1 - Kisah Jadian ✓

30 8 1
                                    

Senin, 9 November 2010.

Carrel mengendarai motornya dengan kecepatan penuh. Apalagi alasannya kalau bukan terlambat sekolah. Hari Senin adalah hari yang paling dia benci. Bukan hanya Carrel, pasti seluruh murid di Indonesia juga tersiksa dengan adanya hari Senin. Bagi otak anak muda, Senin menuju Minggu terbentang tujuh hari, namun dari Minggu menuju Senin hanya perlu menunggu satu detik. Tidak adil bukan?

Tepat di depan gerbang sekolah Carrel duduk di atas motor merah andalannya. Dengan wajah datar Carrel sedang berpikir bagaimana caranya masuk tanpa harus merusak pagar 'lagi'. Minggu lalu dirinya sudah merusakkan pagar dan diminta ganti rugi. Bukan hal yang sulit bagi seorang putra mahkota keturunan Saputra. Tapi untuk mendengar teriakan guru BK, Carrel tidak mampu lagi.

Dalam dua menit kakinya sudah berpijak di tanah sekolah bersama dengan motor merah andalannya. Bukan hal yang susah, namun butuh sedikit tenaga. Rambutnya sudah acak-acakan dan wajahnya berkeringat. Merasa gerah dengan seragamnya, Carrel membuka satu persatu kancing kemejanya dan menampakkan kaos hitam dengan kalung berbandul bulat di dadanya.

Tanpa malu dan segan Carrel menyusuri koridor kelas. Tak membiarkan suasana hening, bibirnya mengerucut dan mengeluarkan suara siulan. Salah satu tangannya masih setia di dalam kantong dan yang satu lagi memegang tas. Sangat sempurna bagi seorang Carrel.

Sesampainya di kelas, Carrel langsung duduk di bangkunya dan menenggelamkan kepalanya di antara kedua tangan di atas meja. Nafasnya masih agak memburu. Tiba-tiba telinganya menangkap satu suara teman siswi dari luar. Yang awalnya acuh tak acuh, kini Carrel merasa tertarik untuk menolong. Bikan menolong. Mungkin kata menolong kurang keren untuk seorang pangeran dk sekolahnya. Menyelamatkan. Ya, itu sudah pas.

Semakin jauh kakinya melangkah, suara itu kian mengeras. Langkahnya semakin cepat dan panjang. Itu Elizza, ratu SMA Cahaya–sekolahnya.

"Enggak, Ren, gue gak lakuin itu!" teriak Elizza kesakitan.

"Diem! Jangan banyak bacot!" Andra semakin menarik rambut Elizza.

Carrel sebenarnya sudah melihat aksi kekerasan itu sejak dua menit lalu. Saat kakinya ingin melangkah, hatinya menahan untuk tidak ikut campur. Tapi tidak untuk sekarang. Andra sudah melayangkan tangannya hendak mendarat di pipi Elizza. Carrel melangkah dan menahan tangan Andra di udara. Raut wajah Andra sudah menunjukkan bahwa dirinya emosi tingkat tinggi.

"Kenapa? Lo gak suka?" tantang Carrel yang masih mencengkeram kuat tangan Andra.

Andra menarik kasar tangannya. "Gak usah ikut campur masalah gue sama Elizza!" Tangannya menunjuk-nunjuk wajah Carrel.

Sorot mata Carrel menajam. Kepalan tangannya mendarat di wajah Andra mengakibatkan sudut bibir Andra robek dan berdarah.

"Kalau lo gak punya nyali, gak usah sok nantang gue. Dan satu lagi, lo putusin Elizza sekarang."

"Eng–" ucap Andra terputus saat Carrel menginjak tangannya.

"Gue gak terima penolakan!"

"I-iya! Lepasin dulu tangan gue!" Andra sedikit lega ketika kaki itu tidak menginjaknya, "El, kita putus."

Di pinggir sana Elizza terduduk dan menangis dalam diam. Kepalanya masih pusing akibat jambakan dari Andra tadi. Kepala mengangguk tanda setuju. Entah mengapa Carrel tersenyum tipis melihat persetujuan Elizza.

"Cepetan lo keluar, sebelum gue punya niatan buat habisin lo di sini. Keluar!"

Andra berdiri dengan sekuat tenaga dan pergi dari ruangan itu. Saat hanya tersisa dirinya dan Elizza, Carrel baru sadar bahwa dirinya berada di gudang penyimpanan. Kakinya melangkah mendekati Elizza.

Carrel & ElizzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang