Senja Bayu POV
Kosong, ketika aku menatap ke arah cangkir kopi yang kini tak mengeluarkan asap lagi. Sudah beberapa menit aku duduk di balkon rumah, hanya mematung. Jujur saja aku masih bingung mengenai kemunculan pak Adri. Setelah sekian lama hidup kami akhirnya aman, mengapa ia datang kembali. Rasanya baru saja hidupku mulai tersusun rapih seperti manusia normal pada umumnya. Setidaknya seperti kehidupan payahku sebelum menyetujui bekerja di rumah lydya dan vivi. Tapi sudah ada saja yang hendak meruntuhkannya kembali ke awal.
Ku tarik selimut yang menutupi punggungku sedikit ke depan agar bisa lebih rapat menutup dada. Udara malam ini benar-benar seperti pikiranku, tak tenang. Dari semenjak Lydya pulang hingga sekarang, hujan terus-terusan mengguyur. Percikannya sudah mulai menggenang di pinggiran meja kayu. Tapi saat ini memang ini yang ku butuhkan.
Setidaknya ia tak memaksaku untuk bicara!
Ya, bahkan setelah semua usahanya hingga datang ke sini tadi sore. Meskipun aku tak membicarakannya, sepertinya ia bisa menangkap ada yang tidak beres beberapa waktu ini. Untuk sementara, tidak memberitahukannya tentang kebenaran ini adalah pilihan yang bijak.
Ding!
Layar ponsel di sebelah cangkir kopiku menyala. Benar-benar mendistraksi pandanganku. Pesan dari Bu Nino.
Banyu, Besok ibu mau mampir ya!
"Banyu?" gerutuku agak kesal, tapi tetap tersenyum. Karena jujur saja, hanya bu Nino yang selalu salah menyebut namaku.
Malas untuk mengetik balasannya, aku langsung menelponnya.
"Halo bu?" ucapku sesaat setelah panggilan itu tersambung.
"Banyu apa kabar?" tanya suara wanita dari seberang telepon.
"Baik bu" jawabku singkat. "Padahal sebenarnya ibu tak perlu sampai harus datang kemari bu"
"Maksudnya" tanya bu Nino lagi.
"loh, katanya ibu mau mengirimkan masakan lagi"
"Yang waktu itu enggak sampai ya, Banyu?"
"Wah, bu Nino nampaknya sudah pelupa ya" balasku tertawa. "waktu itu kan bayu sudah bilang makanannya sudah sampai"
"Iya kah?"
"Ibu masih ingat alamatnya kan?" tanyaku memastikan. Terakhir kali bu Nino meminta alamatku, rasanya belum sempat ku balas pesannya.
"Masihlah" jawabnya dengan sedikit riak suara gelak. "Memangnya kenapa?"
Aku kembali diam sejenak.
Seingatku bu Nino meminta alamatku karena lupa. Tapi kenapa sekarang katanya ingat?
"Ya sudah ya Banyu, ibu mau tutup warung dulu" ujarnya mengakhiri telepon.
"Kenapa rasanya ada yang janggal?" tanyaku pada diri sendiri. tanganku menggapai sisa kopi yang masih ada. Menyeruputnya sambil terus memikirkan apa yang sebenarnya terasa aneh ini.
Eh? Sudah ku kirim rupanya.
Tanganku terhenti ketika layar ponselku menunjukkan pesan-pesanku yang beberapa waktu lalu dengan bu Nino. Ternyata memang sudah ku kirimkan.
Tapi kenapa nomornya beda dengan nomor barusan?
Ku coba untuk menelpon ke nomor bu Nino yang barusan ku telpon. Tapi tak ada lagi yang mengangkatnya. Dua, tiga, hingga tujuh kali tetap saja tak diangkat lagi.
Mungkin beliau sudah tidur. Ya, mungkin saja.
Sedangkan nomor yang ku berikan alamat lengkapku juga tak bisa dihubungi. Semuanya semakin membuat kepalaku penuh dengan pertanyaan. Masalahnya bukan pada bu Nino yang punya dua nomor. Semua orang bahkan kurasa punya banyak sekali nomor telpon. Masalahnya di sini adalah kenapa ada yang tidak singkron antara percakapanku barusan dengan bu Nino dan isi pesan singkatku dengan bu nino di nomor satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE STITCHES (Sibling 2nd season)
Mystery / Thriller"Kau tetap yang teristimewa, kepalamu tetap jadi koleksiku yang ke 100. Mari kita mengulang semuanya kembali dari awal" Senja Bayu, setelah akhirnya berhasil menyelamatkan dirinya dan pasiennya dari seorang psikopat yang ingin mengoleksi kepalanya...