Part Seventeen

1.8K 156 63
                                    

Al mulai membalas ciuman hangat itu lebih dalam lagi, tangan kanannya menyentuh punggung Yuki, menekannya untuk lebih merapat. Sementara tangan kirinya mengusap pipi mulus gadis ini yang basah oleh hamburan air matanya. Sejujurnya, sangat menyayat, seakan keduanya ketakutan kalau ini akan menjadi yang terakhir.

Tubuh ramping yang rentan itu terdampar di sofa, terduduk-menengadah menyambut ciuman hangat Al yang tak memberinya kesempatan untuk bernafas lega sedikitpun. Lelaki itu berada di atasnya, kepalanya memutar ke kiri dan kanan, mencium Yuki seperti orang kelaparan, mengiringi hasrat keduanya yang menggebu-gebu, bertekat menghabiskan malam ini dalam kekelahan yang nikmat, tak akan berhenti sampai esok datang dan membawa Al menghilang dari pandangan Yuki.

 Lelaki itu berada di atasnya, kepalanya memutar ke kiri dan kanan, mencium Yuki seperti orang kelaparan, mengiringi hasrat keduanya yang menggebu-gebu, bertekat menghabiskan malam ini dalam kekelahan yang nikmat, tak akan berhenti sampai esok dat...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tubuh Yuki tersudut di antara Al dan sandaran sofa, tapi dia tak akan protes, terserah, apapun yang Al inginkan darinya, biarlah waktu yang memisahkan mereka. Seakan keduanya tak berdaya, menyerahkan masa depan pada takdir, itu sudah cukup untuk saat ini. Yang jelas, seolah hanya memiliki waktu malam ini saja, tanpa sempat berpikir bagaimana caranya menentang takdir.

Tali gaun Yuki terkulai menuruni bahu mulusnya, sungguh pakaiannya sudah berantakan. Tangan kekar itu menyelinap masuk dalam pakaian dalamnya, menarik apapun yang didapatnya untuk kemudian dibiarkan tergeletak di lantai. Suhu ruangan yang luas itu bahkan memanas, keringat keduanya menempel lekat satu sama lain. Polos, ya.. sekejap saja keduanya terengah-engah di sofa itu seakan tak berdaya menahan gairah yang tercipta oleh setiap sentuhan.

Desahan nikmat terdengar meraung-raung tanpa ada yang mendengar selain mereka berdua, saling bersahutan menerjemahkan rangsangan yang sedang mereka rasakan. Jilatan Al menjelajah kemanapun yang diinginkannya, dada Yuki bahkan sedikit nyeri. Gundukan yang semakin hari semakin membengkak itu menjadi sarana foreplay yang seharusnya tidak sepenuhnya milik Al lagi, melainkan milik si bayi. Tapi Yuki sama sekali tak keberatan, tidak sempat protes karena kenikmatan yang sedang direnggutnya jauh lebih berarti.

Selama beberapa menit berlalu, erangan Yuki semakin kencang seiring guncangan yang juga semakin cepat saat Al sudah memasuki tubuhnya. Yaa.. berkali-kali... Keduanya menghabiskan malam ini dalam romantis yang akan menjadi kerinduan tersendiri esok harinya, tepatnya saat Al kembali ke Jakarta.

Airport

Lelaki berpostur sempurna itu melangkah penuh percaya diri diantara keramaian dan hiruk pikuk aktivitas bandara, tangannya tidak menjinjing apapun selain hanya menggenggam pasport dan handphone. kakinya mendadak terhenti, menyadari dia telah menginjakkan kaki di Jakarta membuat seluruh jiwanya sepi. Dengan kacamata hitam dan stelan jacket kulit juga jeans, dia sebenarnya tidak sepasti itu, hatinya luluh lantah. Keraguan menghantui langkahnya, tidakkah seharusnya dia berada di tempat itu?

Al termangu dalam diam, di balik kacamata hitam itu tatapan sendunya menggambarkan kekosongan mendalam. Dia terhanyut kesepian di dalam keramaian, raganya mungkin memang disini, tapi hatinya tertinggal di tempat itu, di Aussie. Kerinduan sudah menggelayuti dirinya sejak menyadari dia sendirian tanpa belahan jiwa disini, tenggelam dalam ketidak-tertarikan pada apapun. Lagi-lagi... memaksanya untuk melewati hari-hari suram.

Heart (END)Where stories live. Discover now