"Kalau kamu tidak mau menuruti perkataan ayah, kamu tidak berhak menerima warisan--semua aset milik ayah!"
Irene menunduk, menatapi kepalan tangannya yang terasa dingin--mencoba tidak melihat wajah murka Mr. Son. Sebenarnya dia sudah bisa menduga ayah Wendy pasti tidak akan menerima hubungan mereka dengan mudah. Karena baginya, Irene hanyalah gadis miskin dengan latar belakang tidak jelas. Tentu saja tidak sederajat dengan Wendy yang terlahir dengan darah biru.
Meski sudah bisa menduga, tetap saja rasanya menyakitkan. Irene hanya bersukur lelaki tua itu tidak mencemooh secara langsung, dia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hatinya kalau itu terjadi.
"Dari awal Seungwan memang tidak pernah menginginkan warisan ayah. Seungwan hanya berharap ayah berhenti mengabaikan Seungwan dan bunda. Tapi ternyata ayah memang tidak akan pernah berubah selama apapun Seungwan menunggu."
Lelaki muda itu menarik Irene untuk berdiri, kemudian menundukan badannya sebagai salam perpisahan. Disampingnya, Irene hanya bisa mengikuti gerakan pacarnya dengan canggung. Dia tidak tahu harus berbuat atau berkata apa.
Seungwan menghela nafasnya untuk sejenak, "Ayah gak akan repot lagi mulai sekarang, karena Seungwan bakal pergi dari hidup ayah, seperti yang ayah minta."
Mereka berdua keluar dari rumah besar itu tanpa menoleh sedikitpun. Seungwan sudah tidak peduli lagi. Toh dari awal dia memang tidak pernah merasa hidup dengan sang ayah semenjak bundanya koma beberapa tahun lalu.
.
.
.
.
."Jadi kita mau kemana?"
Seungwan meremas tangan kekasihnya lembut, "Pulang, tenang aja. Apartemen itu punya aku kok, hasil keringatku sendiri dan aku janji bakal bangun perusahaan milikku sendiri dari nol."
Irene tersenyum lembut, mengusap pipi lelaki itu yang terlihat sedikit pucat.
"Iya, aku bakal nemenin kamu sampe kamu sukses, sampe kamu bergantung sama aku, dengan begitu kesempatan kamu ninggalin aku bakalan gak ada."Dipeluknya tubuh Irene dengan lembut, lalu mengelus rambutnya yang panjang. Seungwan berjanji akan menjaga gadis ini sampai kapanpun--sampai rambut di kepala mereka memutih dan nafas tidak lagi berhembus dari paru-paru keduanya.
"Makasih, aku beruntung dapetin kamu Joo."
Irene melepaskan pelukan itu, memberikan senyum sekali lagi kemudian mulai menuntun Seungwan menjauhi kediaman keluarga Son.
Ditengah jalan menuju halte, tiba-tiba lelaki itu teringat sesuatu sehingga dia menarik tangan Irene agar berhenti berjalan.
"Kenapa?"
"Kita ke RS dulu, aku mau ketemu bunda buat terakhir kalinya."
Meski bingung dengan maksud pria itu, Irene tetap mengikuti Seungwan melanjutkan perjalanan menuju halte, hanya tujuannya saja yang kini berbeda.
Mereka mengisi waktu dengan mengobrol untuk mengusir bosan karena jarak tempuh ke RS lumayan memakan waktu. Seungwan mencoba mencari topik menarik agar pikirannya teralihkan dari ayahnya yang kini sudah tidak lagi berstatus sebagai orangtuanya sejak Seungwan memutuskan menolak perjodohan dengan Jihyo dan memilih Irene sebagai teman hidupnya kelak.
Seungwan tentu saja sedih, karena bagaimana pun Siwon tetaplah alasan dia bisa berada di dunia ini dan bertemu manusia seistimewa Irene. Tetapi Seungwan juga tidak bisa memaksakan diri menikahi Jihyo kalau nyatanya hatinya tidak dimiliki wanita Park itu. Hal tersebut hanya akan menyakiti mereka dan juga Irene pada akhirnya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Arrogant
RomanceGanteng sih, tapi kelakuannya suka bikin orang naik darah.. Cerita Irene yang punya CEO arogan, labil, pemarah, nyebelin, suka ngatur tapi gantengnya bikin orang lupa diri.