Bab 10

8.9K 718 16
                                    

Anzor tampak lebih ketakutan lagi, lalu dia mundur dan lari meninggalkanku. Wow, pengecut sekali.

"Sedang apa kau disini Liz?" Tanya Aldo.

"Sedang apa kau disini?" Balikku bertanya.

"Apa kau kesini hanya untuk bermesraan dengannya?" Aldo membentak.

Aku melawan. "Memangnya kenapa, apa kau akan menyuruhku lari seratus putaran seperti tadi pagi Al?" Sinisku.

Aldo menggertakkan giginya, matanya menatap tajam padaku. Aku balik menatap matanya, mununjukan padanya aku tidak takut padanya. Tapi dia mengalihkan pandangannya dan duduk di pinggir kolam yang terbuat dari batu-batu yang disejejerkan. "Kau tadi bertanya apa yang kulakukan, aku sedang lari." Katanya. Aku melihat celana training hitam dan kaos abu-abu yang basah dibagian dada dan punggungnya yang dipakai Aldo.

Aku menghela napas, dan menyerah. Aku duduk disamping Aldo. "Aku sedang menjernihkan pikiranku."

"Bersama Anzor?" Tanyanya.

"Tidak, dia mengikutiku kesini." Jawabku.

"Dan kalian berciuman?" Tanya Aldo tanpa basa-basi.

Aku menggerang jijik. "Kau pasti tidak melihat aku menamparnya." Jawabku.

Dia memutar tubuhnya kearahku. "Liz, aku tidak suka kau masuk kelas lapangan." Kata Aldo tanpa tedeng aling-aling.

"Tapi kenapa kau membantuku lolos?" Tanyaku putus asa.

"Kau tidak mengerti, ini sulit untukku." Dia mengernyit. "Aku mendukung keputusanmu. Tapi sekarang aku adalah gurumu, dan aku tidak bisa pilih kasih. Dan melihatmu tadi pagi, itu bukan sesuatu yang ingin kulihat."

"Aku tidak mengerti, kenapa?"

"Kenapa kau begitu bodoh." Katanya, memalingkan wajahnya dariku.

Aku memukul lengannya keras. "Aku tidak bodoh!"

"Ya kau bodoh, nilai tes pengetahuanmu adalah yang terendah. Bukankah sudah kusuruh untuk mencari jawabannya dulu." Kata Aldo.

"Sudah kulakukan, sungguh. Memangnya berapa skorku?" Tanyaku penasaran, sekaligus kesal.

"98." Jawab Aldo singkat.

"Dan berapa skor yang lainnya?" Tanyaku.

"100."

Aku terperangah. "Apa mereka semua memang sepintar itu?" Tanyaku.

"Begitulah, kami memilih yang terbaik." Jawabnya.

"Apa ada yang tidak lolos untuk kedua kelas itu?" Tanyaku, mencoba menaikan satu alisku tapi gagal.

"Tentu saja ada, sebenarnya cukup banyak untuk tahun ini."

"Dan apa yang terjadi dengan mereka?"

"Pulang, mereka tidak akan bisa jadi mata-mata."

Sontak aku merasa kasihan sekaligus ngeri. Mungkin jika tanpa Aldo, nasibku akan sama seperti mereka. Mungkin Noah juga. Ah sial, aku kembali memikirkannya.

"Ada apa?" Tanya Aldo yang menyadari perubahan suasana hatiku.

"Kau tahu apa yang terjadi dengan orangtua Noah?" Tanyaku.

"Kenapa kau ingin tahu?" Tanya Aldo, tangannya dilipat didepan dadanya.

"Noah menceritakannya padaku," aku memutar tubuh Aldo agar benar-benar melihatku. "Dia benar-benar sedih, dia bahkan menangis Al." Menceritakan ini pada orang lain justru membuatku semakin sedih.

Vagsat Academy #1: Just a Good SPY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang