“Api! Kebakaran! Cepat semuanya keluar!” teriak Wulan lagi dengan napas memburu seraya berdiri di tengah keramaian warung.
Sejurus kemudian, gadis itu terpaku saat menyadari ada belasan pasang mata yang menatap ke arahnya. Juga terkesiap saat mendapati warung tempat ia berada, dalam keadaan baik tanpa kurang suatu apa pun. Tak ada kobaran api sama sekali.
“Nduk?” panggil Laras pelan karena merasa agak takut. “Kamu baik-baik saja?”
Wulan memandang sang bibi dengan napas yang masih tersengal. Lalu, ia segera menggenggam tangan bibinya erat dan menyeret pelan wanita paruh baya itu, keluar dari warung. “Ayo, kita keluar, Bulek!”
Setelah mereka berada di luar, Wulan kembali ke dalam dan meneriaki pemilik dan pengunjung warung untuk ikut keluar.
“Tempat ini akan terbakar. Cepat pergi dari sini, kumohon.” Wulan memelas pada semua orang yang ada di dalam warung.
“Heh, apa kamu berniat merusak usahaku?!” teriak si pemilik warung yang tengah berada di depan kompor, sedang menggoreng telur dadar.
“T-tidak. Bukan begitu, s-saya hanya … hanya ….” Wulan tergagap. Ia lalu menoleh pada Nora dengan tatapan mengiba meminta bantuan.
Sedangkan Nadin memegang lengan sang kakak, erat. Ia kembali teringat peristiwa kecelakaan bus dua minggu lalu. Sikap Wulan sama persis dengan kejadian waktu itu. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Nadin segera berlari keluar dan berdiri di dekat Laras yang terduduk di seberang jalan. Sedangkan Wulan menelepon pemadam kebakaran yang memang ada di kota kecamatan.
Nora yang mulai memahami firasat yang diperoleh oleh Wulan, segera bergerak cepat meminta pengunjung untuk keluar dari warung. Namun, sulit karena sebagian besar dari mereka, menolak dengan setengah mengejek. Apalagi sang pemilik warung yang gusar karena perbuatan Wulan dan Nora.
Tak kehabisan akal, Nora bahkan menggunakan identitasnya sebagai aparat kepolisian. Semua pengunjung diminta keluar, termasuk pemilik warung yang bersungut kesal setelah perdebatan panjang.
Setelah semua orang keluar, Nora mengitari seisi warung, mencoba mencari penyebab yang memungkinkan kebakaran terjadi. Kabel listrik, peralatan elektronik, tabung gas dan sudut-sudut warung, ia periksa dengan cermat. Namun, nihil. Semua dalam kondisi baik-baik saja.
Nora memandang Wulan yang berdiri di depan warung, lalu menghampiri gadis muda itu sambil menggeleng pelan.
“Tidak, pasti akan terjadi sesuatu. Saya rasa … hanya belum,” ucap Wulan agak ragu.
“Tapi, kamu tidak sedang tidur dan bermimpi tadi,” sergah Nora.
Baru saja Wulan akan menjawab, terdengar sirine pemadam kebakaran dari kejauhan. Tak lama kemudian, tampak dua mobil besar berwana merah yang berpacu cepat menuju ke arah mereka. Wulan segera berdiri di pinggir jalan sambil merentangkan kedua tangan dan berdiri di tengah jalan, untuk menghentikan iring-iringan kendaraan itu.
Meskipun mobil pemadam kebakaran itu belum benar-benar berhenti, beberapa petugas berseragam merah, meloncat turun dengan sigap dan setengah berlari ke arah Nora. Sepertinya mereka segera mengetahui bahwa wanita itu adalah seorang polisi karena seragam yang ia kenakan.
Setelah memberi salam dan hormat, salah seorang petugas pemadam kebakaran berkata pada Nora, “Apa Ibu yang menelepon dan mengabarkan kalau di sini telah terjadi kebakaran?”
Nora salah tingkah. Menoleh ke belakang di mana warung itu masih berdiri tegak, lalu menatap Wulan yang masih yakin dengan pendapatnya. Kembali memandang para petugas berseragam merah di depannya, Nora kemudian menghela napas dan menjawab, “Tolong tunggu beberapa saat lagi di sini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Pembaca Kematian (Sudah Terbit)
Mystery / ThrillerSejak kecil, Wulan sering bermimpi yang mengisyaratkan kematian. Termasuk tentang kecelakaan bianglala yang menewaskan ibu dan adiknya. Firasat kematian yang awalnya masih samar, perlahan kian jelas saat Wulan beranjak dewasa. Ia sangat ketakutan ka...