BAB 55

2.3K 92 10
                                    

Jam sembilan pagi di hari Jumat, adalah hari penerbangan menuju Indonesia dan Vivian akan segera pergi setelah memakai sepatu. Ia harus meninggalkan rumah sang Kekasih.

"Vivian."

"Ya Lonza, ada apa?"

Vivian memutar badan dan bertanya setelah memakai sepatu kepada Lonza.

Lonza mendekat lalu memeluk Vivian.

"Cepat kembali." Lonza berbisik dan memasang sesuatu ke jemari tangan Vivian.

"Lonza."

Vivian sedikit tercengang merasakan sesuatu terpasang di jemari tangan. Benda bulat bermata biru delima di sana telah tersematkan di salah jemari tangan kanan, itu membuat Vivian sulit mengatakan sesuatu kepada Lonza.

Mengusap lembut rambut belakang Vivian, Lonza berkata kepada Vivian saat itu, "Pakailah cincin itu. Ibuku memberikannya padaku untuk seseorang yang menjadi pilihan hidupku. Aku memilihmu, Cintaku, Vivianku. Kembalilah padaku setelah urusanmu di Indonesia selesai."

"Lonza, benda ini terlalu berharga kau berikan sekarang padaku. Lebih baik kau simpan dulu cincin ini. Aku takut cincin ini-"

"Kau harus menjaga cincin Ibuku dengan baik, kemudian kita akan bersama lagi."

"Aku tak tahu apa lagi kau akan berikan padaku. Pertama kalung dan sekarang cincin Ibumu."

Vivian ingin mendebat barang diberikan Lonza tetapi sekarang bukan untuk berdebat, itu hanya akan membuang-buang waktu. Vivian mengembuskan napas dan melepaskan pelukan Lonza.

Menatap lekat mata Lonza dan menemukan kesungguhan di sana-telah menjelaskan Lonza serius mengatakan kata-kata itu.

Vivian tampak senang dan terharu akan kesungguhan Lonza dan kadang-kadang disaat bersamaan membuat hati Vivian sesak dan sakit-Lonza menerima kekurangan yang ia tahu itu buruk.

Malam itu, di sebuah hotel itu hanyalah kecelakaan. Vivian tidak tahu dan sama sekali ia tidak melakukannya karena cinta ataupun perasaan bahagia. Sebuah senyum segaris terbentuk di bibir Vivian dan perasaan marah berdesir mengingat malam kecelakaan hari itu seperti mimpi buruk panjang.

Tercengang oleh sesuatu, mata Vivian menuju melihat tangan-jemari tangan Lonza mengamit jari-jari kecil Vivian. Lonza tersenyum.

Di halaman depan rumah seorang perempuan tersenyum dan menunggu Vivian.

"Maaf aku lama, Tannia." Kemudian Vivian beralih menatap Lonza, mengupayahkan memberikan senyuman hangat. "Lonza, aku akan berangkat bersama Tannia. Aku akan merindukanmu."

Vivian memeluk Lonza untuk terakhir sebelum pergi meninggalkan pria itu.

"Kembalilah secepatnya padaku."

"Tentu saja aku akan kembali padamu. Aku mencintaimu."

Vivian berbisik pelan dalam pelukan Lonza dan memberikan kecupan di bibir Lonza.

"Kau semakin berani, Viv." Lonza mengacak puncak rambut kepala Vivian setelah mendengar kata-kata Vivian.

Sebelum mobil pergi dari halaman pekarangan rumah, Vivian memberikan lambaian tangan kepada Lonza.

"Kau sudah siap?" tanya Tannia kepada Vivian.

Vivian menganguk pelan dan bertanya, "Tannia, kita akan ke bandara?"

"Tentu saja."

"Aku sudah memberitahumu tentang surat-surat identitasku?" seru Vivian tiba-tiba. Masalah identitas itu perlu dan tak henti ia memikirkan tentang surat-surat keterangannya-bagaimana cara lewati petugas imigrasi dan penerbangan Internasional yang ia tahu sangat ketat pada bagian imigrasi.

Behind Forbidden Love | #Vol (1). PPTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang