" jangan larut dalam kesedihan, itu hanya akan membuat kata menyerah datang dan menyalahkan takdir yang sudah Tuhan tentukan " ia membuyarkan lamunan ku dan meletakkan kopi yang masih berasap itu di atas meja
" hanya mengingat kenangan dulu, memutar memory kebersamaan dengannya " aku menghela nafas setelah menutup album foto dan mulai menyeruput kopi yang di suguhkan perempuan berkerudung hitam ini
" kita kehabisan gula atau apa? Kau membuat kopi pahit sekali " aku berdecak kesal dan meletakkan kembali kopinya, hampir saja ku muntahkan kalau tidak mengingat dia memang tak pandai membuat kopi
" ayolah.. sudah tahu aku tak pandai membuat kopi kenapa masih saja menyuruhku " jengahnya
Tanpa berniat membalas ucapan nya, aku memilih menyandarkan badanku di kursi ulin yang tengah ku duduki dan memejamkan mata sejenak untuk merasakan ketenangan.
" anterin aku ke gramedia ya.. " aku terkejut saat ia memegang tanganku dan merengek tak jelas
" males " jawab ku acuh
" ayolah.. " lagi lagi dia merengek
" Biasanya juga kamu perginya sama Fatimah atau sama temen mu yang satunya itu "
" kan mumpung disini, biar ngirit ongkos "
" ayolah.. nanti aku temenin deh ke ma-
" jangan rayu dengan itu " tegasku bangun dari posisi yang membahagiakan ini.
" ayolah.. biar aku ada alasan sama umi "
" dijadiin kambing hitam? "
" bukan gitu ih, Umi nyuruh Ryan buat nemenin aku ke gramedia, aku males tau sama yang satu itu, kaga ada seru serunya " ia menggerutu tak jelas, aku bahkan tak ingin mendengar ocehannya
" yah mau ya.. please.. "
Oh tidak.. mata galak yang jernih itu menampakkan puppy eyes nya lagi, andalan perempuan ini padaku, salah satu kelemahanku.
" iyaiya, sudah pergi sana " ku usir dia agar tak mengoceh dan mengganggu istirahat ku
" yee.. makasih " ia mencium pipiku dan berlalu masuk ke dalam
.
.
." buka!! " arrgh.. ia mengetok pintu kamar dengan tak etis
" jangan teriak teriak " sentak ku
" ada apa? "
" ayo siap siap, anterin ke gramedia "
" iya, ganti baju dulu " aku kembali masuk ke kamar dan menutup pintu
Sebenarnya aku tak ingin keluar rumah, keinginanku hanyalah istirahat di kamar sebelum besok kembali untuk mengurus pekerjaanku.
" cepat sedikit, kita hanya ke gramedia bukan ke kondangan jadi gausah dandan " aku memanggilnya dengan nada yang sedikit meninggi
" iyaiya.. " ia menutup pintu kamar dan berjalan mendahului ku
Mobil jazz keluar perlahan dari rumah putih, menelusuri jalanan hitam pekat yang sepi karena hujan deras yang baru saja berhenti.
" hujan hujan niat banget ke gramedia " cibirku, toh memang benar.. harusnya cuaca seperti ini lebih nikmat beradu dengan guling daripada membelah jalanan saat hujan, dan anehnya aku mengikuti keinginan perempuan ini
" ada bedah buku " jawabnya acuh
Aku memandang sebentar perempuan berniqob di sampingku ini, tersenyum simpul dan kembali fokus ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mysterious Puzzle
RandomDia benar benar tertutup, tak peduli dengan sekitar. Ia sudah biasa dengan ocehan orang yang menganggap nya aneh. Si puzzle misterius pun melekat sebagai julukannya.