Part Twelve

1.3K 148 81
                                    

Malam itu, dalam gelapnya kamar yang indah dan luas, Al menyembunyikan dirinya disana. Masih tersisa penyesalan di hatinya yang tidak mampu dia jelaskan lagi. Tapi meskipun begitu, dia masih menunggu, menunggu Yuki melunak dan mereda, lalu kemudian pulang karena merindukannya. Walau kali ini Al tidak yakin itu akan terjadi, tapi dia tak bisa berhenti menunggunya.

Al terdiam memikirkan hubungan mereka selanjutnya, benarkah Yuki tidak akan memaafkannya? Benarkah akan berakhir seperti ini? Kemudian Al teringat saat Delano mencium Yuki dan menyatakan cintanya, dia bahkan tidak sanggup bernafas membayangkan itu semua. Jantungnya seakan berhenti berdetak, Al hanya bisa menertawai dirinya sendiri yang begitu bodoh. Betapa jelas Yuki mencintainya, gadis itu percaya padanya yang brengsek ini. Berkali-kali Yuki mencoba mengerti dirinya, tapi apa yang dia lakukan selain hanya bisa membuatnya terluka. Al menangis, dia menyesal terlambat sejauh ini sementara gadis itu tidak pernah mengeluh, dia tetap mencintai Al dengan tenang. Al terus mengingat kebersamaan mereka, tapi itu justru semakin menyakiti dirinya.

"Yuki.....maaf......sungguh maaf, maafkan aku....." Suara bassnya serak, kemudian dia menangis mengharu biru. Begitu menyesal, seolah akan kehilangan segalanya. Sekarang seperti tidak bernyawa lagi, Al kehilangan separuh jiwanya.

Malam ini terasa sangat panjang karena sampai dini hari pun Yuki tidak juga muncul, hingga Al putus asa menunggunya.

   =============================

Keesokan harinya,

Sekitar pukul sembilan pagi Yuki kembali ke rumah setelah menginap di kantor semalaman, dia tidak menginap di rumah orang tuanya karena tidak ingin mereka khawatir. Dia tahu mungkin Al sudah berangkat ke kantor, dengan tampang yang begitu lelah Yuki langsung beristirahat di kamarnya. Benar, Al sudah tidak ada disana.

Karena lelahnya, Yuki tertidur di ranjang tanpa sempat mengganti pakaian, dunianya terasa kacau setelah kejadian kemarin. Sudah cukup dia memikirkannya, tapi tidak menemukan solusi tentang perasaannya. Sekarang Yuki terlelap dalam tidurnya.

------------------------------------------

New York, USA

Waktu berselang cukup lama hingga Al akhirnya tiba juga di New York. Dia disambut peluk hangat bunda dan daddy di kediaman mereka, keduanya senang bisa makan malam bersama putera mereka itu walaupun sedikit kecewa karena Al tidak membawa isterinya.

"Kenapa datang lebih cepat kesini? Kamu bilang akan membawa menantuku, kenapa Yuki tidak jadi ikut?"

"Oh, itu... karena dia masih banyak urusan yang harus diselesaikan." Jawabnya datar, harus berbohong menutupi salahnya lagi.

"Al.. bukankah daddy sudah bilang, jangan biarkan menantuku berkerja terlalu keras. Kamu juga sayang, malah menyuruh anakmu kemari. Bagaimana kita bisa cepat-cepat menimang cucu kalau mereka tinggal terpisah." Sang bunda malah menyalahkan suaminya karena lebih mementingkan perusahaan.

Sementara Al sama sekali tidak tertarik dengan pembicaraan mereka, dia hanya diam. Andai saja mereka tahu kalau rumah tangganya sedang terjadi masalah, mungkin dia juga akan menyakiti hati orang tuanya.

"Tenang sayang, kita bisa menyuruh Yuki kesini nanti. Kamu tenang saja ya.. Biarkan Al berkonsentrasi dengan proyeknya disini." Sang daddy pun merangkul bunda tercinta, membawanya menuju meja makan. Meninggalkan Al yang terpaku, dengan sorot mata yang sedih.

"Ah, sayang...kamu ini masih bicara soal proyek.. huuuuf."

     ===========================

Jakarta

Setelah mengetahui Al berada di New York dari sekretaris Kim melalui sambungan telepon, Yuki merasa sedikit menyesal. Dia memang kesal karena Al selalu lari seperti ini, tapi juga sedih karena mungkin Al  jauh lebih terluka karena perkataannya malam itu.

Heart (END)Where stories live. Discover now