25. Fruit Pie

46.4K 7.9K 813
                                        

Selamat malam everyone
Jangan takut baca chapter ini.
Santai aja kayak di pantai

Enjoy
*
*
*

Sekar

Mengikuti saran dari Bu Marissa, kini selain menulis aku juga menyalurkan hobi yang lain. Yaitu memasak dan membuat kue.

Katanya supaya pikiranku tidak sering lari ke mana-mana. Kalau untuk masakan rumah seperti sup, bandeng presto, dan ayam rica-rica aku lebih sering menyantapnya sendiri. Tetapi kalau sedang membuat kue, aku beberapa kali membawanya ke kampus.

Awalnya aku ragu apakah mereka bakal suka sama kue buatanku. Kuenya kan sederhana. Dibuat oleh amatiran seperti aku. Tetapi aku sadar. Itu juga bagian dari insecurity. Aku harus melawannya.

Ternyata para dosen menyukai kueku. Kata mereka enak dan lembut. Aku senang sekali. Bu Marissa juga memuji kue buatanku setiap aku membawanya di sesi terapi.

Hari ini aku berniat membuat fruit pie. Setelah pulang mengajar, aku mampir ke supermarket untuk memberi peralatan dan bahan.

Kiwi, anggur, stroberi, dan jeruk kumasukkan ke dalam trolley. Aku juga mengambil tepung terigu, telur, mentega, dan bahan-bahan lainnya.

Saat memilih cokelat-nggak tahu kenapa tiba-tiba pengin makan aja-suara anak kecil menyapaku.

"Tante Sekar," seru Deryl.

Jantungku berdebar tak keruan. Deryl di sini. Apa Mas Bima juga—

"Tante apa kabar? You've never come to my house anymore," lanjut Deryl lagi.

Aku tersenyum padanya lalu mengusap rambut keritingnya pelan. "Sorry, Sayang. Tante sibuk banget."

Mataku lalu bertemu dengan sepasang mata berwarna abu-abu milik wanita cantik yang berdiri di sebelah Deryl.

She's gorgeous. Kulitnya putih mulus. Rambut hitamnya jatuh terurai dengan indah. Tubuhnya tinggi langsing walaupun tidak setinggi Kak Renata.

Dia pasti dari keluarga—

No. Aku nggak boleh berpikir kayak gitu. Jangan mengkotak-kotakkan orang lain lagi, Sekar!

"Tante, ini Tante Larissa. Tetangga baru kami. Rumahnya pas di sebelah rumah aku," jelas Deryl.

Tetangga baru? Kenapa bisa bareng Deryl sekarang? Apa dia—

"Tante, ayo kenalan. Tante Sekar ini teman Papa. Dulu kami sering jalan bareng. Ke rumah eyang, main PS, ke mall. Ke mana lagi, ya? Aku lupa."

Aku tersenyum canggung lalu mengulurkan tangan. "Saya...nama saya Sekar."

Wanita itu tersenyum ramah. "Larissa."

"Tante sendirian?" tanya Deryl padaku.

Aku mengangguk. "Deryl baru pulang sekolah, ya?"

"Iya. Tante, Tante Larissa bisa menggambar Captain America di dinding kamar aku loh. So cool, right?"

Tak bisa kubohongi, hatiku ngilu mendengarnya. Tetapi aku berusaha tersenyum. Harus tegar dan berpikir positif. Ingat kata-kata Bu Marissa!

"Don't get me wrong," Larissa menyela. "Saya interior designer. Kebetulan tetanggaan. Ya sudah. Kamu paham maksud saya, kan?"

Sepertinya dari perkataan Deryl tadi, Larissa tahu aku pernah dekat dengan Mas Bima sehingga dia berpikir aku mungkin terganggu dengan kata-kata Deryl selanjutnya.

"Nggak pa-pa, Mbak," aku berusaha tersenyum.

Punya tetangga secantik ini, pasti Mas Bima—

No. Berpikir positif, Sekar. Jangan melantur kemana-mana

A Healing PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang