Bab 62•Usai

779 37 5
                                    

Kana membuka matanya. Menyipit, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Gadis itu mengerutkan keningnya. Merasa asing dengan tempat dan orang yang berada di sampingnya.

Dia tidak ingat kejadian beberapa jam yang lalu.
Yang dia ingat—

Ah ya, sekarang dia mengingatnya.

Jatuh, bius, pria bertopeng hitam.

Kana meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan pada tangannya. Gadis itu tidak bisa berbicara sebab mulutnya disumpal dengan kain yang entah milik siapa.

Mata nya menatap ke sekitar. Berusaha mencari cara agar ikatan tangannya bisa terlepas.

"Hnggggg." Seseorang mengerang khas bangun tidur. Dia Johan, yang baru saja selesai dengan mimpinya.

Kana terdiam, melihat Johan dengan mata memelotot. Gadis itu sadar kalau sekarang dirinya sedang berada dikeadaan tidak baik-baik saja.

Kana memejamkan matanya, berpura-pura tertidur.

"Haus gue," kata Johan bermonolog.

Cowok itu bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arah pintu ruangan tersebut. Membuka nya, lalu kembali menutupnya.

Kana membuka matanya, ketika menyadari Johan keluar dari ruangannya. Gadis itu kembali mencari cara untuk bisa keluar dari ruangan tersebut.

Matanya menangkap sebuah guci berukuran sedang yang berada di belakang nya. Kana mengubah posisi kursinya ke bekalang agar lebih dekat dengan guci tersebut.

Saat menurutnya posisinya sekarang sudah cukup untuk menjatuhkan guci di atas meja itu, dia mencodongkan badannya, kemudian mendangak, lalu mendorong guci tersebut dengan kepalanya.

Brak!

Guci terjatuh dari atas meja. Kana memejamkan matanya, karena suara nyaring benda pecah sangat terdengar di telinganya.

Dia lupa, kalau kegiatannya barusan membuat seseorang mengerutkan alisnya kebingungan.

Kana menjatuhkan kursinya sengaja. Dia menahan sakit pada badannya. Mengambil pecahan guci yang terletak di belakangnya, lalu berusaha melepaskan ikatan pada tangannya menggunakan pecahan tersebut.

Sudah beberapa kali ia gesekan pecahan tersebut pada ikatan tangannya. Namun semua nya hanya berhasil sedikit.

Kana mengambil nafas dalam-dalam. Berusaha menyemangati dirinya sendiri.

"Semangat, aku," gumam nya dalam hati.

———

Suara langkah kaki yang sedang berlari memenuhi koridor kelas SMA Triyasa. Nafas beberapa orang itu tersenggal-senggal.

Renalda membuka pintu di hadapannya. Didi menyerobos masuk, mendahului Renalda yang berada di depan nya. Cowok itu mengutak-atik sebuah komputer di depannya. Cctv. Ya, mereka semua sedang melihat cctv sekolah.

"Udah gue duga, pasti ulah pria itu." Dodo berbicara demikian. Bimo mengangguk, sedangkan Didi menggebrak meja dengan keras.

"Gue gak bakal maafin pria itu."

Didi berlari keluar ruangan. Bimo, Dodo, Renalda, dan lainnya mengikutinya dari belakang. Mereka memasuki mobilnya masing-masing. Lalu melajukannya, mengikuti arah mobil Didi yang melaju di depannya.

———

"Akhirnya," ucap Kana sambil tersenyum senang diikuti air mata bahagia yang mengalir di pipinya. Gadis itu sudah berhasil melepas ikatan pada tangannya, setelah beberapa kali mengeluh, dan muncul keinginan untuk menyerah.

La-Luna (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang