Satu

81 4 1
                                    

" jangan larut dalam kesedihan, itu hanya akan membuat kata menyerah datang dan menyalahkan takdir yang sudah Tuhan tentukan " ia membuyarkan lamunan ku dan meletakkan kopi yang masih berasap itu di atas meja

" hanya mengingat kenangan dulu, memutar memory kebersamaan dengannya " aku menghela nafas setelah menutup album foto dan mulai menyeruput kopi yang di suguhkan perempuan berkerudung hitam ini

" kita kehabisan gula atau apa? Kau membuat kopi pahit sekali " aku berdecak kesal dan meletakkan kembali kopinya, hampir saja ku muntahkan kalau tidak mengingat dia memang tak pandai membuat kopi

" ayolah.. sudah tahu aku tak pandai membuat kopi kenapa masih saja menyuruhku " jengahnya

Tanpa berniat membalas ucapan nya, aku memilih menyandarkan badanku di kursi ulin yang tengah ku duduki dan memejamkan mata sejenak untuk merasakan ketenangan.

" anterin aku ke gramedia ya.. " aku terkejut saat ia memegang tanganku dan merengek tak jelas

" males " jawab ku acuh

" ayolah.. " lagi lagi dia merengek

" Biasanya juga kamu perginya sama Fatimah atau sama temen mu yang satunya itu "

" kan mumpung disini, biar ngirit ongkos "

" ayolah.. nanti aku temenin deh ke ma-

" jangan rayu dengan itu " tegasku bangun dari posisi yang membahagiakan ini.

" ayolah.. biar aku ada alasan sama umi "

" dijadiin kambing hitam? "

" bukan gitu ih, Umi nyuruh Ryan buat nemenin aku ke gramedia, aku males tau sama yang satu itu, kaga ada seru serunya " ia menggerutu tak jelas, aku bahkan tak ingin mendengar ocehannya

" yah mau ya.. please.. "

Oh tidak.. mata galak yang jernih itu menampakkan puppy eyes nya lagi, andalan perempuan ini padaku, salah satu kelemahanku.

" iyaiya, sudah pergi sana " ku usir dia agar tak mengoceh dan mengganggu istirahat ku

" yee.. makasih " ia mencium pipiku dan berlalu masuk ke dalam

.
.
.

" buka!! " arrgh.. ia mengetok pintu kamar dengan tak etis

" jangan teriak teriak " sentak ku

" ada apa? "

" ayo siap siap, anterin ke gramedia "

" iya, ganti baju dulu " aku kembali masuk ke kamar dan menutup pintu

Sebenarnya aku tak ingin keluar rumah, keinginanku hanyalah istirahat di kamar sebelum besok kembali untuk mengurus pekerjaanku.

" cepat sedikit, kita hanya ke gramedia bukan ke kondangan jadi gausah dandan " aku memanggilnya dengan nada yang sedikit meninggi

" iyaiya.. " ia menutup pintu kamar dan berjalan mendahului ku

Mobil jazz keluar perlahan dari rumah putih, menelusuri jalanan hitam pekat yang sepi karena hujan deras yang baru saja berhenti.

" hujan hujan niat banget ke gramedia " cibirku, toh memang benar.. harusnya cuaca seperti ini lebih nikmat beradu dengan guling daripada membelah jalanan saat hujan, dan anehnya aku mengikuti keinginan perempuan ini

" ada bedah buku " jawabnya acuh

Aku memandang sebentar perempuan berniqob di sampingku ini, tersenyum simpul dan kembali fokus ke depan.

The Mysterious PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang