aku bisa kuliah, katanya aku hanya cukup belajar yang baik. Ibu memang sangat baik, ia sangat menyayangiku sebagai anak satu-satunya itu. Selain berjualan Ibu juga menawarkan jasa untuk mencuci atau menyetrika pakaian di rumah-rumah. Bapak meninggal 2 tahun yang lalu karena sakit yang dideritanya. Waktu itu aku menangis saat mengetahui bahwa Bapak takkan pernah kembali.
"Sudah tidak apa, Bapak sekarang sembuh, tidak akan merasakan sakit lagi." Kata Ibu mencoba menguatkan aku yang waktu itu masih kelas 1 SMA.

Kami ke pasar dengan berjalan kaki, setibanya di pasar Ibu menyiapkan dagangannya dan aku melakukan kegiatan yang biasa aku lakukan, yaitu menjadi jasa kuli panggul di pasar sembari menunggu waktu sebelum masuk sekolah. Tidak jarang karena ini aku harus telat datang ke sekolah.
"Adek tidak sekolah ?" Kata seorang Ibu yang menerima jasaku untuk kubawa belanjaannya keluar pasar menuju becak yang menunggu Ibu itu.
"Ini sambil menunggu waktu masuk sekolah Bu." Jawabku sambil tersenyum.
"Memang sebagai anak muda harus bersemangat dengan bekerja keras." Jawab sang Ibu sembari memberikan beberapa lembar uang padaku sesampainya kami di becak yang sudah menunggu.
"Terimakasih Bu."

Setelah berpamitan pada Ibu dan memberikan uang hasil jasaku sebagai kuli panggul, aku berlari bergegas menuju sekolah. Karena sudah cukup telat aku berlari lebih kencang dari biasanya, dan begitu keluar areal pasar aku harus naik kendaraan umum untuk menuju sekolah, atau kadang aku menumpang mobil bak yang membawa sayur menuju kota. Dimobil aku biasa sambil mengganti bajuku dengan seragam, cepat dan telaten seolah sudah ahlinya karena memang terbiasa dan itu bisa dengan cepat kulakukan. Mobil terus bergerak melaju, menyusuri jalanan yang masih sepi, hening seakan memberi jawaban atas apa yang bergumul dipikiranku.

Pukul 07:40 aku tiba di sekolah, kelas dimulai sekitar 10 menit yang lalu, yang artinya aku sedikit terlambat, tapi tidak apa pikirku karena pelajaran pertama adalah mata pelajaran yang tidak aku sukai yaitu Matematika, bukan karena pelajarannya melainkan karena gurunya yang tidak ku sukai yaitu Pak Darlis, bagiku ia keterlaluan, ia kerap kali menggunakan cara yang semena-mena untuk menghukum siswanya yang melakukan kesalahan, dan ia sering memberikan contoh yang tidak baik seperti merokok di depan murid atau berkata kasar. Mungkin aku yang terlalu berlebihan tapi setidaknya itulah yang kurasakan.

"Kenapa kamu terlambat ?" Tanya Pak Darlis setibanya aku didepan kelas.
"Karena saya tidak tepat waktu." Jawabku sekenanya yang sontak membuat seisi kelas tercengang atas jawaban yang keluar dari mulutku. Kulihat reaksi Pak Darlis yang menghela nafas, matanya nanar dan berkata.
"Pergi ke lapangan, berdiri dibawah tiang bendera, tidak usah mengikuti pelajaran saya."
"Baik Pak."

Bel berbunyi yang menandakan jam pelajaran pertama selesai, akupun bergegas kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Setibanya di kelas Jamal menyapaku.
"Naha kabeurangan ?" (Kenapa kesiangan ?) Tanya Jamal.
"Biasa, kegiatan pagi." Jawabku.

Jamal adalah kawanku ia juga sebangku denganku, kurasa disekolah ia adalah yang paling peduli padaku. Juga ada Shania seorang primadona sekolah ini kurasa, karena menurutku ia begitu cantik, pintar dan berprestasi. Namun yang paling penting adalah Shania tidak sombong dan mau berkawan denganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mencintai bagai LilinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang