Dua Puluh Dua

246 58 19
                                    

Jangan lupa vote terlebih dahulu ya! Dan jangan lupa komen juga Terima kasih :)

🎀🎀🎀

Mahera tengah berdiri di depan pintu kelas Dearni, ia menunggu Dearni sampai gadis itu keluar dari kelas. Tak lama terlihat seorang gadis pujaannya yang ia tunggu. Mengenakan jaket denim dengan rambut hitam lurus yang tergerai  sangat indah. Langkah Dearni terhenti sejenak saat melihat Mahera. Namun, setelah itu ia mengabaikan cowok itu.

Gianita yang melihat hal tersebut mengelengkan kepala. Sebenarnya Dearni tidak ingin hal itu terjadi tapi, mengingat kejadian di toilet tadi. Mahera mengikuti langkah Dearni, ia menyamakan langkah kakinya dengan gadis itu. Memberanikan diri untuk bertanya, padahal ia sendiri sudah tahu jawabannya.

"Kamu, kenapa?" Tidak ada jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan. Mahera mengecutkan bibir.

Mahera meraih tangan Dearni yang otomatis cewek itu menghentikan langkah kaki. Ada sesuatu yang membuat Dearni tidak tega melihat raut wajah Mahera. Suara kekehan terdengar dari Gianita.

Gianita menyikut lengan Dearni. "Itu, kasian ayang lo," tegur Gianita tepat di samping teling Dearni.

"Dearni?" tanya Mahera kembali disela-sela Dearni masih terfokus dengan ucapan Gianita.

"Gua sama Wilza duluan, gak mau ganggu. Dadah!" pamit Gianita, sambil mengandeng tangan Wilza. Mereka pun berlari menuju tangga.

"Eh, Ta—" Dearni melirik Mahera canggung.

Kini, terlihat banyak sekali siswa yang memandang mereka. Dearni yang merasa risih langsung meninggalkan Mahera begitu saja. Sedang 'kan Mahera malah terlihat santai dan sesekali tersenyum kepada beberapa siswi yang terang-terangan menatapnya.

"Hai fans-fansku!" sapa Mahera dengan ramah. Yang membuat mereka pun tersenyum sambil tersipu malu.

Hentakan kaki kesal terdengar saat Dearni memutuskan untuk menuruni tangga. Sedetik kemudian, senyum yang merekah di bibir Mahera menghilang. Ia menyadari perasaan kesal Dearni.

Mahera segera menyusul Dearni. Ia menahan tangan kiri Dearni dengan sigap. Dearni menatap Mahera tanpa suara. Tangan kanan Mahera terulur mengacak rambut Dearni.

"Kamu, marah?" Dearni tidak merespon. "Apa karena Keyva, lo mau menjauh dari gua?" delik Mahera.

Dearni tertegun. 'Mengapa dia bisa tahu?'  Tidak mau Mahera curiga, Dearni pun membuka suara, "enggak, kok."

Satu alis Mahera terangkat. "Kamu yakin?"

Dearni mengangguk' kan kepala untuk memastikan Mahera. Setelah mendengar perkataan Dearni—Mahera bisa bernapas lega. Meskipun, ia tahu hal tersebut hanya sebuah kebohongan belaka. Akhirnya Mahera mengajak Dearni pulang bersama. Tidak lupa ia mengengam jemari tangan Dearni.

Mahera mengenakan helm dikepala Dearni sebab, ia merasa Dearni hanya diam saja. Terlebih saat dirinya memberikan helm pada gadis itu, namun ia tidak menerima dan mengenakannya sendiri. Merasa gemas pada akhirnya ia pun berinisiatif untuk mengenakan helm tersebut.

Mahera menjentik 'kan jarinya. Seketika wajah Dearni langsung berubah. Ia tersadar dari lamunannya. Setelah Mahera mendengar kabar bahwa Dearni didatangi oleh Keyva sikapnya menjadi berubah.

"Ayo naik!" perintah Mahera.

Mahera enyalakan mesin motornya tidak lupa menaikkan standar motor. Tanpa kata Dearni menuruti perintah Mahera. Ia meraih pundak Mahera untuk dijadikan topangan untuk menaiki motor Mahera.

Saat ini Dearni sudah berada di atas motor Mahera. Pandangan Dearni masih kosong. Entah mengapa sekarang ia malah sibuk memikirkan ucapan dari Keyva. Rasanya seperti berputar-putar di kepala dan tidak ingin hilang.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang