2• Nafisa Almaira [ √ ]

732 62 21
                                    

"Bertemu orang baru, mungkin saja takdir Tuhan untuk menyatukan aku dan kamu menjadi kita."

¤¤¤¤¤


Di suatu tempat, pada waktu berbeda. Berada di kota yang terkenal dengan sebutan kota pelajar, seorang gadis berusia 22 tahun tengah berbincang-bincang bersama dua orang temannya, bukan perbincangan biasa saat tiba-tiba ada yang meneteskan air mata.

"Cepet banget sih, Naf. Rasanya baru kemarin kita kenal sekarang mau pisah aja," ucap perempuan bernama Indah yang memakai baju kuning. Mengusap air matanya pelan. Tangannya memegangi tangan perempuan di depannya.

"Tau nih Nafisa, emang gak bisa pulangnya tahun depan aja, toh dari sini ke jakarta kan deket," tambah temannya Riska.

Keduanya merengut, berusaha menahan gadis yang dipanggil Nafisa pergi. Tidak rela harus berpisah satu sama lain. Merasa tidak bisa berpisah. Kebersamaan mereka selama ini sudah seperti keluarga sendiri.
Ketiganya saat ini sedang berada di bandara, mengantar Nafisa untuk pulang ke kampung halaman.

"Bukan dekat atau jauhnya tapi aku harus beneran balik. Lagian aku udah lulus masa mau di sini terus," ucap gadis yang dipanggin Nafisa itu. Sungguh, ia terharu melihat kedua temannya begitu menyayanginya. Tapi apa daya, pada akhirnya ia harus pulang juga

"Jangan lupa sama kita, kalo udah sampai telpon. Kalo ada waktu harus ke sini, gak mau tahu," cerca Indah memberi sebuah amanat.

"Iya, aku janji kalo udah sampai bakal telpon, bakal sering video call dan kalau ada waktu aku bakal main ke sini."

"Beneran, ya? Awas aja kalo bohong," ujar Riska pura-pura mengancam.

"Iyaa. Udah ih, kapan berangkatnya ini. Keburu pesawatnya terbang." Nafisa menggeleng pelan, kalau kelamaan dia akan benar-benar tertinggal pesawatnya.

"Hati-hati, Nafisa."

Mereka bertiga berpelukan sebentar. Indah dan Riska tampak enggan melrpas pelukan itu.

"Bye. Bye. Aku pergi dulu ya." Nafisa melambai pada kedua sahabatnya sembari melangkah pergi. Satu tangannya menarik kopernya.

"Nafisa, salam buat orang tua kamu ya," teriak Indah yang diacungi jempol oleh Nafisa.

Nafisa Almaira gadis berjilbab yang baru saja selesai kuliah jurusan kedokteran.
Gadis yang kerap disapa Nafisa ini memiliki wajah yang bisa dibilang cantik. Perpaduan mata belo yang dinaungi bulu mata lentim, hidung mancung serta bibis tipis yang dilapisi pelembab bibir sewarna bibirnya.

Kecantikannya itu membuat Nafisa disukai banyak orang. Bahkan selama kuliah banyak laki-laki menyatakan suka padanya. Tapi banyak juga yang harus patah hati karena penolakan gadis itu. Meski begitu mereka menerima dengan ikhlas keputusan Nafisa. Mau bagaimana lagi, perasaan tidak bisa dipaksa. Setelah selesai check ini Nafisa segera duduk di ruang tunggu, masih ada beberapa menit sebekum keberangkatannya. Ia menyepatkan diri membuka ponsel, menghubungi keluarganya bahwa akan segera terbang. Lalu tersenyum mendapat banyak pesan dari kedua temannya. Astaga, terbang saja belum, tapi mereka sudah merecokinya banyak hal.

Pengumuman keberangkatan pesawat yang di tumpanginya terdengar, Nafisa segera bangkit berdiri. Berdoa dalam hati agar diberi keselamatan. Di dalam pesawat Nafisa merasa beruntung mendapat kursi di samping jendela. Ia suka di tempat itu, karena membuatnya bisa melihat-lihat apapun yang ada di luar.

Tak terasa sudah lama sekali Nafisa meninggalkan Jakarta demi mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter, Jakarta memang punya universitas terbaik, tapi dari awal Nafisa sudah memantapkan hati ingin kuliah di sini. Sembari melihat kota yang masih terjaga kebudayaannya. Meski Jogja tak sekental Bali, tapi ada suatu hal yang membuat Nafisa lebih suka di sini. Jogja nyaman, sangking nyamannya Nafisa sedikit berat hati meninggalkannya.

Dear Doctor (Complete) [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang