23. Sikap Levi yang Aneh

303 28 6
                                    

"Setan!" teriak Levi spontan.

"Mana?!" Zilva menoleh ke sembarang arah dan memojokkan dirinya di etalase hingga tubuhnya terbentur. "Mana Kak setannya?"

"Kamu setannya," jawab Levi enteng. "Ini cepat makan biar gak sekarat. Kalau enggak, si Gabriel itu pasti ngomel kayak emak-emak."

Zilva mengembuskan napasnya lega. Ia izin pamit ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar.

Levi mendengus pelan. Ia lupa membeli air untuk diminumnya. Kepalanya menoleh ke samping dan menemukan kulkas besar berisi berbagai jenis minuman. Ia geleng-geleng kepala karena tidak menyadari keberadaan kulkas sebesar itu.

"Mbak, ini gimana cara pakai suppo-nya? Diemut atau gimana?" Pemuda yang beberapa menit lalu sudah pergi, kini kembali lagi karena masih ada urusan yang belum selesai. "Loh? Mbak? Kemana sih manusia tadi? Bunuh diri, ya?"

Pemuda itu menatap mi ayam di atas etalase di dekatnya dan menoleh ke arah Levi yang menenggak air mineral. "Mas, ini mi ayam buat sesajen atau gimana?"

Levi tersedak pelan mendengar omongan laki-laki di depannya. "Mas-nya ngomong apaan, sih?"

"Perempuan yang kerja di sini tadi berantakan banget penampilannya, kayak banyak masalah gitu. Takutnya dia nekat."

Mata Levi membelalak. Ucapan laki-laki di depannya masuk akal. Ia jadi takut Zilva hanya ber-alibi ke kamar mandi untuk cuci muka.

Dengan cepat ia membuka pintu khusus karyawan dan menerobos masuk. Kepalanya mencari letak kamar mandi dengan cepat, hingga akhirnya ia berdiri di depan pintu.

Levi berusaha untuk mengatur napasnya yang ngos-ngosan karena berlari panik. Ia mengetuk pelan pintu itu dan tak ada jawaban apa pun dari dalam. Ia memperkuat ketukan itu hingga menjadi gedoran.

"Zilva! Jangan main-main, ya. Jika Gabriel tahu kamu nekat, aku bisa dibunuh saat ini juga."

Levi tak menyerah untuk menggedor pintu kamar mandi. Laki-laki itu takut apa yang dikatakan pembeli tadi terjadi karena ia tak becus menjaga Zilva. Bulir-bulir keringat mulai berjatuhan di wajahnya, ia mulai panik.

"Kak Levi ngapain gedor-gedor kek orang kemalingan, sih? Kebelet banget? Buka aja pintunya, kosong, kok. Bu Bella juga lagi sibuk ngitung uang."

Levi menoleh dengan cepat. Ia mendapati sosok Zilva yang menatapnya dengan tatapan tanya dan juga tangan yang sibuk mengikat rambut. Manik cokelat milik Levi jatuh pada manik hitam milik Zilva.

Zilva memutuskan kontak mata mereka dan tersenyum canggung. "Katanya kebelet? Kenapa gak masuk?"

Tubuh Levi tiba-tiba mendekat dan memeluk Zilva dengan erat. Gadis itu menahan napas karena terkejut dengan perlakuan tiba-tiba dari Levi.

Sedangkan Levi sendiri tak paham dengan respons tubuhnya. Ia semakin mengeratkan pelukannya dan menikmati parfum aroma khas bayi yang menguar dari tengkuk Zilva.

Gadis gendut yang tak tahu apa-apa itu hanya bisa diam menunggu Levi melepas pelukan mereka. Ia merasa ada yang aneh dengan gelagat laki-laki itu. Mungkin ada yang salah sama mi ayam yang dimakan Kak Levi, begitu pikirnya.

"Kak Levi?" panggil Zilva lirih.

"Kalau kamu nekat bunuh diri, aku akan terus tersiksa di dunia ini karena penyesalan tak bisa menjagamu."

"Apaan s―"

"Punten, mbak!" teriak pembeli yang dari tadi menunggu Zilva.

Zilva dengan cepat melepas pelukan mereka dan berlari menghampiri pembeli tadi. Sedangkan Levi masih setia berdiri mematung di atas ubin dingin.

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang